Connect with us

Politik

Foto Acungkan Satu Jari, Anggota KPID NTB Disoroti Bawaslu

Published

on

Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Provinsi NTB, Umar Achmad Seth, SH.,MH (HarianNusa.com/f3)

HarianNusa.com – Beredarnya foto salah seorang anggota Komisioner KPID Provinsi NTB yang mengacungkan satu jari bersama caleg dan timses salah satu pasangan capres dan cawapres 2019 yang viral beredar di sosial media, Bawaslu NTB atensi hal tersebut.

Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu NTB, Umar Acmad Seth, SH.,MH., menyatakan atas beredarnya berita tentang foto mengacungkan satu jari salah seorang Komisioner KPID NTB itu untuk memperjelas posisi kasus tersebut pihaknya akan melakukan rapat pleno terlebih dahulu apakah akan dilakukan investigasi terhadap kasus itu.

“Setelah ada perintah investigasi maka kami akan melakukan investasi dengan mendatangi orang-orang yang telah memberikan informasi ini kepada Bawaslu,” kata Umar ditemui Hariannusa.com di Ruang Kerjanya, Selasa, (22/1/19) sore.

Lebih rinci, Umar memaparkan tahapan proses yang akan dilakukan terhadap kasus tersebut.

“Hasil dari investasi itulah yang akan dituangkan dalam laporan hasil pengawasan. Nah laporan hasil pengawasan itu nanti selanjutnya akan di plenokan lagi. Hasil pleno itulah nanti yang akan menentukan apakah kasus ini akan ditindaklanjuti atau seperti apa nantinya,” jelas Umar.

Advertisement

Terpisah, Sekretaris KPID NTB, Fairus Zabadi mengatakan bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima surat pemanggilan dari Bawaslu terkait beredarnya foto acungkan satu jari salah seorang Komisioner KPID NTB itu.

“Sampai saat ini belum ada surat yang dikirim Bawaslu kepada Komisi Penyiaran Indonesia Daerah NTB,” Kata Pria yang lebih dikenal dengan sebutan Abu Macel itu.

Ditanya apakah KPID akan mengambil sikap terhadap anggotanya yang diduga menyalahi aturan karena dianggap tidak netral tersebut, Fairus mengatakan tentu saja Komisioner akan mengambil langkah-langkah sesuai kode etik yang berlaku di KPID NTB.

Saat ditemui, Ketua beserta jajaran Komisioner KPID NTB tidak ada ditempat. Menurut informasi mereka sedang menghadiri acara di Lombok Timur.

Beredarnya foto salah seorang Komisioner KPID NTB yang mengacungkan satu jari tersebut menjadi polemik karena dianggap tidak netral dan diduga melanggar etik. (f3)

Advertisement

Lombok Barat

Pasangan Lazadha Diterpa Issu Miring, Bupati LAZ : Itu Semua Fitnah dan  Masyarakat Jangan Terprovokasi

Published

on

By

HarianNusa, Mekkah – Setelah sukses meraih berbagai prestasi membanggakan dan berhasil melaksanakan terobosan untuk membangun daerah, Pasangan LAZADHA mulai dipecah belah oleh oknum yang mengaku dari kelompok relawan yang mengatasnamakan diri dengan Sunah (Solidaritas Santri Ummi Nurul Adha). Kelompok relawan ini rencananya akan mengelar aksi dengan sejumlah tuntutan.  Menanggapi hal tersebut, Bupati Lombok Barat H.Lalu Ahmad Zaini (LAZ) dari tanah suci mekkah, Kamis, 29 Mei 2025 langsung memberikan klarifikasi. 

Menurut Bupati LAZ, semua yang disampaikan oleh orang yang mengaku sebagai kelompok relawan yang tidak terdaftar tersebut adalah tidak benar dan semuanya fitnah. Hal ini karena pihaknya tidak pernah menyampaikan tentang semua hal yang menjadi tuntutan kelompok relawan tersebut.  Ia bahkan meminta kelompok relawan tersebut untuk memberikan bukti rekaman jika pihaknya pernah mengatakan hal-hal yang dapat mengganggu hubungan harmonis dengan Wakil Bupati.

