Hukum & Kriminal
Laporan Tidak Diteruskan, Pengacara Baiq Nuril Tunggu SP2HP Polisi

HarianNusa.com – Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat telah menghentikan laporan Baiq Nuril atas dugaan pelecehan secara verbal yang dilakukan HM pada dirinya.
Alasan Polda menghentikan laporan tersebut lantaran pelecehan secara verbal tidak diatur dalam pasal 294 ayat (2) ke-1 KUHP terkait pelecehan atasan pada bawahannya.
Menanggapi itu, pengacara Baiq Nuril, Yan Mangandar Putra, akan menanti Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) untuk melakukan langkah hukum selanjutnya.
“Kita lihat dulu redaksi SP2HP dari polisi. Apakah isinya berpendapat belum cukup bukti sehingga dibutuhkan tambahan bukti, maka kami akan mengupayakan membantu penyidik untuk tambah bukti, baik saksi atau ahli,” ujarnya, Jumat 18 Januari 2019.
Namun, kata Yan, jika SP2HP berpendapat laporan dihentikan tanpa adanya alasan jelas, maka pengacara akan mengadukan ke Mabes Polri hingga melakukan upaya praperadilan.
“Tapi jika SP2HP berpendapat laporan berhenti atau tidak dapat dilanjutkan ke tingkat penyidikan, dan pendapat tersebut menurut kami kurang beralasan hukum, maka kami akan mengadukan ke Mabes bahkan sampai kemungkinan besar kami praperadilan,” tegasnya.
Seperti diketahui, Polda menghentikan penyidikan tersebut karena laporan Baiq Nuril tentang pelecehan seksual secara verbal tidak masuk dalam penjelasan KUHP.
Kabid Humas Polda NTB, Kombes Pol Komang Suartana, mengatakan penghentian penyidikan setelah berkonsultasi dengan ahli hukum dan kejaksaan.
“Dari hasil gelar perkara dinyatakan tidak cukup bukti, sehingga dari rekan Krimum (kriminal umum-red), pakar hukum dan kejaksaan bahwa tindakan ini tidak bisa dilanjutkan penyidikan,” katanya siang tadi. (sat)
Hukum & Kriminal
Diduga Setubuhi Anak Dibawah Umur, Tiga Remaja di Mataram Diamankan,

HarianNusa, Mataram – Tiga Pria masih remaja di Kota Mataram diamankan Tim Resmob Polresta Mataram lantaran dilaporkan atas dugaan Pencabulan / Persetubuhan anak dibawah umur, Sabtu (31/05/2025).
Ketiga Remaja tersebut masing-masing BA, W, dan MI, semuanya berasal dari Kota Mataram. Mereka diduga telah melakukan tindakan pencabulan terhadap Korban ZS, Perempuan 14 tahun alat Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat.
Kasat Reskrim Polresta Mataram AKP Regi Halili S.Tr.k.,S.I.K., melalui Kanit PPA Sat Reskrim Polresta Mataram Iptu Eko Ari Prastya SH., mengatakan pihaknya langsung menindaklanjuti setelah Keluarga Korban (M) melaporkan ke Polresta Mataram dengan melakukan serangkaian penyelidikan termasuk mengumpulkan keterangan saksi-saksi serta hasil visum sebagai alat bukti tindakan dalam peristiwa tersebut.
“Setelah mendengar keterangan saksi-saksi dan hasil Visum Et Repertum dari pihak Rumah sakit, tim kita langsung menyelidiki keberadaan para terduga hingga akhirnya berhasil kita amankan. Mereka kita amankan di wilayah Kota Mataram, “ucap Kanit PPA Polresta Mataram, Minggu (01/06/2025).
Peristiwa dugaan persetubuhan ini terjadi pada tangga 23 Mei 2025, dimana pada sekitar pukul 23:20 wita hari tersebut Pelapor yang tertidur terbangun dengan maksud buang air kecil, ia kaget melihat pintu kamar korban terbuka. Saat melihat ke dalam kamar dan tidak menemukan Korban, Pelapor berusaha mencari ke luar rumah akan tetapi tetap tidak menemukan korban.
”Korban sempat hilang beberapa hari. Baru pada Jumat 30 Mei 2025 anak Pelapor sempat menghubungi teman salah satu terlapor seorang perempuan (IN) dan menanyakan keberadaan korban,“bebernya.
IN saat itu mencoba menghubungi temannya (terduga BA) dan menanyakan keberadaannya, akan tetapi BA menjawab bahwa ia sedang menemani teman perempuannya di salah satu kos-kosan. BA sepakat menjemput IN dan berjanji ketemu di Jembatan Loang Baloq, Tanjung Karang.
