HarianNusa.com, Mataram – Lembaga Kajian Sosial dan Politik Mi6 Mataram melihat peluang paket Fiddin dalam Pilkada Lombok Timur berpeluang unggul.
Alasan tersebut menurut Mi6 lantatan paket tersebut telah belajar dari kekalahan Pilbup Lombok Timur 2013 silam. Paket Fiddin merupakan kreasi politik piawai nan cerdik melihat celah kekuatan dengan menggabungkan kekuatan jamaah yakni NU dan NW. Mergernya dua blok kekuatan jamaah ini sebagai upaya taktis meraih dukungan suara para jamaah untuk kemenangan Fiddin.
Selain itu Mi6 memprediksi akselarisasi Fiddin di basis pemilih, khususnya di akar rumput akan lebih efektif dan intensif mengikuti langgam gerak Zul-Rohmi. Dengan armada kecil, Fiddin lebih leluasa bergerak dari satu titik ke titik lain secara informal tanpa protokoler yang justru terkesan membuat jarak dengan konstituen.
“Hal ini tercermin dari pola gerakan Cabup Samsul Lutfi dan Cawabup Najamuddin Moestapa yang tetap menyambangi konstituen setiap hari, khususnya di wilayah pedesaan,” ujar Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto, Selasa (13/02).
Field trip politik harian Fiddin ini harus dimaknai sebagai cara untuk memperkuat dan mengamankan basis pemilih agar tetap setia dan loyal sampai akhir.
“Agaknya Samsul Lutfi dan jamaah NW tidak ingin mengulang kisah Pilkada Lotim 2013 silam. Apalagi sekarang “The Prince” NW Samsul Lutfi menjadi papan satu sesuai aspirasi Jamaah NW. Tentu ini menjadi spirit baru jamaah NW makin solid dalam menyukseskan Fiddin,” paparnya.
Mi6 menilai uji material soliditas dan loyalitas jamaah NW pastinya akan terlihat nanti dalam survey politik, terakhir saat di TPS. Hal ini penting sebagai alat mengukur kinerja politik Fiddin dalam melakukan penetrasi di basis pemilih.
“Survey politik sebagai Tools harus diyakini sebagai pandu suar melihat persepsi pemilih,” terang Didu sapaan akrab Direktur Mi6.
Sementara itu lanjut Didu, Cawabup Fiddin, Najamuddin Moestapa akan menjadi tandem politik yang efektif dalam mendulang pundi-pundi suara dari kaum Nahdliyin. Selain itu Najamuddin sebagai “the rising start” dalam jajaran Cawabup juga tetap melakukan turba dan bersilaturahmi ala NU yang mengedepankan ukhuwah islamiyah yang menghormati adat istiadat dan kebiasaan setempat.
“Karakter dasar warga Nahdliyin adalah toleran terhadap nilai nilai dan adat kebiasaan di masyarakat,” ungkapnya.
Dalam konteks pemilih di Lombok Timur, kata Didu, Fiddin dituntut adaptif dan terbuka dengan kelompok pemilih yang tidak berafiliasi dengan jamaah NU ataupun NW. “Ini tentu butuh treatment tersendiri untuk meraih simpati,” jelas Didu.
Solo Run Samsul Lutfi
Mi6 mengamati Samsul Lutfi yang juga Ketua DPC Partai Demokrat lombok Timur saat ini terkesan lebih mengutamakan gerakan solo run yang lebih fleksible dan lincah dalam menembus kantong-kantong basis pemilih baru pada semua tingkatan strata sosial. Tentu ini berkaitan dengan makin mendekatnya tahapan akhir pilkada bulan Juni 2018.
“Secara psikologis politik, Samsul Lutfi ingin memperluas basis pemilihnya secara terukur dengan cepat dan praktis,” kata Didu.
