HarianNusa.com, Jakarta – Bencana gempa yang terjadi di Pulau Lombok dan Sumbawa telah mengakibatkan kerugian berlipat ganda bagi petani di Nusa Tenggara Barat (NTB). Selain ada yang kehilangan anggota keluarga, banyak juga anggota keluarga yang menderita sakit dan luka, kehilangan rumah dan sarana publik lainnya. Petani sebagai masayarakat terdampak paling mayor akibat gempa, petani juga mengalami gagal panen karena bencana kemarau panjang.
Di sebagian tempat yang tanamannya masih bertahan hingga sekarang dan masih bisa dipanen, petani tetap meringis karena harga panen mereka sangat murah.
Kemarau panjang yang melanda Lombok Timur sejak Maret 2018 hingga saat ini, telah mengakibatkan petani sayur di Kecamatan Sembalun gagal panen. Sementara bagi wilayah yang memiliki pengairan yang cukup, tanamannya masih ada yan bertahan dan bisa dipanen, namun sejak pasca bencana gempa tanggal 29 Juli 2018 hingga saat ini harga jual hasil pertanian sangat murah, sehinga banyak petani memilih tidak melakukukan panen.
Pasca Gempa, harga kelapa di tingkat petani hanya Rp. 500 s/d Rp. 800 perbutir dari sebelumnya Rp. 2.000 s/d Rp. 2.500, belum lagi dipotong upah buruh petik sebesar Rp. 350 perbutirnya. Penurunan harga juga terjadi pada komoditas Kakau, dari Rp 35.000/ kg menjadi Rp. 22.000/ kg, sedangkan harga cengkeh Rp. 87.000/ Kg dari sebelumnya Rp. 120.000 s/d Rp. 150.000/ Kg-nya. Penurunan harga terparah pada harga komoditas Cabe merah besar yang hanya Rp. 2.000 s/d Rp. 3.000 / Kg dari sebelumnya berkisar antara Rp. 15.000 s/d Rp. 30.000/ Kg. sehingga memilih tidak memanen karena justeru akan menambah kerugian.
Saat ini para petani di NTB mengalami himpitan ekonomi yang sangat berat, lambat dan buruknya penanganan korban Gempa oleh pemerintah, kian memperberat beban hidup mereka. Salah satu contoh kecil korban bencana yang tidak mendapat bantuan harus membeli terpal untuk membuat tempat tinggal darurat hingga Rp. 800.000 s/d Rp. 1.000.000 dari sebelumnya hanya Rp. 450.000/ lembar. Belum lagi harus mengeluarkan biaya untuk beli air bersih guna keperluan mandi, memasak dan mencuci sebesar Rp. 50.000 s/d Rp. 100.000 per 1100 lt (cukup untuk 2-3 hari) seperti yang terjadi di desa Sajang dan Bilok Petung di Lombok Timur, atau desa Selengan di kabupaten Lombok Utara.
Mohammad Ali, Sekjen Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA), mengatakan krisis kemanusiaan di NTB akan semakin parah dan berkepanjangan, petani di Lombok akan semakin terperosok ke jurang kemiskinan yang makin dalam jika pemerintah tidak segera mengambil tindakan dan memenuhi hak korban bencana dan memberikan bantuan bagi petani.
“Seharusnya pemerintah memberikan pelayanan yang baik untuk memenuhi hak Korban sebagaimana diatur dalam UU 24 tahun 2007, termasuk bagi petani yang saat ini mengalami gagal panen, sebagaimana peraturan menteri pertanian No 50/permentan/OT.140/6/2007,” ujarnya, Minggu (16/09).
Menurut penilain Ali, saat ini Pemerintah lebih memilih fokus pada persiapan annual meeting IMF dan Bank Dunia yang akan digelar di Bali pada Oktober mendatang, daripada memenuhi hak korban gempa Lombok. Pasalnya penanganan korban bencana di Lombok sangat buruk dan lambat, hampir-hampir korban bencana hanya mendapat bantuan dan pelayanan dari para relawan yang seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah.
