Connect with us

Headline

FITRA NTB Soroti Proyek Dermaga Pantai Pink

Published

on

HarianNusa.com, Mataram – Pemerintah Provinsi NTB melalui Dinas Pariwisata berencana akan membangun dermaga di Pantai Pink atau Pantai Tangsi Lombok Timur. Rencananya proyek yang akan menelan anggaran mencapai Rp 550 juta tersebut untuk melengkapi fasilitas di Pantai Pink.

Proyek tersebut mendapat penolakan masyarakat. Bahkan melalui sebuah petisi di situs change.org, ratusan masyarakat menandatangai petisi penolakan. Menurut masyarakat, proyek dermaga tersebut justru akan mengancam ekosistem terumbu karang merahnya. Proyek tersebut dinilai tidak tepat dan terkesan menghamburkan anggaran.

FITRA NTB tidak luput menyoroti proyek tersebut. Sekjen Fitra NTB Ervyn Kaffah meminta pihak terkait untuk menjelaskan pembangunan dermaga tersebut yang selama ini dipertanyakan publik.

“Gubernur atau minimal asisten yang mengkoordinasi bidang pariwisata harus jelaskan kepada publik mengenai ikhwal pembangunan dermaga di Pantai Pink yang dipertanyakan publik,” ujarnya, Minggu (10/12).

Ervyn menilai tingginya perhatian publik terhadap isu tersebut membuat terbuka peluang proyek dermaga di Pantai Pink dihentikan. Jika nantinya proyek tersebut dihentikan, para pemimpin birokrasi tidak cukup sekedar menghentikan, namun harus ada pertanggungjawaban dari perencanaan proyek tersebut.

Advertisement

“Jika menilai tingginya perhatian publik, terbuka peluang proyek tersebut dihentikan pelaksanaannya. Jika itu terjadi, langkah para pemimpin birokrasi tidak cukup dengan sekedar menghentikan, harus ada pertanggungjawaban bagaimana proses perencanaan proyek tersebut sejak awal hingga proyek tersebut ditolak. Demikian pula bagaimana proses pengambilan keputusan pemindahan proyek ke lokasi baru di Pantai Pink,” paparnya.

Menurut informasi, proyek tersebut rencananya dibangun di Pantai Ekas Lombok Timur. Namun lantaran penolakan warga, proyek tersebut dipindah ke Pantai Pink.

Pertanggungjawaban pemerintah menurut Ervyn sangat penting dilakukan. Pertama terkait kelayakan proyek dan penggunaan anggaran.

“Apakah proyek memang dibutuhkan dan memang layak dilaksanakan sesuai rencana kerja Pemda di sektor pariwisata atau sedari awal memang tidak layak (salah perencanaan),” pungkasnya.

“Begitu pula jika proyek tersebut dihentikan. Tidak dapat ditolak bahwa ada kerugian yang harus ditanggung daerah dan publik, karena Pemda harus membayar bagian proyek yang telah berjalan kepada penyedia/pelaksana proyek,” sambungnya.

Advertisement

Selain itu kejelasan mengenai pihak yang bertanggungjawab diperlukan. Menurut Ervyn Kejelasan mengenai pihak yang bertanggungjawab terhadap keputusan pembangunan dermaga di Pantai Pink diperlukan dalam menguatkan budaya birokrasi berbasis “merrit-system”.

“Kita harus meninggalkan budaya lama: segenap pujian untuk pimpinan/atasan saat proyek/program sukses atau meraih prestasi, tapi saat muncul masalah selalu staf yang dianggap bersalah,” cetusnya.

“Saya berpendapat, pemindahan lokasi proyek tersebut tentu telah melalui proses management sehingga pengambilan keputusan telah melalui mekanisme yang berlaku di birokrasi,” tambahnya.

