HarianNusa.com, Mataram – Terdakwa penistaan agama, Siti Aisyah divonis dua tahun enam bulan penjara. Dia divonis oleh hakim Pengadilan Negeri Mataram yang diketuai H. Didiek Jatmiko SH., MH, Senin (21/8).
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa, dengan pidana penjara selama dua tahun dan enam bulan. Menyatakan masa penahanan yang telah dijalankan terdakwa dikurangkan sepenuhnya dari pidana yang dijatuhkan,” ujar hakim dalam putusannya.
Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntutnya dengan pidana penjara tiga tahun karena dinilai melanggar pasal 156 huruf a KUHP.
Di akhir sidang, H. Didiek Jatmiko menyempatkan diri untuk menasehati Aisyah terkait perbuatan yang dilakukannya.
“Inilah peradilan dunia, seperti yang saudara katakan nanti ada peradilan Allah peradilan sejatinya, nanti kita menuju ke sana. Semoga kebenaran ada dalam diri kita masing-masing, tetapi saya mohon semasa kita bisa memperbaiki, mari kita perbaiki,” ucapnya.
Siti Aisyah merupakan pemilik Rumah Mengenal Alquran di kawasan ruko Jalan Bung Karno, Kota Mataram. Januari 2017 lalu kasusnya mencuat, pasalnya beberapa ajarannya dinilai menyesatkan masyarakat sekaligus menistakan agama.
Dia mengirim undangan pada beberapa dinas dan sekolah di Kota Mataram untuk hadir di rumahnya. Beberapa pelajar sekolah yang datang ke rumahnya diberikan ceramah terkait hal-hal yang dinilai menyesatkan.
Ajaran yang dinilai menyesatkan tersebut antara lain: Siti Aisyah secara tegas tidak mengakui sunah Rasulullah Saw, dia hanya mengakui Al-Quran. Dia juga tidak mempraktikan sholat sesuai ajaran Islam, menurutnya sholat hanya dilakukan di dalam hati (tanpa gerakan sholat).
Aisyah juga menyebutkan agama Islam tidak ada, yang ada hanya Agama Allah. Dia juga tidak meyakini dua kalimat syahadat. Selain itu Aisyah tidak percaya hadist Imam Bukhari, dia menyebut hadist tersebut “hoax” alias palsu. Yang terakhir dia menuduh ulama menyembunyikan ajaran Al-Quran yang sesungguhnya.
MUI Provinsi NTB pernah memediasikan kasus tersebut sebelum dibawa ke jalur hukum. Namun Aisyah tetap ngotot meyakini ajarannya, sehingga MUI mengeluarkan fatwa pada 3 Januari 2017 yang menyatakan ajaran Siti Aisyah sesat dan menyesatkan.
Siti Aiysah terlihat tenang mendengar hakim membacakan putusan tersebut. Dengan menggunakan baju tahanan bernomor 6, dan dibalut dengan jilbab biru dan kaca mata, tampak tidak ada sedikit pun rasa takut mendengar putusan hakim. Bahkan dia tidak didampingi kuasa hukum. Dia sama sekali menolak bantuan dari pengacara yang hendak mendampinginya.
Dalam fakta persidangan, Aisyah diketahui tidak dapat membaca Al-Quran. Menurut keterangan Aisyah saat pemeriksaan di persidangan, Al-Quran tidak perlu dibaca dengan bahasa Arab, melainkan cukup dibaca terjemahannya, karena substansi yang ada dalam Al-Quran dengan terjemahan sama.
“Saya terima putusan tersebut. Sebenarnya membaca terjemahan Al-Quran sama penting, karena tujuan Al-Quran sebagai pedoman hidup manusia. Bagaimana manusia bisa menjadikan (Al-Quran) pedoman hidup kalau dia tidak tahu artinya. Makanya membaca terjemahannya sangat penting,” ujar Aisyah ditemui usai persidangan.
Sementara Sahdi SH, jaksa penuntut mengatakan menerima putusan hakim. “Karena putusannya sudah betul-betul memuaskan bagi kita, ya lebih dari 2/3 saya merasa bisa diterima,” paparnya.
Aisyah juga diketahui menyebarkan ajaran yang diyakininya melalui media sosial dan website. Kini dia menjalani masa hukuman atas perbuatan yang dilakukannya. (sat)