“Saat BA tiba menjemput IN di jembatan Loang Baloq, beberapa keluarga korban dan kadus yang sengaja nunggu di sekitar lokasi dan bersembunyi langsung mengamankan yerduga BA dan meminta untuk diantar dimana korban berada,” jelasnya.
Saat tiba dan bertemu korban di salah satu Kos-kosan di wilayah Kecamatan Sekarbela, korban mengaku kepada Pelapor bahwa dirinya telah disetubuhi oleh 3 laki-laki yakni BA, W dan MII.
“Jadi saat itu pula ketiga terduga dibawa langsung oleh keluarga Pelapor dan Kadus ke unit PPA Polresta Mataram dan membuat laporan polisi,“ ucapnya.
Menurut Kanit PPA, peristiwa dalam laporan ini akan didalami secara mendalam untuk mengetahui keterlibatan para pihak.
Berdasarkan keterangan para terduga saat diinterogasi sementara, terduga BA mengaku telah membawa korban ke TKP (Kos-kosan) dan mengaku telah melakukan persetubuhan dengan korban dan kedua temannya juga melakukan hal yang sama.
“Berdasarkan Keterangan dari terduga BA maka dua terlapor / terduga lainnya akhirnya berhasil pula diamankan beberapa saat setelah mengamankan BA,” tegasnya.
Para terduga dijerat Pasal 81 ayat (1) Jo. Pasal 76D dan atau Pasal 82 ayat (1) Jo. Pasal 76E UU RI no. 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Jo. UU RI no. 17 tahun 2016 tentang peraturan kedua atas UU RI no. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjadi Undang-undang. (F3)
Ket. Foto:
Tiga remaja terduga pencabulan anak dibawah umur. (Ist)
Hukum
Sengketa Proyek Pembangunan SDIT Yarsi Berakhir: Yayasan Yarsi NTB Wajib Bayar Rp 2,7 Miliar

HarianNusa, Mataram – Polemik sengketa proyek pembangunan SDIT Yarsi antara Yayasan Rumah Sakit Islam (RSI) NTB dan kontraktor Soenarijo kini memasuki babak akhir. Setelah Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan yayasan, maka putusan yang mewajibkan yayasan membayar sisa kewajiban sebesar Rp 2,7 miliar kini telah inkrah. Secara hukum, tidak ada pilihan lain bagi yayasan selain melaksanakan isi putusan tersebut.
Pakar hukum dari Universitas Mataram, Joko Jumadi, menegaskan dalam hukum acara perdata, setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka pelaksanaannya bersifat wajib.
“Ya, ini kasus sudah inkrah, dan putusan menyatakan bahwa Yayasan RSI harus membayar Rp 2,7 miliar kepada penggugat. Secara hukum, sekarang tinggal bagaimana eksekusi itu dilakukan. Prosesnya juga sudah berjalan, sudah on the track,” ujar Joko kepada media, Sabtu (4/5/2025).
Ia menyebutkan, pengadilan juga telah melaksanakan aanmaning, atau teguran, kepada pihak yayasan. Teguran ini adalah bagian dari tahapan formal sebelum dilakukan tindakan eksekusi lanjutan apabila termohon tidak segera melaksanakan putusan secara sukarela.
“Dengan aanmaning itu, mau tidak mau yayasan harus membayar sesuai nilai yang ada dalam putusan,” tegasnya.
Namun demikian, Joko menilai persoalan teknis pembayaran menjadi titik sensitif. Tawaran cicilan Rp 10 juta per bulan dari pihak yayasan dinilai terlalu lama dan memberatkan posisi penggugat.
Menurut Joko, dalam praktik hukum acara perdata, apabila tidak tercapai kesepakatan pembayaran secara sukarela, pengadilan dapat melanjutkan ke tahap penyitaan terhadap aset milik termohon. Selanjutnya, aset yang disita dapat dilelang, dan hasilnya digunakan untuk membayar utang yang telah diputuskan pengadilan.
“Penggugatnya keberatan kalau kemudian dengan Rp 2,7 M dibayar 10 juta per bulan, saya kira akan sangat berat bagi penggugat, dan kalau memang ada sita jaminan, ini saya pikir bisa diajukan lelang,” ungkapnya.
Sementara itu, Kuasa hukum pemohon, Satrio Edi Suryo menjelaskan, pihaknya telah mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri Mataram sejak 28 April 2025, menyusul pelaksanaan aanmaning atau teguran yang dilakukan pengadilan pada 17 Maret 2025.