Terakhir, Ervyn menambahkan tanpa adanya kejelasan mengenai hal ini dapat memunculkan potensi stigma terhadap kepala OPD dan staf yang membawahi proyek tersebut sebagai pihak yang dianggap bersalah atau tidak becus mengambil keputusan atau bekerja, padahal belum tentu demikian. (sat)

Advertisement

Headline

Pemerintah Genjot Pembangunan 400 SPPG di NTB, Baru 25 Persen Terealisasi

Published

on

By

HarianNusa, Mataram – Pemerintah pusat menargetkan pembangunan 400 unit Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) guna mendukung program pemenuhan gizi masyarakat, terutama bagi pelajar. Hingga saat ini, realisasi pembangunan baru mencapai 25 persen atau sekitar 54 unit.

“Untuk program makan bergizi, kita targetkan pembangunan SPPG di NTB sebanyak 400 unit. Saat ini baru terbangun sekitar 25 persen. Harapannya, target ini dapat tercapai sepenuhnya pada tahun 2025,” ujar Anggota Komisi IX DPR RI, H. Muazzim Akbar, usai melakukan pertemuan dengan Sekretaris Daerah (Sekda) NTB dalam rangka kunjungan kerja Komisi IX DPR RI ke Pemprov NTB, Rabu, (28/5).

SPPG merupakan dapur umum yang memproduksi makanan bergizi dan tersebar di 26 provinsi. Jawa Barat menjadi daerah dengan jumlah SPPG terbanyak, yakni 57 titik. Konsep ini melibatkan koperasi, yayasan, hingga perusahaan swasta sebagai mitra penyedia makanan sehat.

Muazzim menegaskan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah dan berbagai instansi, termasuk Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), dalam mempercepat pembangunan dan menjamin keamanan makanan yang disajikan.

“BPOM harus turun langsung ke lapangan. Jangan hanya menunggu laporan. Kita tidak ingin terjadi kasus keracunan makanan atau konsumsi bahan yang tidak layak, seperti buah berulat,” tegasnya.

Advertisement

Ia menambahkan, kehadiran SPPG yang merata di seluruh NTB akan menjadi kunci keberhasilan program makan bergizi nasional dan sekaligus mendukung penurunan angka stunting serta peningkatan kualitas kesehatan generasi muda.

Dengan target 400 SPPG tersebut, Muazzim meminta seluruh pihak bahu-membahu agar misi besar pemenuhan gizi ini tidak hanya sekadar wacana, melainkan terealisasi nyata dan memberi dampak langsung bagi masyarakat NTB. (F3)

Ket. Foto:

Anggota Komisi IX DPR RI Dapil NTB dari Partai Amanat Nasional, H. Muazzim Akbar. (HarianNusa)

Advertisement
Continue Reading

Headline

Viral Video Pernikahan Anak, Anggota Komisi V DPRD NTB Jamhur Desak Sanksi Tegas untuk Pencegahan

Published

on

By

HarianNusa, Mataram  –  Viralnya video pernikahan di bawah umur di media sosial baru-baru ini mengundang perhatian publik, termasuk dari kalangan legislatif. Anggota Komisi V DPRD Provinsi NTB, H. Muhammad Jamhur, angkat bicara mengenai fenomena tersebut dan menegaskan pentingnya edukasi serta peran semua pihak dalam mencegah pernikahan dini.

Menurut HM Jamhur, fenomena Merarik Kodek atau pernikahan dini sebenarnya terjadi di banyak tempat, hanya saja tidak semuanya terekspos ke publik. “Permasalahan pernikahan di bawah umur ini terjadi di mana-mana. Ada yang terpublikasi, ada juga yang tidak. Di era digitalisasi seperti sekarang, semua peristiwa sangat mudah terekspos dan menjadi viral, bahkan tanpa disadari oleh pelaku atau keluarga,” ungkapnya, Senin, (26/5) kepada hariannusa.com.

Ia menilai, walaupun viralitas di media sosial terkadang membawa keberuntungan bagi pemilik akun, namun di balik itu terdapat persoalan serius yang harus segera ditangani. “Pernikahan dini berdampak besar terhadap masa depan pelaku, baik secara psikologis maupun kesehatan. Ini bisa menjadi salah satu penyebab tingginya angka kawin cerai, serta risiko saat kehamilan dan persalinan. Bahkan anak-anak dari pernikahan dini banyak yang rentan mengalami stunting,” jelasnya.