 “Semuanya adalah fitnah dari orang yang tidak bertanggung jawab, saya meminta orang yang menyebar fitnah ini segera bertaubat nasuha,” ujarnya.

Lebih lanjut Bupati LAZ meminta semua masyarakat untuk tidak terpengaruh dan tidak terprovokasi  dengan isu dan fitnah yang dibuat oleh kelompok tersebut. Ia meminta semua pihak untuk tetap menjaga kondusifitas daerah. Selain itu ia juga meminta masyarakat untuk tetap konsentrasi dalam mendukung berbagai program pembangunan di Lobar. Ia menambahkan bahwa dirinya bersama wakil bupati tetap harmonis dan tetap berkomunikasi dengan lancar. 

“Kami minta semua masyarakat tidak terprovokasi oleh hal tersebut. Kami bersama ibu wabup terus berkomitmen untuk tetap menjaga kebersamaan dan untuk mewujudkan Lombok Barat maju, Mandiri dan Berkeadilan, sejahtera dari desa. Mari kita tetap bersatu dan berkolaborasi,” ujarnya.

Advertisement

Sebelumnya beredar surat pemberitahuan aksi dari oknum yang mengatasnamakan diri sebagai kelompok relawan Sunnah (Solidaritas Santri Ummi Nurul Adha). Ia akan menggelar aksi unjuk rasa pada hari senin, 2 Juni 2025 di kantor Bupati Lobar dengan berbagai tuntutan. Dari informasi kelompok relawan ini tidak terdaftar sebagai relawan Lazadha dan tidak diketahui oleh tim dari Hj. Nurul Adha. Kelompok ini diduga kuat ingin memecah belah pasangan Lazadha yang memiliki track yang bagus dalam memimpin Lobar. Masyarakat diminta untuk tidak terpancing oleh isu isu yang tidak benar. (F3)

Continue Reading

Lombok Barat

DPRD Lombok Barat Setujui Raperda RTRW 2025–2045, Ajukan Puluhan Catatan dan Pertanyaan Strategis

Published

on

By

HarianNusa, Lombok Barat – Dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Lombok Barat yang digelar pada Rabu, 21 Mei 2025, Gabungan Fraksi–Fraksi DPRD Lombok Barat menyampaikan pandangan umumnya terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lombok Barat Tahun 2025–2045.

Pandangan umum tersebut dibacakan oleh Abdul Majid, di hadapan pimpinan dewan, eksekutif, dan seluruh peserta sidang. Gabungan Fraksi -fraksi DPRD Lombok Barat menegaskan, bahwa penyusunan RTRW merupakan mandat dari Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan merupakan bentuk komitmen Pemerintah Daerah dalam menyelaraskan pembangunan daerah dengan kebijakan nasional dan provinsi.

“Raperda ini adalah dokumen strategis jangka panjang yang sangat menentukan arah pembangunan, pelestarian lingkungan, serta kesejahteraan masyarakat. Dengan penataan ruang yang baik, kita berharap dapat meminimalisir konflik pemanfaatan ruang, kerusakan lingkungan, dan ketimpangan wilayah,” ujar Abdul Majid.

Gabungan fraksi DPRD yang terdiri dari Fraksi Partai Golkar, Partai Nasdem, PKS, PKB, PPP, Demokrat, PAN, Gerindra, dan Perindo menyatakan sepakat agar Raperda RTRW 2025–2045 dilanjutkan ke tahap pembahasan lebih rinci. Namun, kesepakatan itu disertai sejumlah catatan kritis, saran strategis, dan permintaan penjelasan dari pemerintah daerah.

Dalam dokumen pandangan umum tersebut, DPRD menyampaikan lebih dari 20 pertanyaan substantif. Beberapa hal krusial yang ditanyakan antara lain:

Advertisement

Urgensi penyusunan RTRW baru: Apa dasar utama revisi RTRW 2025–2045 dibandingkan kebijakan sebelumnya?

