HarianNusa.com, Mataram – Aksi Cepat Tanggap melakukan peluncuran Humanity Medical Service (HMS), Kamis (11/12) yang dihadiri oleh Dokter Arini Retno.
Dokter Arini Retno merupakan salah seorang Relawan Medis Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang bergabung dalam Humanity Medical Service.
Dalam kesempatan itu, dokter Arini berbagi pengalaman menjadi relawan mulai dari ikut pelatihan di Turki hingga mengabdi di Asmat. dokter Arini juga menceritakan kisahnya saat bersinergi dengan Aksi Cepat Tanggap dalam aksi medis di Distrik Sirets, Kabupaten Asmat, tahun 2018. Ia masih ingat betul ketika seorang bapak memohon pengobatan karena telinganya sakit. Ternyata, sudah sebulan seekor serangga masuk ke lubang telinga pasien.
“Bapak kenapa tidak ke puskesmas?," tanya Dokter Arini kepada bapak itu.
"Buat apa saya ke puskesmas?. Di puskesmas tidak ada dokter,” kata dokter Arini menirukan jawaban bapak yang menjadi pasiennya kala itu.
Menurut dokter Arini, dia bisa menangani dua sampai tiga keluhan dari seorang pasien di Distrik Sirets. Warga Asmat saat itu bahkan sangat bahagia dengan kunjungan dokter Arini dan Aksi Cepat Tanggap, walau hanya dua minggu.
Berdasarkan pengalamannya, Ia mengatakan tidak ada dokter di fasilitas kesehatan daerah itu, karenanya dia merasa perlu memberi perhatian kepada perawat dan bidan sebagai ujung tombak kesehatan, salah satunya soal kemampuan penanganan kegawatdaruratan.
“Fasilitas kesehatan dari satu tempat ke tempat lain sangat jauh. Saat itu saya tanya ke semua perawat dan bidan di sana, mereka belum pernah sama sekali mendapat pelatihan lanjutan setelah mereka pendidikan. Jadi saya sempatkan untuk memberikan pelatihan basic trauma cardiac life support untuk perawat dan bidan,” lanjutnya.
Dokter yang mulai bersinergi dengan Aksi Cepat Tanggap tahun 2015 itu juga pernah menjadi relawan untuk pengungsi Rohingya di Cox’s Bazar, Bangladesh, tahun 2017. Di sana, ia turut memeriksa kesehatan para pengungsi yang sebagian melakukan eksodus untuk menghindari kekerasan etnis di wilayah sebelumnya.
"Dengan tempat tinggal yang tidak layak, beralas tanah dan atap terpal, tentu banyak sekali permasalahan kesehatan yang muncul,” tuturnya.
Bertugas di pengungsian membuatnya melihat kemiskinan menjadi sumber masalah kesehatan.
Setahun lalu ia juga ikut membersamai masyarakat terdampak kabut asap di Provinsi Riau. Dokter Arini menuturkan, pada waktu itu, warga yang datang berobat umumnya ibu-ibu dan anak-anak. Mereka mengeluhkan sesak napas dan mata perih setiap harinya, walaupun mereka berada di dalam rumah.
Dokter Arini juga menceritakan kisah pertemuannya dengan Aksi Cepat Tanggap yang diawali saat ia mengikuti seleksi untuk Emergency Training Service di Izmir, Turki pada tahun 2015 lalu. Menurutnya, pelatihan kesehatan kolaborasi antara ACT dengan Kementerian Kesehatan Turki waktu itu menjadi pintu kiprah dirinya menyelami dunia kemanusiaan.
“Saat kami mau berangkat, kami dapat pencerahan dari Presiden ACT saat itu, Pak Ahyudin. Beliau bertanya pada kami, "apa cita-cita Anda?, kalau hanya jadi dokter (itu) biasa, tetapi yang tidak biasa adalah anda harus terus bermanfaat". Kata-kata itu menjadi tamparan untuk saya, seperti menemukan makna hidup,” cerita dokter Arini.
Mengakhiri kisahnya, tak lupa dokter Arini menyampaikan harapannya.
"Semoga dengan kehadiran MHS berkolaborasi dengan banyak tenaga kesehatan di Indonesia, kita bisa berkontribusi di dunia kesehatan dengan lebih baik," harapnya. (f3)