H. Jamhur mengajak semua elemen masyarakat untuk mengambil peran aktif dalam memberikan edukasi secara masif, mulai dari orang tua, keluarga terdekat, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat hingga pemerintah. Ia menegaskan pentingnya peran kolaboratif dalam menekan angka pernikahan dini di NTB.

Ia juga menyoroti keberadaan Peraturan Daerah (Perda) tentang Pencegahan Perkawinan Dini yang sudah dimiliki oleh NTB. Namun, menurutnya, perda tersebut belum efektif karena tidak mengatur sanksi tegas bagi pelanggarnya. “Kita sudah punya perda, tapi kelemahannya tidak ada sanksi tegas. Ini harus menjadi perhatian agar regulasi benar-benar berdampak,” tandasnya.

Advertisement

Dengan pernyataan ini, H. Jamhur berharap adanya perhatian serius dan langkah konkret dari semua pihak untuk melindungi generasi muda dari dampak negatif pernikahan di usia dini.

Seperti diketahui baru-baru ini jagad media sosial dihebohkan dengan video nyongkolan pernikahan anak dibawah umur dimana pengantin perempuan masih duduk dibangku SMP sedangkan pengantin pria baru kelas 1 SMK. Pasangan tersebut diketahui berasal dari Lombok Tengah. (F3)

Ket. Foto:

Anggota Komisi V DPRD NTB, HM. Jamhur. (Ist)

Advertisement
Continue Reading

Ekonomi

Dorong Produktivitas Pertanian, Gubernur NTB Serahkan Combine Harvester ke Kabupaten Sumbawa

Published

on

By

HarianNusa, Sumbawa – Komitmen Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) dalam memperkuat ketahanan pangan kembali dibuktikan. Gubernur NTB, Dr. Lalu Muhamad Iqbal, secara resmi menyerahkan dua unit combine harvester kepada Bupati Sumbawa, Syarafuddin Jarot, pada Senin (26/5). Bantuan alat panen modern ini menjadi bagian dari upaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor pertanian di wilayah lumbung pangan NTB.

“Yang lain semua dapat, tetapi yang kita utamakan daerah-daerah yang jadi lumbung pangan,” tegas Gubernur Iqbal, menekankan pentingnya optimalisasi alat modern untuk mendukung kabupaten-kabupaten penghasil pangan utama, termasuk Sumbawa dan Lombok Tengah.

Gubernur juga berharap agar bantuan ini dikelola langsung oleh pemerintah kabupaten untuk memastikan pemanfaatan yang maksimal. Ia menekankan bahwa dengan skema pinjam atau sewa, alat ini bisa digunakan bergilir oleh para petani tanpa risiko diperjualbelikan.

“Barang itu juga akan tetap terpelihara sehingga dalam jangka waktu sekian tahun, semua kebutuhan petani untuk combine harvester sudah terpenuhi,” ujar Gubernur.

Bupati Sumbawa, Syarafuddin Jarot, mengapresiasi langkah cepat dan strategis dari pemerintah provinsi. Menurutnya, bantuan ini sangat sejalan dengan visi daerah dalam mengembangkan sektor agromaritim berbasis potensi lokal.

Advertisement

“Ini adalah bentuk nyata sinergi pusat-daerah untuk mendukung ketahanan pangan nasional, dan kami siap mengelola serta memanfaatkan alat ini sebaik mungkin,” kata Bupati Jarot.

Penyerahan combine harvester ini menjadi langkah konkret dalam transformasi sektor pertanian NTB menuju pertanian modern yang efisien dan berkelanjutan. (F3)

Ket. Foto:

Gubernur NTB, Dr. Lalu Muhamad Iqbal Bupati Sumbawa, Syarafuddin Jarot, berpose bersama pada kegiatan serah terima dua unit combine harvester, Senin (26/5). (Ist)

Advertisement
Continue Reading

Populer

error: Content is protected !!