Selanjutnya Didu menambahkan Lutfi tentu berkejaran dengan waktu, sementara dengan luasnya medan geografi Lombok Timur, maka pilihan taktik Lutfi yang lebih mengedepankan aksi solo runnya untuk mempercepat akses menguasai pemilih baru. Untuk itu gerak cepat melakukan penetrasi wilayah baru penting dilakukan agar simpul jaringan pemilih terintegrasi dengan baik.
“Pada waktunya nanti Fiddin skan menggerakkan mesin partai untuk mengakumulasi jumlah dukungan konstituen,” jelasnya.
Sementara itu Sekretaris Mi6, Lalu Athari Fathullah mengatakan daya jelajah Fiddin jauh lebih rapi dan terukur dalam meraih simpati masyarakat Lombok Timur. Hal ini tak terlepas dari motivasi kuat Samsul Lutfi dan Najamuddin berbuat terbaik dalam mengemban amanah loyalis vottersnya.
“Kecepatan akselerasi membentuk jejaring pemilih baru patut diapresiasi,” kata Athari yang juga Sekretaris KNPI NTB ini.
Menurutnya Fiddin adalah paket yang komplit dan efektif, diusung dua partai politik, Demokrat dan PKB dengan 11 kursi parlemen.
Paslon nomor 4 Ini mewakili unsur organisasi NW dan NU,
karena bagimanapun juga Najamuddin yang merupakan mantan Ketua DPW PKB NTB identik dengan kalangan dan kelurga besar NU, sementara itu Samsul Lutfi representasi dari kelurga besar NW.
Lebih jauh Athar menambahkan berkaca pada Pilkada Lotim lima tahun lalu, Samsul Lutfi yang saat itu maju bersama Sukiman tidak ingin kembali gagal. Dengan gerakan partai koalisi yang ramping akan memudahkan gerakannya terus turun ke basis masyarakat.
“Samsul Lutfi adalah sosok politisi yang sudah teruji, gagal jadi wakil bupati lima tahun lalu tidak membuatnya patah arang, Lutfi maju sebagai calon DPR RI NTB dan terpilih sebagai salah satu wakil NTB di Senayan. Kiprah Politik Syamsul Lutfi sudah tidak diragukan lagi, publik sudah mengenalnya sebagai sosok petarung yang gigih dan bersahaja,” ungkapnya.
Bagi Athari pertarungan Pilkada Lotim menjadi menarik dengan munculnya Khaerul Warisin sebagai calon bupati, karena akan menambah spirit bagi para kandidat lain. Karena Khaerul warisin yang dulu maju melalui jalur independen kini berubah haluan dan diusung oleh koalisi partai politik.
“Menariknya lagi ada calon lain yang maju melalui jalur independen untuk mencoba meneruskan tradisi bupati sebelumnya. Maka gengsi politik akan semakin tinggi bila melihat dan berkaca pada Pilkada sebelumnya. Partai politik tidak ingin kalah untuk yang kedua kalinya,” tambahnya.
Di mata Athari segala manuver dan infiltrasi di basis pemilih strategis tidak terlepas dari kuatnya motif Samsul Lutfi yang tidak mau jadi pecundang lagi dalam Pilbup Lotim. “Fiddin pasti akan all out bertarung secara satria,” lanjutnya.
Untuk itu, kata Athari kekompakan dan soliditas Fiddin akan menjadi simpul utama dalam menggerakkan agenda utama menguasai step by step basis pemilih yang terpetakan secara arah dukungan politiknya.
“Di sinilah titik krusialnya, apakah Fiddin mampu mengabsorbsi dan merawat kesetiaan pemilihnya hingga hari H pencoblosan,” ulas Athari.
Dalam berbagai kasus di Pilkada ujar Athari, tak jarang terjadi migrasi dukungan rakyat ke paslon lain karena hal-hal yang tidak elementer.
“Pragmatisme rakyat bisa jadi karena proses komunikasi sebelumnya dibangun atas dasar tawaran janji dan angka-angka, bukan dalam kerangka membangun kesadaran kolektif ,” pungkasnya. (sat)