“Ketua Pengadilan sudah memberikan teguran kepada termohon, agar melaksanakan putusan. Namun sampai sekarang belum ada kesepakatan teknis pembayaran. Kami sempat ditawari cicilan Rp 10 juta per bulan, tapi kami tolak karena itu terlalu lama. Kami hanya bersedia maksimal 3–4 kali cicilan,” ungkap Satrio, Senin (5/5/2025).
Menurutnya, karena tidak ada respons lebih lanjut dari pihak yayasan, tim hukum pemohon telah menyerahkan daftar aset yang diduga milik yayasan kepada pengadilan sebagai langkah persiapan sita eksekusi. Aset tersebut nantinya akan dilelang untuk membayar utang kepada pemohon.
“Kalau tidak ada kesepakatan damai, eksekusi akan berlanjut. Kami juga telah melaporkan ke pengadilan agar proses lanjut dilakukan. Ini bukan intimidasi, tapi pelaksanaan hukum yang wajib,” ujar Satrio.
Di sisi lain, pihak Yayasan RSI NTB melalui tim hukumnya, Rio Hartono, menyatakan mereka tidak menolak putusan pengadilan.
“Pada intinya kami dari Yayasan menghormati putusan pengadilan, tetap menghormati putusan kita harus melakukan pembayaran, apapun penjelasannya tapi sampai hari ini sampai hari ini belum ada teknis pelaksanannya,” jelas Rio.
Sengketa ini bermula dari kontrak proyek pembangunan SDIT Yarsi Mataram antara Yayasan RSI NTB dan Soenarijo pada 11 Juni 2020, dengan nilai Rp 11,2 miliar. Pada 29 Juni 2021, pekerjaan dihentikan sepihak oleh yayasan tanpa penjelasan yang jelas, lalu dilanjutkan oleh pemborong lain. Soenarijo menilai pekerjaannya telah selesai 68,39% senilai Rp 7,6 miliar, ditambah pekerjaan tambahan sekitar Rp 339 juta. Sementara yayasan hanya membayar sekitar Rp 5,2 miliar, menyisakan utang sekitar Rp 2,79 miliar.
Gugatan diajukan tahun 2021 dan dimenangkan Soenarijo di tingkat PN, dikuatkan oleh PT, MA, hingga PK yang semuanya mewajibkan yayasan membayar. (F3)
Hukum
Kuasa Hukum Termohon Lahan Gili Sudak Siap Gugat Balik: “Hukum Masih Membuka Ruang Perlawanan!”

HarianNusa, Mataram – Meskipun proses eksekusi lahan di Gili Sudak, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, telah dilaksanakan pada Kamis (24/4/2025), kuasa hukum dari tiga pihak termohon eksekusi yakni Brigjen Pol (Purn) Drs. Idris Kadir, PT. Pijak Pilar, dan Awanadi, menegaskan akan tetap menempuh upaya hukum lanjutan.
Dari Kantor Hukum AN Law Office, kuasa hukum Ainudin SH., MH., dan Kurniadi SH., MH. (alias Ciko), menyatakan bahwa masih terdapat sejumlah peluang hukum yang bisa dimanfaatkan untuk mempertahankan hak-hak klien mereka.
“Eksekusi bukanlah akhir dari segalanya. Ini perkara keperdataan, yang secara prinsip masih membuka ruang bagi siapapun untuk mempertahankan haknya maupun mengajukan klaim baru,” ujar Ainudin dalam konferensi pers, Sabtu (26/4/2025).
Ia menilai, dalam perkara ini masih banyak "peristiwa hukum janggal" yang dapat dikaji sebagai dasar untuk mengajukan legal action baru terhadap Muksin Mahsun, selaku pihak yang memenangkan perkara sebelumnya. “Salah satu prinsip hukum acara perdata adalah bahwa pengadilan tidak boleh menolak perkara,” tegasnya.
Ainudin juga menyoroti dugaan adanya pemalsuan bukti jual beli bawah tangan, yang diklaim dilakukan secara adat dan menjadi dasar utama (causa prima) bagi Muksin dalam melakukan klaim terhadap tanah di Gili Sudak.
Sementara itu, Ciko menyatakan bahwa meskipun putusan pengadilan telah inkracht (berkekuatan hukum tetap), hukum tetap membuka ruang untuk koreksi terhadap produk hukum yang dinilai bermasalah.
