HarianNusa.com, Mataram – Pada Jumat 19 Agustus 1977 menjadi hari yang buruk bagi masyarakat Sumba, NTT. Di hari kelabu tersebut terjadi gempa bumi yang diperkirakan berkekuatan mencapai 8,0 skala richter mengguncang Sumba. Tidak lama berselang, Sumba diporak-porandakan dengan terjangan tsunami yang hebat.
Tsunami tersebut menghantam Sumba dengan ketinggian 15 meter. Akibatnya, menewaskan 316 orang dan menghancurkan ribuan bangunan.
Dampak dari tsunami Sumba terasa hingga ke NTB. Wilayah Sumbawa dan Lombok tercatat menjadi imbas dari bencana alam maha dasyat tersebut. Desa Lunyuk Besar, Kabupaten Sumbawa turut dihantam gelombang tsunami. Sekitar 198 orang meninggal dunia akibat bencana tersebut. Kerugian materil pun berjumlah ratusan juta.
Banyak penduduk di pinggir pantai tiba-tiba dibuat kaget dengan air laut yang surut secara mendadak. Surutnya air laut tersebut disertai dengan suara dentuman bagaikan bom yang berulang-ulang. Tidak lama berselang, tsunami datang menghempas Desa Lunyuk.
Gempa bumi dan tsunami yang sama menerjang Lombok. Dusun Awang dan Desa Kuta, Lombok Tengah dihantam gelombang tsunami. Sekitar dua orang meninggak dunia di Kuta dan kurang lebih 20 orang meninggal dunia di Awang akibat hantaman tsunami.
Sabtu (19/8) 2017, bertempat di Kantor Kepala Desa Kuta, masyarakat memperingati 40 tahun tsunami Sumba. Mengambil tema “Kita Ingat, Kita Waspada, Kita Siap” beberapa elemen masyarakat memperingati musibah tersebut.
Acara tersebut diselenggarakan Pusat Kajian Pengelolaan Risiko Bencana Fakultas Teknik Unram dan Forum Tangguh Bencana Desa Kuta Pujut Lombok Tengah. Acara tersebut menghadirkan pembicara dari BMKG Stasiun Geofisika Mataram dan ITDC, serta ahli dari FT Unram.
Ahli dari FT Unram, Eko Pradjoko menjabarkan waktu kejadian tsunami, daerah yang terdampak serta wawancara dengan masyarakat yang menjadi saksi bencana tersebut.
“Ada tiga desa pesisir yang terdampak saat itu, yakni Desa Kuta dan Dusun Awang di Lombok dan Desa Lunyuk di Sumbawa dengan tinggi tsunami hingga 15 meter,” ujarnya.
Ia juga menyampaikan mengenai hasil pemodelan gelombang tsunami Sumba dari sumber gempa hingga sampai ke Pesisir Pantai Kuta. Selain itu. Ia juga menyampaikan mengenai kegiatan simulasi bencana tsunami tahun 2015, dengan tujuan masyarakat Desa Kuta tanggap terhadap bencana tsunami. Di akhir pemaparannya, Eko mengajak masyarakat Desa Kuta untuk waspada dan siap dalam menghadapi bencana termasuk gempa bumi dan tsunami.
Sementara Kepala BMKG Stasiun Geofisika Mataram, Agus Riyanto mengatakan, sumber utama pembangkit gempa bumi di wilayah Lombok yaitu Patahan Naik Busur Belakang Flores (Flores Back Arc Thrust) di utara dan zona subduksi di selatan.
Agus juga mengatakan terdapat benang merah antara tsunami Sumba dan tsunami yang terjadi di NTB 40 tahun yang lalu.
“Benang merah antara gempa Sumba dan peringatan 40 tahun tsunami di Desa Kuta, karena Desa Kuta dan Dusun Awang di Lombok merupakan daerah terdampak. Bahkan catatan katalok tsunami BMKG disebutkan ada dua korban meninggal di Kuta dan kurang lebih 20 korban meninggal di Awang. Selain tentu korban lebih banyak lagi di Lunyuk Sumbawa,” jelasnya.
Bencana gempa dan tsunami Sumba, berdampak juga pada wilayah lain. Di Ampenan, Kota Mataram, terjadi gempa bumi. Beruntung tidak disertai tsunami. Sementara di Larantuka, NTT, terjadi gempa bumi. Beberapa menit kemudian air laut menjadi surut dan gelombang laut setinggi lima meter naik. (sat)
Komentar ditutup.