Sinkronisasi: Sejauh mana dokumen ini sudah sejalan dengan RTRW Provinsi NTB dan Rencana Tata Ruang Nasional?

Visi jangka panjang: Apa arah pembangunan ruang Kabupaten Lombok Barat hingga 2045?

Zonasi wilayah dan tumpang tindih fungsi lahan: Termasuk pertanyaan tentang bagaimana penanganan kawasan hutan yang tumpang tindih dengan kawasan pariwisata atau pertambangan.

Mitigasi bencana: Bagaimana RTRW ini mengantisipasi risiko gempa dan bencana lainnya di wilayah rawan seperti pesisir dan perbukitan?

Advertisement

Pertanian dan hutan lindung: Langkah apa yang diambil untuk melindungi kawasan pertanian berkelanjutan dan hutan?

Pengembangan infrastruktur strategis: Termasuk rencana pengembangan jalan, pelabuhan, irigasi, dan fasilitas umum lainnya.

Konflik pemanfaatan ruang dan penegakan hukum: Termasuk mekanisme pengawasan terhadap bangunan ilegal dan sanksi bagi pelanggar tata ruang.

Fraksi Gabungan juga menyoroti pentingnya perlindungan kawasan strategis dan sumber daya alam. Khususnya di kawasan seperti Senggigi, Sekotong, dan penyangga KEK Mandalika, pemerintah diminta memperhatikan keberlanjutan lingkungan, perlindungan budaya lokal, serta keberpihakan terhadap UMKM dan pasar rakyat dalam penataan zona pariwisata.

“Penataan ruang harus memperhatikan keterpaduan antara fungsi ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan hidup. Jangan sampai terjadi alih fungsi lahan yang merugikan masyarakat dan merusak ekosistem, terutama di kawasan pesisir dan perbukitan yang rawan bencana,” tegas Abdul Majid.

Advertisement

DPRD juga mengingatkan bahwa RTRW seharusnya tidak hanya berfokus pada kawasan strategis, tapi juga memperhatikan jalur pendukung seperti akses jalan, drainase, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau di sepanjang jalur menuju kawasan tersebut.

Salah satu penekanan penting dari gabungan fraksi adalah soal partisipasi publik dalam penyusunan RTRW. DPRD meminta agar pemerintah daerah melibatkan berbagai pihak mulai dari masyarakat, akademisi, pelaku usaha, LSM, hingga tokoh adat dan komunitas lokal dalam proses perumusan.

“RTRW bukan hanya milik pemerintah, tapi menyangkut seluruh lapisan masyarakat. Setiap warga berhak menyampaikan masukan, keberatan, atau usulan terhadap tata ruang yang akan mengatur kehidupan mereka selama 20 tahun ke depan,” tegasnya.

Tak kalah penting, fraksi gabungan juga meminta agar RTRW ini dapat menjadi dasar hukum yang kuat, bebas dari konflik, tumpang tindih, dan menjadi acuan mutlak dalam semua program pembangunan, baik oleh pemerintah maupun swasta.

Gabungan fraksi juga mendorong agar pembangunan tidak bersifat sentralistik, namun menyentuh wilayah pinggiran seperti Buwunmas di Kecamatan Sekotong yang selama ini dianggap kurang tersentuh pembangunan.

Advertisement

“Pemerintah juga diminta lebih serius dalam menertibkan bangunan tanpa izin, terutama di kawasan strategis. Pengawasan harus diperketat, dan setiap pelanggaran tata ruang harus ditindak tegas demi menjaga keteraturan pembangunan,” ujarnya.

Selain itu, fraksi mendukung penyederhanaan proses perizinan untuk mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi, dengan catatan pengawasan yang kuat agar tidak menimbulkan dampak lingkungan dan sosial yang negatif.

Menutup pandangan umum tersebut, DPRD menekankan pentingnya RTRW sebagai fondasi utama pembangunan jangka panjang Kabupaten Lombok Barat. Mereka berharap Raperda RTRW 2025–2045 ini mampu menghadirkan pembangunan yang serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan.

