HarianNusa.com, Mataram – Tanggal 2 Mei merupakan momentum peringatan Hari Pendididikan Nasional (Hardiknas) yang biasanya diperingati oleh seluruh warga Indonesia khususnya penduduk Indonesia yang bergelut di dunia pendidikan.
Aliansi Mahasiswa IKIP Mataram turut memperingati hari pendidikan nasional dalam bentuk aksi mimbar bebas di halaman parkiran kampus IKIP Mataram, aksi mimbar bebas diikuti oleh mahasiswa IKIP Mataram dari berbagai organisasi yang berada di dalam kampus, yakni PILAR SENI IKIP MATARAM, GEC IKIP MATARAM, BEM INSTITUT, BEM Fakultas FPBS IKIP MATARAM dan DPM IKIP MATARAM.
Dalam mimbar bebas tersebut, mahasiswa menyampaikan 10 tuntutan pemuda mahasiswa di antaranya: (1) Kembaliakan anggaran kemahasiswaan untuk pusat kegiatan mahasiwa (PKM) seperti tahun tahun sebelumnya. (2) Berikan kejalasan orientasi skema PPL/KKN Tematik 2018 yang di pisahkan dan memakan biaya yang cukup besar. (3) Hentikan pungli di dalam kampus. (4) Hentikan pegekangan terhadap pusat kegiatan mahsiswa dalam menjalan dan kewajiban sesuai program masing masing. (5) Wujudkan pendidikan yang ilmiah, demortais dan dan megabdi kepada massa.
Dalam aksi membar bebas tersebut, Aliansi Mahasiswa IKIP Mataram memberi penilain terhadap Kampus IKIP Mataram. Diansyah Naqsabandi selaku Ketua Pilar Seni IKIP Mataram menyampaikan bahwa IKIP Mataram adalah salah satu kampus swasta termahal di NTB.
Mahalnya biaya pendidikan yang dikeluarkan oleh mahasiwa IKIP Mataram, menurutnya mengalami kenaikan secara signifikan yang didasarkan dari kuantitas mahasiswa tiap tahunnya mengalami penurunan.
“Buktinya di tahun ajaran baru angkatan tahun 2017/2018 IKIP Mataram memperoleh mahasiswa baru sejumlah 500_kurang, akan tetapi pengeluaran biaya pendidikan tambah dinaikan dari 5 juta – 10 juta hingga sekarang, ditambah dengan pungutan liar yang masih dimasifkan di dalam kampus,” pungkasnya.
Dia menambahkan, walaupun tiap tahunnya biaya pendidikan di kampus mengalami peningkatan, faktanya tidak diimbangi dengan tersidianya fasilitas yang layak.
“Sebaik-baiknya di dalam keberlansungan proses belajar mahasiswa IKIP Mataram, kemudian kebijakan kebijakan terbaru yang dikeluarkan oleh IKIP Mataram pada dasarnya jauh dari kata efektif dan hanya menghasikan pertanyaan yang berangsur-angsur dari mahasiswa,” cetusnya.
Menurut massa, salah satu kebijakan kampus IKIP Mataram yang membutuhkan transfaransi terkait target atupun orientasinya adalah dengan muculnya sistem pembayaran terbaru pada tahun 2017 dengan sistem bayar cicilan, pada prosesnya mahasiswa IKIP Mataram di pertengahan semester satu dan semester dua harus mengeluarkan biaya 3 juta – 4 jutan sehingga melahirkan banyak kesulitan bagi mahasiswa.
Permasalahan lainnya tidak terlepas dari kebijakan kampus yaitu pemangkasan atau privatisasi anggaran kemahasiswaan untuk Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM) yang dialihkan sebagai anggaran program promosi kampus, sedangkan UKM atau UKMF yang mengalamin pemangkasan anggaran.
“Anggaran dulunya 7 juta akan tetapi atas dasar kebijakan kampus kemudian melakukan pemangkasan anggaran sebesar 2 juta sehingga UKM/F sangat kewalahan dalam menjalankan setiap aktivitas di dalam internal organisasi,” pungkasnya.
“Kemudian adapun kebijak kampus melalui program PPL/KKN yang dulunya biaya daftar Rp. 500.000 tetapi setalah adanya PPL/KKN tematik yang sistemnya terpisah sehingga memakan biaya Rp 1 juta,” sambungnya. (sat)