HarianNusa.com, Sumbawa – Politisi Partai Keadilan Sejahterah (PKS) yang juga anggota komisi 2 DPRD Kabupaten Sumbawa Salamuddin Maula langsung turun ke lapangan bersama masyarakat di sekitar lokasi Bendungan Beringin Sila di Kecamatan Utan, Sumbawa.
Tidak sendiri, Jalo sapaan akrabnya turun ke lokasi tersebut didampingi Ketua LAR Sumbawa, Roni Pasarani.
Usai turun kelapangan Jalo mengatakan ada dugaan penyimpangan yang terjadi pada proses ganti rugi lahan masyrakat di sekitar bendungan Beringin Sila.
“Banyak penyimpangan yang terjadi. Karena beberapa hal yang dilihat dan tidak pas,” ungkapnya kepada wartawan dirumah makan AB2 Gang Mangga Sumbawa, Selasa (17/7/2018).
Menurut dia, masyarakat yang memiliki lahan di sekitar bendungan tersebut ada yang sudah dikasih pembayaran tetapi ketinggiannya tidak harus dibebaskan.
Selain itu jalo mengatakan jika ada pembuatan sporadik tahun 2017. Sementara sporadik yang terbit tahun 2008 tidak dilakukan pembayaran. “Ini ada apa?,” tanya Jalo.
Dikatakan Jalo sebagai bukti kepemilikan masyarakat ada banyak pohon kayu besar seperti pohon jati, kelapa dan jambu menteh.
“Dan ini bagi saya ada keanehan. Dan ada indikasi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Dan ini akan kita lihat nanti saat rapat di DPRD,” tambahnya.
Selain itu Jalo juga melihat ada masalah sistim ganti rugi sawah nilainya dari Rp 17-21 juta/Are.
“itu ada yang dibayar Ahmad Idris sangat murah dari 16 Are hanya sebesar Rp 190 juta/Are. Itu semua ada buktinya. Dan cara ngitungnya bagaimana. Sementara juga ada yang dibayar namanya H. Idi 4 Are dibayar Rp 80 juta” sambungnya.
Di tempat terpisah Kabag Pertanahan Setda Kabupaten Sumbawa Abdul haris mengatakan tanah yang dimiliki oleh masyarakat di bagian barat merupakan tanah yang tidak masuk dalam kawasan hutan. Sedangkan tanah yang sebelah timur itulah tanah yang masuk dalam kawasan.
“Dan memang benar ada penerbitan sporadik pada tahun 2017 lalu. Tapi, bukan berarti tanah tersebut tidak bertuan. Karena sudah sejaklama masyarakat memiliki tanah tersebut,” papar Haris.
Dikatakan Haris, untuk pembayaran ganti rugi harus ada dasarnya dan dasar tersebut adalah sporadik. Karena semua tanah warga yang ada di sekitar lokasi bendungan belu. Ada yang bersertifikat. Jadi dengan sporadik itulah pihaknya melakukan pembayaran kepada masyarakat.
Ketika ditanya, jika ditemukan masalah pada proses kompensasi tanah masyarakat langkah apa yang harus diambil oleh Pemda? Haris menjawab, semua prosedur sudah dilakukan.Dan juga tidak pernah ada selisih dalam proses pembayaran tersebut.
“Karena, sudah sesuai dengan perhitungan dari tim Apprisal,” ungkapnya.
Sementara itu Kasi Tanah Surbini mengatakan bahwa terkait dengan adanya informasi dengan selisih tersebut ada kesalahan pemahaman. Karena pengambilan data itu dilakukan dua tahap. Pada pembayaran pertama dilakukan sekitar 15 Desember 2017 sebesar 53 pesren dari nilai yang dibayar. Karena saat itu ada uang dari APBD sebesar Rp 10 milyar (sepuluh milyar rupiah). Sedangkan sisanya dibayar pada 18 Januari 2018 sebesar 47 persen dari Rp 6,672 milyar. Dan totalnya adalah Rp 16,672 Milyar.
Jadi, lanjut Surbini, intinya yang belah kiri atau sebelah timur itu masuk dalam peta kawasan. Dan untuk memastikan masuk atau tidaknya pihaknya bersama teman-teman dari kehutanan sudah turun. Dan untuk yang masuk dalam kawasan hutan tidak bisa dibayarkan ganti ruginya. (f3)