Perbankan Dan Lembaga Keuangan Menjadi Sayap Pelindung UMKM Di Masa Pandemi COVID-19

0
1319
person writing on white notebook

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau sering disingkat UMKM merupakan satu dari sekian banyak sektor yang berkontribusi cukup besar terhadap PDB Indonesia, dan tidak lepas juga dari jumlah tenaga kerja yang sangat banyak pada sektor UMKM sendiri. Di tengah pandemi COVID-19 yang tentunya kita tau membawa pengaruh secara global terhadap kegiatan ekonomi di seluruh dunia, Bagaimana nasib dari UMKM dalam menghadapi krisis ini?

 Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah melalui Perppu No.1 Tahun 2020 menjadi inti atas langkah apa yang harus dilakukan untuk dapat menyiapkan kondisi agar dapat terus bertahan di masa-masa yang sulit ini. Dilanjutkan dengan keluarnya PP No. 23 Tahun 2020 yang salah satu pokoknya adalah Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional.

Pihak-pihak seperti Bank dan Lembaga Keuangan merupakan salah satu pihak yang perannya terasa dalam menjaga keberlangsungan UMKM pada masa-masa covid, yang mana peran ini memang sudah menjadi Arahan Presiden yang berupa Restrukturisasi Kredit bagi masyarakat (Relaksasi Kredit). Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu media yang dijadikan sebagai jembatan untuk membantu para pelaku sektor UMKM yang mengalami dampak dari Covid. Berdasakarkan Permenko No.6 Tahun 2020 para pihak yang terdampak dapat memperoleh Pembebasan pembayaran angsuran bunga, pemberian penundaan angusaran pokok KUR dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sesuai penilaian penyaluran KUR yang mulai berlaku 1 April 2020 dan paling lama sampai 31 Desember 2020.

Tujuan utama dari pemberlakuan relaksasi kredit ini antara lain untuk mencegah PHK besar-besaran yang dilakukan oleh sektor UMKM selama masa pandemi, selain dari untuk bisa bertahan dalam pandemi ini pemerintah juga mengharapkan agar setelah pandemi berakhir para pelaku ekonomi di sektor UMKM dapat memulihkan keadaan bisnis mereka kembali. Namun apakah cukup dengan hanya memberikan relaksasi kredit pada sektor UMKM yang terdampak mengingat mereka juga masih memiliki biaya operasional harian yang terus berjalan. Langkah lanjutan yang dilakukan pemerinah untuk memitigasi hal tersebut adalah dengan Pemberian Modal Kerja Tambahan.

Proses untuk mendapatkan program relaksasi kredit dapat dimulai dengan mengajukan hak untuk memperoleh relaksasi kredit ke bank yang mana kemudian bank akan mereviu kesesuaian kriteria untuk penerima bantuan, setelah itu bank akan menyampaikan kepada pemerintah atas penerima KUR yang sudah lulus kriterianya, dan akhirnya pemerintah akan memberikan dana. Semua program ini tentunya melewati proses audit yang dilaksanakan BPK atau BPKP untuk menelusuri apakah UMKM yang mendapatkan bantuan tersebut dapat dipertanggung jawabkan.

Tentu saja pemberian dari bantuan ini perlu menjadi perhatian, karena kalau kita pikirkan di saat-saat seperti ini juga memberikan dana bantuan kepada sektor UMKM dengan harapan mereka bisa langsung menjadi produktif atas bantuan dana yang diberikan mungkin terasa sedikit mustahil.  PSBB tidak bisa digeneralisir di seluruh daerah menjadi faktor yang kuat untuk memperhatikan pembagian dana kepada UMKM. Apakah saat mereka sudah diberikan dana tetapi kondisi dari lingkungan bisnis mereka tidak hidup atau masih dipengaruhi oleh efek PSBB yang menyebabkan konsumen mereka kosong. Dana yang telah diberikan mungkin malah dipergunakan untuk membiaya kehidupan dari pihak UMKM sendiri dan ini menjadikan dana yang diberikan tidak akan efektif. Maka solusi dari permasalahan efektifitas dari pemberian dana adalah informasi yang harus diperoleh. Seperti prediksi dari akhir pandemi atau daerah mana yang sudah mulai bisa jalan ekonominya akibat PSBB sudah dikendorkan bisa diberikan suntikan dana. Selain itu juga evaluasi dari pelaksanaan kegiatan bantuan dana kepada UMKM harus tetap dilakukan agar Pemerintah atau Bank dan Lembaga Keuangan dapat menyesuaikan kebijakan yang harus diambil berdasarkan testinomi dari pihak penerima bantuan, hal ini tentunya untuk menjaga pemberian dana bantuan UMKM yang tepat sasaran, karena yang bisa terjadi apabila pemberian dana tidak tepat sasaran akan menyebabkan kenaikan Non Performing Loan (NPL). Kebijakan yang dinamis lah yang bisa menghadapi permasalahan di masa-masa seperti sekarang ini.

Apabila dari tadi kita hanya melihat bagaimana Pemerintah dan Bank serta Lembaga keuangan memberikan kebijakan keringan kredit kepada UMKM yang terkena dampak covid. Bagaimana kondisi bank yang memberikan keringanan terhadap kredit itu sendiri? yang kalau dipikir-pikir cuma terjadi cash-outflow seperti untuk biaya operasioal kegiatan bank dan pemberian gaji pegawai tanpa ada cash-inflow dari hasil pembayaran pokok bunga pinjaman kredit dari debitur (UMKM). Apakah bank akan mengalami krisis liquidasi dari skenario kebijakan restrukturisasi kredit? Tentu saja tidak untuk menangani masalah ini pemerintah melalui PP Nomor 23 Tahun 2020 akan membantu bank dari kehilangan cash-inflow yang tidak bisa didapatkan akibat UMKM mendapatkan kebijakan restrukturisasi kredit, yang mana tujuannya sendiri sama seperti tujuan untuk membantu UMKM agar tidak terjadi PHK besar-besaran pada pegawai bank yang melakukan kebijakan restrukturisasi kredit.

Segala langkah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tentunya merupakan pertimbangan yang terbaik dari yang terbaik atas penyelesaian masalah yang berada saat masa pandemi ini. Sekali lagi prediksi informasi kedepannya yang semakin akurat menjadi kunci utama agar segala kebijakan pemerintah dapat dikerluarkan dengan efektif. Karena bila tergesa-gesa dalam mengambil keputusan dapat memunculkan Free Rider dari segala kebijakan yang telah ditetapkan. Sama halnya dengan prediksi kapan UMKM bisa bangkit masih abu-abu untuk kedepannya semoga atas kebijakan restrukturisasi kredit dan pemberian modal kerja tambahan dapat dimanfaat agar UMKM yang terdampak Covid dan telah menerima bantuan bisa dioptimalkan agar kegiatan UMKM bisa produktif dan cepat pulih kembali.

Penulis: Ega Yuri Prasetyo
Mahasiswa PKN STAN