HarianNusa, Jakarta — Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Infrastruktur dan Pembangunan yang juga anggota Komisi V DPR RI, Abdul Hadi, menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Juliana Marins (27 th), pendaki asal Brasil yang mengalami kecelakaan tragis di kawasan Gunung Rinjani, Nusa Tenggara Barat. Ia menyoroti keterlambatan proses evakuasi korban yang berlangsung hingga empat hari sejak laporan pertama diterima oleh pihak terkait.
“Publik berhak mengetahui alasan di balik lambatnya evakuasi. Bagaimana mungkin dalam kondisi kritis, korban sempat mengirim sinyal permintaan tolong namun baru dapat dijangkau tiga hari kemudian? Ini harus menjadi pelajaran serius bagi semua pihak,” tegas Abdul Hadi dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (25/6).
Meski mengakui medan ekstrem, cuaca berkabut, dan posisi korban yang berada di jurang sedalam 600 meter menjadi tantangan berat, Abdul Hadi tetap menilai perlunya evaluasi menyeluruh terhadap sistem penanganan darurat di kawasan pegunungan.
“Saya mengapresiasi dedikasi dan kerja keras tim SAR di lapangan. Namun peristiwa ini menandakan perlunya pembaruan terhadap Standar Operasional Prosedur (SOP) evakuasi, khususnya di taman nasional dan daerah berkontur ekstrem. Latihan rutin dan keterlibatan aktif komunitas lokal perlu ditingkatkan agar respons dapat lebih cepat dan efisien,” ungkap politisi PKS asal Pulau Lombok itu.
Abdul Hadi juga mendorong pemerintah untuk memperkuat kapasitas teknis dan teknologi pencarian dan penyelamatan (SAR), termasuk pengadaan drone pencari panas (thermal drone) dan drone logistik. Ia juga mengusulkan agar semua pendaki, terutama wisatawan mancanegara, diwajibkan membawa perangkat pelacak GPS atau emergency beacon saat melakukan pendakian.
“Penggunaan teknologi canggih harus menjadi prioritas. Selain itu, kehadiran pusat komando terpadu dalam penanganan situasi darurat akan memperkuat koordinasi antarlembaga seperti Basarnas, Taman Nasional, TNI, Polri, BPBD, hingga komunitas lokal,” tambahnya.
Menurutnya, tragedi ini harus menjadi momentum pembenahan sistemik agar kejadian serupa tidak kembali terulang di masa mendatang. “Keselamatan jiwa manusia tidak boleh dikompromikan oleh keterbatasan sistem,” pungkasnya.