HarianNusa, Lombok Barat – Eksekusi lahan seluas 6,3 Hektar di Gili Sudak Sekotong Barat, Kabupaten Lombok Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), yang Semula di rencananya dilakukan tanggal 31 Juli 2024 Oleh Pengadilan Negeri (PN)Mataram ditunda karena alasan situasi dan kondisi keamanan dan pilkada serentak.
Sementara di Temui oleh Awak media Pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lobar justru mengatakan, bahwa proses eksekusi tidak dapat dilaksanakan karna belum mengungkapkan hasil konstatering.
Kepala BPN Lombok Barat diwakili Koordinator Kelompok Substansi Penanganan SKP Kantah Lombok Barat, Nugroho Dedy Pratomo, SH., menegaskan, pihaknya tidak bisa mengeluarkan hasil konstatering lahan di Gili Sudak karena tidak pernah dimohonkan oleh pihak penggugat Muksin Maksum.
Lebih lanjut dijelaskannya, bahwa pada proses konstatering saat itu BPN Lombok Barat hanya mendampingi sesuai dengan surat permintaan pendampingan dari PN Mataram.
“Kami tidak bisa memberi hasil. Secara prosedur, konstatering harus dimohonkan dan didaftarkan di loket dan ada pembayaran administrasi untuk PNB. Status kami juga sebagai tergugat,” jelasnya, saat ditemui di Kantor BPN Lombok Barat, Rabu, (7/8/2024).
Pihak BPN Lombok Barat juga menjelaskan, keberadaan 5 buah Sertifikat Hak Milik (SHM) yang ada di lokasi objek tanah yang disengketakan hingga saat ini statusnya masih aktif dan belum ada pengajuan pembatalan oleh Muksin Maksum.
“SHM itu sampe sekarang masih hidup, masih aktif, belum ada permohonan pembatalan dari Muksin Maksum,” jelasnya.
Kepala Seksi Pengendalian & Penanganan Sengketa Pertanahan Kabupaten Lombok Barat, Baiq Mahyuniati Fitria, SH., MH. juga menyampaikan hal yang sama.
Bahwa BPN Lombok Barat belum dapat mengabulkan permintaan Muksin Maksun yang ingin membatalkan 5 Sertifikat objek sengketa.
“Berdasarkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No. 21 tahun 2020, hasil eksekusi lahan merupakan syarat pembatalan,” ujar Yuni, di tempat yang sama.
“Sedangkan proses konstatering Gili Sudak masih dalam tahap gagal, dapat dikatakan belum berjalan maksimal karena batas batas lahan belum sesuai dengan bukti kepemilikan pihak penggugat maupun tergugat sebagai objek perkara,” lanjutnya.
Terpisah, Humas Pengadilan Negeri Mataram, Klik Trimargo saat dikonfirmasi media lewat whatsapp mengatakan belum bisa memberi tanggapan mengenai eksekusi lahan Gili Sudak.
“Saya belum bisa tanggapi, Karna belum ada konfirmasi selanjutnya dari Ketua PN,” katanya singkat.
Sementara dikutip dari media online antaranews, Pakar Hukum dari Universitas Mataram, Prof. H. Djumardin, pakar hukum dari Universitas Mataram, secara tegas mendesak agar eksekusi tetap memperhatikan kepastian hukum yang lebih jelas.
Menurutnya, Hukum selalu bicara kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Namun, ia mengakui bahwa dalam praktiknya, ketiga prinsip ini seringkali sulit diterapkan secara simultan.
Dalam konteks sengketa lahan Gili Sudak, Djumardin menyoroti pentingnya menunggu putusan atas upaya perlawanan hukum yang diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan.
Ia juga menekankan pentingnya dua konsep dalam sengketa tanah, yaitu spesialitas dan publisitas.
Spesialitas mengacu pada kejelasan batas-batas tanah dan siapa pemilik yang sah, sedangkan publisitas berkaitan dengan pengumuman kepemilikan tersebut kepada publik.
“Makanya mengapa di sertifikat selalu di utara kalau ada jalan disebutkan, di timur kalau ada parit disebutkan. di selatan katakan berbatasan dengan tanah adat disebutkan,” jelasnya.
Dalam proses peradilan, lanjut Djumardin, kedua konsep tersebut menjadi sangat krusial untuk menentukan siapa yang berhak atas tanah tersebut.
“Sebab, prinsip hukum itu lebih baik membebaskan 100 orang bersalah daripada menghukum satu orang yang tidak bersalah,” imbuhnya.
Selain masalah kepastian hukum, Djumardin juga menyoroti potensi dampak sosial dari eksekusi lahan tersebut.
Ia khawatir eksekusi dapat mengganggu kondusifitas daerah, terutama menjelang peringatan Hari Kemerdekaan RI dan pelaksanaan pilkada serentak.
Sebelumnya, pelaksanaan eksekusi ini memang ditunda hingga batas waktu yang belum ditentukan. Dikarenakan berbagai pertimbangan seperti jelang masa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), mencegah terjadinya konflik antar warga yang berdampak pada perekonomian warga setempat dan mengganggu aktifitas pariwisata di Gili Sudak khususnya dan Sekotong Barat pada umumnya (HN3)
Ket. Foto:
Baiq Mahyuniati Fitria, SH., MH.,
Kepala Seksi Pengendalian & Penanganan Sengketa Pertanahan Kabupaten Lombok Barat bersama Nugroho Dedy Pratomo, SH.,
Koordinator Kelompok Substansi Penanganan SKP Kantah Lombok Barat, saat ditemui Awak Media di Kantor BPN Lombok Barat, Rabu, (7/8/24). (HarianNusa)