Dengan tata ruang yang berpihak pada rakyat, menghargai kearifan lokal, dan memperkuat daya tahan lingkungan, DPRD berharap Lombok Barat mampu menghadapi tantangan masa depan dengan arah pembangunan yang lebih inklusif dan berkeadilan. (F3)

Ket. Foto:
Suasana Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Lombok Barat dengan agenda penyampaian pandangan umum gabungan fraksi-fraksi terhadap Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Lombok Barat Tahun 2025–2045. (HarianNusa)

Advertisement
Continue Reading

NTB

Anggota Komisi I DPR RI Fraksi PDIP : Jangan Biarkan Gubernur Jadi Korban Manipulasi

Published

on

By

HarianNusa, Mataram – Anggota Komisi I DPR RI H Rachmat Hidayat mengkritik keras langkah Gubernur Lalu Muhamad Iqbal yang membebankan seluruh biaya Panitia Seleksi Calon Pengurus Bank NTB Syariah pada anggaran internal bank. Gubernur telah mempertontonkan tindakan yang menjadikan Bank NTB sebagai kas daerah kedua.

Praktik yang ditunjukkan Gubernur tersebut merupakan tindakan keliru. Bertentangan dengan prinsip tata kelola yang baik, membahayakan masa depan kelembagaan Bank NTB Syariah, dan menjadi preseden buruk lantaran berpotensi melanggengkan praktik moral hazard serupa di masa depan.

“Menerbitkan SK Pansel Pengurus lalu membebankan seluruh biayanya ke internal bank adalah bentuk penyalahgunaan kewenangan. Bank daerah bukan kas tambahan pemerintah,” tandas Rachmat di Mataram, Senin (28/4/2025).

Surat Keputusan tentang Panitia Seleksi Pengurus Bank NTB Syariah tersebut ditandatangani Gubernur NTB pada 15 April 2025. Dalam beleid Nomor 100.3.3.1.-197 Tahun 2025 tersebut, Gubernur menetapkan empat diktum. Diktum ketiga menyebutkan secara terang benderang bahwa seluruh biaya yang dikeluarkan sebagai akibat ditetapkannya Keputusan Gubernur tersebut, dibebankan pada anggaran Bank NTB Syariah.

Rachmat menegaskan, meskipun milik pemerintah daerah, Bank NTB Syariah adalah entitas bisnis atau badan usaha yang harus dikelola secara profesional. Karena itu, setiap langkah yang membebani bank dengan biaya di luar kegiatan bisnis normalnya, sudah pasti mencederai prinsip tata kelola perusahaan yang sehat atau good corporate governance.

Bank daerah kata Rachmat, memiliki independensi. Itu sebabnya, bank milik daerah harus tetap profesional dan menjaga jarak yang sehat dari intervensi pemerintah. Itulah cara terbaik bank untuk tetap kredibel di mata publik dan regulator.

“Menyuruh bank daerah membiayai Pansel seleksi pengurus lewat SK Gubernur adalah praktik keliru yang membahayakan independensi dan kredibilitas bank,” tandas Rachmat.

Apalagi, kata politisi kharismatik Bumi Gora ini, dalam Keputusan Gubernur tersebut sama sekali tidak mencakup rencana anggaran biaya. Hal yang bisa menjadikan biaya pansel seleksi Bank NTB Syariah ini menjadi no limit. Tanpa batasan yang jelas, boleh jadi, segala macam bentuk kegiatan dapat ditagihkan.

Pun juga tidak dijelaskan pembiayaan ini harus mengambil pos anggaran apa di Bank NTB Syariah. Sungguh tak elok sekali, jika biaya untuk Pansel harus dibebankan kepada biaya operasional bank. Mengingat anggaran tersebut merupakan biaya yang dikeluarkan oleh bank dalam rangka menjalankan aktivitas usaha utamanya. Juga tak bertanggung jawab jika dibebankan pada anggran CSR bank, karena merupakan dana yang disisihkan untuk memberikan kontribusi positif kepada masyarakat dan lingkungan.

