HarianNusa, Lombok Barat – Wakil Ketua DPRD Lombok Barat, Abubakar Abdullah balik resmi melaporkan rekan bisnisnya, Nigel Barrow, investor asal Australia, beserta kuasa hukumnya, Lalu Anton Hariawan, ke Polda NTB atas dugaan pencemaran nama baik dan penggelapan dana perusahaan senilai Rp15 miliar, Kamis (10/7).
Langkah hukum ini diambil Abubakar setelah dirinya dilaporkan lebih dulu ke Kejaksaan Tinggi NTB oleh Nigel atas tuduhan pemerasan. Tak terima dengan tudingan yang dinilai tidak berdasar, Abubakar menegaskan bahwa kasus ini murni sengketa bisnis, bukan tindak pidana.
“Saya merasa nama baik saya dicemarkan. Tuduhan itu tidak punya dasar dan tidak disertai bukti kuat. Ini kerjasama bisnis yang sah sejak 2016, jauh sebelum saya menjadi anggota dewan,” tegas Abubakar pada sejumlah media saat konferensi pers di Labuapi, Lombok Barat.
Melalui kuasa hukumnya, M. Arif, SH, Abubakar mengungkapkan bahwa ia sudah menyerahkan sederet bukti otentik kepada Polda NTB. Laporan pertama menyangkut dugaan pencemaran nama baik dengan jeratan pasal UU ITE, dan yang kedua terkait dugaan penggelapan dana perusahaan PT Bakau Gili Gede, di mana Nigel menjabat sebagai direktur utama.
“Audit internal perusahaan menemukan penggunaan dana hingga Rp1,3 miliar oleh Nigel yang tidak bisa dipertanggungjawabkan, termasuk biaya operasional yang tidak wajar untuk bangunan joglo,” jelas Arif.
Lebih lanjut, pihaknya juga meminta auditor independen untuk mengusut aliran dana perusahaan secara objektif dan transparan.
Ia membeberkan bahwa bisnis ini bermula tahun 2016, saat Abubakar menggandeng Nigel membentuk joint venture untuk mengembangkan kawasan wisata di Gili Gede. Dalam akta perjanjian notaris, disepakati pembagian saham dan kontribusi dana masing-masing 50 persen, termasuk pembayaran tanah senilai Rp1,5 miliar oleh Nigel, yang kini diputarbalikkan menjadi tuduhan pemerasan.
“Uang itu bukan hasil pemerasan. Itu murni pembayaran atas kerjasama yang sah dan tercatat,” jelasnya
Tahun 2018, keduanya mendirikan PT Bakau Gili Gede, dengan rencana awal membangun hotel darat. Namun belakangan, konsep berubah menjadi water bungalow yang memerlukan perizinan ruang laut dari berbagai lembaga, semua proses diklaim telah diurus langsung oleh Abubakar.
“Semua izin diurus oleh pak Abubakar, dari kabupaten, provinsi, hingga ke Dinas Lingkungan Hidup. Tidak mudah dan butuh waktu dan dana besar. Dan semua dokumen dipegang pak Abu,” ujar Arif sambil menunjukkan dokumen yang dimaksud.
Lebih lanjut dikatakan, bahwa konflik muncul ketika rencana bisnis berubah, dan proyek mengalami ketidaksesuaian antara master plan awal dengan kebutuhan investor baru. Perubahan ini berimbas pada izin dan sertifikat tanah, sehingga memerlukan biaya tambahan. Namun pihak Nigel disebut enggan menanggung beban itu.
“Awalnya 20 unit vila, tapi karena regulasi berubah, hanya bisa bangun 3 unit. Kalau dipaksakan, itu justru menabrak hukum,” jelasnya.
Tak hanya menempuh jalur pidana, pihak Abubakar juga menempuh proses keimigrasian untuk memeriksa legalitas aktivitas Nigel Barrow di Indonesia.
“Kalau mereka bicara hukum, maka bicaralah dengan data. Jangan asal tuduh,” tukas Arif.
Sementara itu, Lalu Anton selaku kuasa hukum Nigel saat dihubungi mengaku masih menunggu kliennya untuk memberikan keterangan lebih detail.
“Saya masih menunggu kedatangan klien saya. Nanti kami tunjukkan bukti-buktinya,” kata Anton singkat via WhatsApp. (F3)
Ket. Foto:
(kiri) Abubakar Abdullah usai melapor ke Dirreskrimum Polda NTB. (Kanan) Abubakar Abdullah bersama kuasa hukumnya menunjukkan bukti dokumen saat melakukan konferensi pers di Labuapi, Lombok Barat. (HarianNusa)