“Rakyat yang menjadi korban gempa Lombok bahkan sangat memungkinkan untuk sakit hati, jika mengetahui bahwa perhatian dan pelayanan pemerintah untuk persiapan rapat tahunan dana moneter internasional dan bank dunia (Annual Meeting IMF-WB) jauh lebih besar dibandingkan dengan penanganan korban. Baik dilihat dari persiapan infrastruktur, teknis dan kepanitaan, hingga pendanaan yang mencapai hampir 1 trilliun rupiah,” pungkasnya.
Sementara korban gempa mendapatkan pelayanan yang sangat lamban dan serba terbatas.
Kenyataannya, korban gempa Lombok kian terpuruk dengan beban berlipat, selain karena kurangnya pasokan kebutuhan hidup (bantuan), ditambah dengan masalah gagal panen, kemudian akan semakin diperparah lagi dengan ancaman kenaikan harga kebutuhan pokok akibat inflasi paska jatuhnya nilai rupiah terhadap dolar yang terus merosot.
Senada dengannya, Ketua AGRA NTB, Zuki Zuarman menyampaikan dalam perkara gempa Lombok yang masih menyisakan berbagai masalah bagi rakyat saat ini, pemerintah bukannya memberikan perhatian dan pelayanan yang baik bagi korban, namun beberapa kali justru melukai hati rakyat.
“Betapa tidak, sejak tanggal 12 Agustus lalu pemerintah provinsi sudah mendeklarasikan bahwa Lombok sudah aman dan korban sudah tercover semua. Begitu juga dengan pemerintah pusat, yang mengklaim bahwa pemerintah sudah menyiapkan 4 Triliun rupiah lebih untuk penanganan gempa Lombok, namun entah bantuan dana dan bantuan-bantuan tersebut disalurkan ke mana dan dalam bentuk apa, sebab tidak ada bantuan yang kongkrit dirasakan rakyat secara layak, merata dan cukup,” kritiknya.
Zuki juga menjelaskan bahwa, hunian sementara, hingga saat ini belum ada yang dibangunkan oleh pemerintah, bahkan tenda-tenda darurat pun tidak cukup.
“Beberapa pondasi dan bangunan rumah yang disampaikan oleh pemerintah telah dibangun, itu hanyalah contoh Rumah Instan, Sehat dan Tahan Gempa (RISHA) yang dibangun hanya di beberapa titik saja,” ungkapnya.
Sementara bantuan 10-50 juta /KK yang disebutkan oleh Jokowi dalam kunjungannya, selama ini tidak bisa dicairkan, kemudian baru ditetapkan sekitar tiga hari lalu bahwa bantuan tersebut akan disalurkan dalam bentuk barang bangunan RISHA yang kenyataannya tidak semua korban mau menerima karena masih trauma.
“Kondisi Korban saat ini bahkan semakin memperihatinkan, banyak korban yang terus menderita sakit. Bahkan ratusan orang korban di Lombok Barat sudah terjangkit penyakit malaria. Sementara pelayanan kesehatan dan obat-obatan sudah tidak lagi gratis sejak paska pencabutan status darurat bencana pada 25 Agustus lalu,” terang Zuki.
Terakhir, Zuki juga menyampaikan bawah AGRA bersama dengan perwakilan korban bencana Lombok yang tergabung dalam Front Perjuangan Rakyat (FPR) Lombok Timur, akan melakukan audiensi dengan BPBD Kabupaten Lombok Timur pada senin besok (sekarang), guna mendesak pemerintah agar secepatnya memenuhi hak korban bencana gempa Lombok atas sandang, pangan dan papan serta jaminan sosial lainnya.
AGRA juga menuntut pemerintah untuk memberikan subsidi bagi petani sebagai ganti rugi atas kerugian akibat gagal panen dan rendahnya hasil pertanian yang justeru timpang dengan ancaman kenaikan harga kebutuhan pokok dipasar. Menuntut Pemerintah memberikan bantuan bibit dan pupuk kepada para petani yang mengalami gagal panen akibat bencana di Lombok, serta pemerintah harus berhenti menyakiti perasaan korban gempa dengan menyatakan bahwa korban sudah ter-cover semua, padahal kenyataannya korban kian tidak terurus. (sat)