“Terbitnya Keputusan Gubernur ini sebuah preseden buruk. Kalau sekarang dibiarkan, ke depannya bisa jadi alat siapa pun yang berkuasa untuk menggunakan dana bank daerah sesuka hati. Ini benar-benar sangat berbahaya,” tandas Rachmat.

Legislator Senayan empat periode ini menyebutkan, bukan tidak mungkin, sepuluh Bupati dan Wali Kota di NTB akan melakukan hal serupa. Membuat aneka SK, lalu membebankan pembiayaannya pada anggaran Bank NTB Syariah. Mengingat para Bupati dan Wali Kota memiliki posisi yang sama dengan Gubernur sebagai kepala daerah representasi pemegang saham di Bank NTB Syariah.

Praktik-praktik seperti inilah yang justru kata Rachmat memiliki daya rusak yang sangat besar terhadap bank daerah. Atas nama pemegang saham, kepala daerah justru membuat bank daerah rentan menjadi sapi perah birokrasi. Bukan lagi institusi yang kuat menopang ekonomi daerah.

“Sangat melawan akal sehat. Membebani bank untuk keputusan politik, tetapi menuntut mereka tetap sehat dan profesional,” ucap Ketua DPD PDIP NTB tersebut.

Rachmat sendiri yakin sepenuhnya, Gubernur Lalu Muhammad Iqbal, ingin memberikan yang terbaik bagi kemajuan Bank NTB Syariah. Gubernur Iqbal disebutnya tidak memiliki beban, sehingga memiliki niat tulus untuk menjadikan bank daerah lebih kuat, lebih sehat, dan lebih profesional. Memastikan Bank NTB Syariah sebagai pilar ekonomi daerah yang kokoh dan mandiri.

Karena itu, Rachmat tidak ingin Gubernur Iqbal terjerat dalam manipulasi. Yakni, tatkala lingkaran dekatnya menyisipkan kepentingan pribadi ke dalam keputusan resmi. Rachmat tak mau, lingkaran sekitar Gubernur NTB berubah menjadi bayangan gelap di balik keputusan-keputusan yang tampak sah secara hukum, tapi malah menyimpang dari kepentingan publik.

“Integritas pribadi saja tentu tidak cukup. Tanpa filter yang kuat, keputusan resmi bisa dimanipulasi dan disusupi kepentingan kelompok di sekitar Gubernur,” kata Rachmat.

Manipulasi-manipulasi yang seperti itulah yang diduga Rachmat juga terjadi ketika agenda mutasi jajaran pejabat eselon II Pemprov NTB akhirnya batal pekan lalu. Pelantikan pejabat yang sudah diagendakan pada Jumat lalu tersebut batal meski undangan telah diedarkan dan mereka yang mendapat undangan telah bersiap-siap.

Belakangan muncul penjelasan, bahwa Menteri Dalam Negeri belum menandatangani persetujuan mutasi tersebut. Namun, kata Rachmat, muncul pula banyak informasi. Bahwa surat permohonan persetujuan mutasi ke Menteri Dalam Negeri meski telah ditandatangani Gubernur, tapi surat dimaksud tidak pernah ada di Kementerian Dalam Negeri.

Yang didengar Rachmat, memang ada satu surat permohonan Gubernur NTB di Kemendagri, tapi terkait permohonan yang lain. Yakni permohonan persetujuan satu-satunya pejabat eselon I di NTB yang ingin pindah menjadi tenaga pengajar di Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Namun, bagaimana surat tersebut nyelonong lebih dahulu, masih menjadi tanda tanya.

Karena itu, Rachmat pun ingin Gubernur selalu waspada. Mengingat sudah menjadi fenomena nyata, di banyak tempat, permainan lingkaran dalam kepala daerah justru berisiko mengesahkan kepentingan sempit atas nama kebijakan daerah. Sering tersembunyi agenda-agenda tak kasat mata dari lingkaran kecil, yang justru bermain di belakang kepala daerah.

