HarianNusa,Mataram – Komisi II DPRD NTB menegaskan komitmennya untuk mengawal serius persoalan izin PT Sadana Arif Nusa setelah menerima aspirasi dari Aliansi Peduli Demokrasi dalam hearing terbuka pada Kamis (4/12/25).
Hearing dipimpin langsung Ketua Komisi II DPRD NTB, Lalu Pelita Putra didampingi Wakil Ketua Komisi II, Megawati Lestari serta Anggota Komisi II Hulaemi. Hadir pula perwakilan DLHK NTB dan pihak PT Sadana Arif Nusa.
Dalam forum tersebut, Aliansi Peduli Demokrasi melalui Ahmad Halim menyampaikan kritik terkait aktivitas penebangan PT Sadana yang dinilai tidak sesuai izin dan merugikan masyarakat. Meski berbagai tudingan disampaikan, Komisi II menegaskan bahwa seluruh informasi akan diproses secara menyeluruh dan profesional.
Ketua Komisi II DPRD NTB, Lalu Pelita Putra, menegaskan bahwa DPRD tidak akan tergesa-gesa mengambil sikap tanpa kajian mendalam.
“Kami harus rapat terlebih dahulu. Kami akan mengkaji semua masukan dari aliansi, DLHK maupun dari pihak Sadana agar langkah yang diambil benar-benar obyektif,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Komisi II bertanggung jawab memastikan setiap keputusan didasarkan pada data dan peraturan yang berlaku. Karena itu, proses tindak lanjut harus melalui mekanisme internal DPRD.
Lalu Pelita juga menegaskan bahwa hasil rapat Komisi II nantinya akan dibawa ke pimpinan DPRD untuk diputuskan di tingkat kelembagaan.
“Rekomendasi ini tentu akan kami sampaikan ke pimpinan, bagaiman hasil diskusi kami. Kemudian tentu akan didiskusikan juga dengan pemerintah daerah,” jelasnya.
Sebelumnya Ahmad Halim yang mewakili Aliansi Peduli Demokrasi, menyampaikan kritik keras terhadap aktivitas penebangan yang dilakukan PT Sadana Arif Nusa di kawasan yang sebelumnya dikelola masyarakat. Ia menilai perusahaan tidak memiliki izin yang sesuai untuk melakukan penebangan kayu di kawasan tersebut.
“PT. Sadana ini sebelum mendapat izin sudah melakukan penerbangan duluan,” tegasnya.
Menurutnya perusahaan tersebut hanya mengantongi izin IUPHHK-HTI, bukan izin pemanfaatan hasil hutan alam (IUPHHK-HA), sehingga aktivitas mereka dinilai menyalahi aturan. Halim juga menuding kegiatan perusahaan sejak 2012 itu telah merugikan masyarakat Lombok Tengah, yang sebelumnya menanam jambu mente dan tanaman tumpang sari di wilayah tersebut.
Karena berbagai persoalan itu, Aliansi Peduli Demokrasi memberi ultimatum agar pada 10 Desember ini perusahaan harus meninggalkan kawasan tersebut. (F3)
Ket. Foto: Situasi Hearing Aliansi Peduli Demokrasi di Ruang Komisi II DPRD NTB. (HarianNusa/fit)



