HarianNusa.com, Mataram – Setelah berjalan cukup lama, dua pelaku atau tekong yang memberangkatkan Sri Rabitah dan Juliani ke luar negeri akhirnya dibekuk polisi. Kedua pelaku diketahui bernama H. Ijtihad S.Pd.I alias H. Tihad asal Desa Sesela Kecamatan Gunung Sari Lombok Barat dan Hulpah alias Ulpa asal Desa Akar-Akar Kecamatan Bayan Lombok Utara.
Kasus Sri Rabitah sempah menghebohkan pemberitaan lokal dan nasional pada Maret 2017 lalu. Pasalnya saat pulang merantau di Qatar, ia mengaku kehilangan ginjalnya. Dugaan penjualan organ tubuh TKI pun mencuat. Meskipun pihak rumah sakit membantah organ tubuh Rabitah hilang.
Kabag Binopsnal Dit Reskrimum Polda NTB, AKBP Putu Bagiartana mengatakan, Rabitah dan Juliani merupakan saudara kandung yang menjad TKI dan terindikasi dokumen milik mereka dipalsukan kedua pelaku.
“Kasus ini sempat heboh saat Rabitah pulang karena sakit dan diduga kehilangan ginjal, sementara adiknya selesai hingga kontrak. Namun saat pulang terungkap bahwa adiknya (Juliani) berangkat di bawah umur,” ujarnya di Polda NTB, Jumat (22/12).
Diketahui Juliani direkrut menjadi TKI oleh Ulpa, sementara Rabitah direkrut oleh Tihad. Sejumlah dokumen baik KTP dan akta kelahiran dan kartu keluarga dipalsukan untuk meloloskan keduanya ke luar negeri.
“(Rabitah) lahirnya di Lombok Utara, tapi legalitas dokumennya di Gunung Sari Lombok Barat, sementara adiknya saat berangkat berumur 16 tahun. Itu dilakukan oleh HP (Hulpa) dan HI (H. Ijtihad), jadi mereka sudah sepakat,” ungkapnya.
Polda NTB akan mengembangkan kasus tersebut, apakah PJTKI terlibat dalam kasus tersebut atau tertipu dengan dokumen yang telah dipalsukan tersebut. “Nanti kita kembangkan adakah keterkaitan instansi ini turut serta,” katanya.
Sementara tersangka Ulpa membantah dirinya bekerjasama dengan instansi terkait guna memuluskan keberangkatan Rabitah dan Juliani. Ia juga mengaku tidak mengetahui bagaimana berkas kedua TKI tersebut dapat lolos.
“Saya tidak tahu pak, itu kan PT aja yang urus semua,” pungkasnya.
Perusahaan yang memberangkatkan Rabitah dan adiknya adalah PT Palah Rima Hudaeti. Saat ini perusahaan tersebut telah tidak aktif. Ulpa dan Haji Tihad bekerja pada PT tersebut. H. Tihad mengaku membantu Ulpa mengrus dokumen tersebut karena merupakan ponakannya.
“Kebetulan ini (Ulpa) kan ponakan saya, saya diminta dari pihak PT dan ponakan saya karena si Rabitah membawa data dari Gunung Sari. Dari data yang dibawa Rabitah beralamat Lombok Barat, akhirnya saya minta ke staf desa untuk membantu sesuai dengan data untuk Lombok Barat juga,” papar H Tihad.
“PT kan punya karyawan yang mengantar dia ke dinas dan ke Imigrasi, dulu cabangnya di Gunung Sari,” ucapnya.
Ulpa sendiri mengaku mendapatkan uang sebesar Rp 500 ribu dari pengurusan keberangakatan Rabitah dan adiknya. Sementara H. Tihad mengaku tidak mendapatkan imbalan sepeserpun karena hanya membantu Ulpa yang tidak lain adalah keponakannya. Keduanya dikenai Pasal 10 dan Pasal 6 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Orang dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun. (sat)