Namun, apapun itu, Rachmat yakin, Gubernur Iqbal mengambil hikmah dari tertundanya mutasi tersebut. Politisi lintas zaman ini yakin, Gubernur NTB menyadari sepenuhnya, bahwa jangan ada tahapan yang terlompati. Bahwa, idealnya, mutasi pejabat daerah memang harus didahului dengan disahkannya dokumen RPJMD yang merupakan perwujudan dari visi, misi, dan program kepala daerah.

Berdasarkan dokumen RPJMD itulah, lalu Gubernur merancang restrukturisasi organisasi perangkat daerah. Mana OPD yang perlu dipertahankan, mana OPD yang akan digabungkan, dan mana OPD yang ditiadakan. Baru kemudian setelah itu, siapa-siapa yang akan mengomandoi OPD tersebut disiapkan, dengan didahului uji kepatutan dan kelayakan dengan basis pada merit sistem.

“Pak Gubernur pasti paham sepenuhnya. Pembangunan daerah yang terarah harus dimulai dengan RPJMD sebagai kompasnya, restrukturisasi OPD sebagai jalannya, dan mutasi pejabat sebagai mesin penggeraknya," ucap Rachmat.

Lagi pula, untuk mutasi di usia pemerintahan yang belum genap tiga bulan, Rachmat mengemukakan, mutasi mungkin belum menjadi prioritas yang mendesak. Mengingat, biasanya prioritas di awal pemerintahan adalah menyusun fondasi pembangunan, bukan sibuk dengan bongkar pasang pejabat. Lebih mendesak bagi Gubernur saat ini kata Rachmat, adalah fokus membenahi masalah nyata yang ada di lapangan.

Di antara persoalan yang mendesak tersebut kata Rachmat adalah persoalan Dana Alokasi Khusus. Rachmat sendiri mendengar bahwa alokasi DAK bagi provinsi NTB telah menjadi bancakan pejabat daerah. Rachmat juga mencermati pemberitaan di media massa, bagaimana bancakan itu terjadi. Lalu kini, persoalan tersebut berkembang menjadi pengajuan hak interpelasi di DPRD NTB.

Rachmat menegaskan, DAK adalah dana dari pemerintah pusat yang dialokasikan untuk membantu pembiayaan program pembangunan di daerah yang penentuan alokasinya juga ditentukan Badan Anggaran DPR RI. Mengingat DAK adalah amanah dari pemerintah pusat untuk pembangunan daerah, sebagai Anggota Badan Anggaran DPR RI, Rachmat menegaskan dirinya harus memastikan DAK di NTB tersebut digunakan sesuai dengan tujuan yang benar.

Karena itu, dirinya sangat miris mendengar bagaimana DAK di NTB justru menjadi bancakan. Rachmat kini mengetahui bagaimana seorang Sekretaris Daerah NTB mendapatkan surat somasi terkait dana DAK tersebut. Surat somasi tersebut ditembuskan ke aparat penegak hukum. Dokumen salinan surat somasi tersebut sudah didapat Rachmat. Terkait dana Rp 12 miliar di dalamnya.

Rachmat juga menyebut, dirinya sudah berkomunikasi langsung dengan pimpinan DPRD NTB. Mengingat, ada gerakan untuk menggagalkan Hak Interpelasi DAK ini. Dalihnya atas nama stabilitas pemerintahan daerah. Dalihnya, perlunya menjaga nama baik pimpinan-pimpinan daerah. Hal yang menurut Rachmat sungguh tidak bertanggung jawab. Sebab, bancakan DAK seperti berita-berita di media massa tersebut, sesungguhnya adalah persoalan penyimpangan keuangan daerah, dan oleh karena itu harus ditangani aparat penegak hukum.

“Ketika Dana Alokasi Khusus berubah menjadi bancakan, maka hak interpelasi dewan bukan hanya perlu. Tapi wajib didukung. DAK yang disalahgunakan adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan rakyat. Hak interpelasi adalah mekanisme sah untuk mengoreksi itu. Gubernur patut mencermati dan mendukung ini,” tutup Rachmat. (F3/*)

Ket. Foto:
Anggota Komisi I DPR RI, H. Rachmat Hidayat. (Ist)

Continue Reading

Populer

error: Content is protected !!