“Kami pernah menang dalam gugatan Partij Verzet di PN Mataram, dan berhasil mengeluarkan hampir 2 hektar tanah milik PT. Pijak Pilar dari objek eksekusi. Artinya, celah hukum itu nyata dan bisa diperjuangkan,” kata Ciko.
Lebih lanjut, kuasa hukum menyayangkan eksekusi yang menyasar lahan milik Brigjen Pol (Purn) Drs. Idris Kadir seluas 10 are (1.000 m²), padahal tanah tersebut telah dibeli secara sah, bersertifikat, dan sudah dilakukan balik nama sesuai prosedur.
“Klien kami membeli tanah itu dalam status bersih, tidak bersengketa, dan telah dilakukan pengecekan ke BPN serta ke lokasi fisik. Putusan pengadilan tidak bisa serta-merta mengikat pihak yang tidak terlibat dalam perkara, sesuai asas inter partes,” jelas Ciko.
Pihak kuasa hukum juga menegaskan akan menempuh jalur pidana terhadap oknum yang melakukan perusakan plang dan masuk ke lahan kliennya secara melawan hukum. Diketahui, sekitar 10 orang diduga terlibat dalam peristiwa tersebut.
“Perlawanan hukum melalui Derden Verzet juga telah kami ajukan, namun eksekusi tetap dijalankan. Padahal, merujuk pada Perdirjen Badilum MA RI No. 40 Tahun 2019, eksekusi seharusnya ditunda jika ada keberatan dari pihak ketiga yang memiliki hak atas objek,” tambahnya.
Pihak Muksin Mahsun juga disebut telah mengklaim sejumlah bidang tanah bersertifikat yang sebenarnya berada di luar objek sengketa, termasuk sertifikat atas nama Idris Kadir, Yusinta Dewi, dan Debora Susanto.
“Ini menunjukkan adanya kekeliruan dalam peta kadastral yang dijadikan dasar dalam perkara. Konstatering pengadilan pun mencatat adanya sertifikat yang berada di luar objek perkara,” pungkas Ciko.
Sebelumnya, Ahmad Zainal, SH., MH , Kuasa Hukum Debora Susanto, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengajukan surat keberatan ke PN Mataram sebelum eksekusi dilakukan. “Dasar kami keberatan karena terdapat empat SHM aktif di titik batas yang disengketakan: dua atas nama Debora Susanto, satu atas nama Idris Kadir dan satu lagi atas nama Yusinta Dewi,” ujarnya, saat proses eksekusi.
Ahmad menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi harus merujuk pada batas-batas SHM yang sah secara hukum. “Kalau eksekusi dijalankan sesuai SHM yang aktif, silakan. Tapi kalau tidak sesuai, kami tolak. Ini sesuai Buku II Mahkamah Agung Tahun 2013. Putusan PK yang tidak relevan dengan objek perkara pokok tidak dapat dieksekusi. Di sini, ada empat SHM aktif, jadi PN harus jawab: mana yang dieksekusi?” tegasnya.
Sebelumnya, berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung dan peninjauan kembali (PK), Muksin Mahsun ditetapkan sebagai pemilik sah atas sebagian lahan di Gili Sudak. Eksekusi dilakukan pasca konstatering untuk menetapkan batas-batas objek sengketa. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan, banyak sertifikat sah milik pihak lain justru ikut terdampak eksekusi.
Kuasa hukum menegaskan, langkah hukum lanjutan akan terus dilakukan demi memastikan hak-hak klien mereka terlindungi sepenuhnya di mata hukum. (F3)
Ket. Foto :
1. Kuasa Hukum Termohon Lahan Gili Sudak, Ainudin, SH., MH. (Ist)
2. Kuasa Hukum Debora Susanto Ahmad Zainal, SH., MH (batik). (Ist)
-
Headline7 tahun ago
Potensi Tsunami di Asia, NTB Diperingati Waspada
-
NTB6 tahun ago
Ini Cara Mitigasi saat Gempa Bumi
-
Headline7 tahun ago
Misteri Telapak Tangan yang Gegerkan Warga Lombok Terpecahkan
-
Headline8 tahun ago
Mengenang 40 Tahun Bencana Tsunami di Lombok dan Sumbawa
-
Headline8 tahun ago
Ssttt… Ini Lokasi Razia Zebra di Pulau Lombok Selama Dua Pekan
-
Hukum & Kriminal7 tahun ago
Tak Terima Diputusin, Pria di Lotim Sebar Foto Bugil Kekasihnya
-
NTB6 tahun ago
Ahli Geologi AS Peringatkan Bahaya Gempa di Selatan Lombok
-
NTB6 tahun ago
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Dingin di Lombok