Amaq Lupus
Masyarakat NTB bersyukur telah dianugerahi seorang Ali BD yang memiliki kejeniusan sekaliber Einstein. Bagaikan Gusdur di Indonesia, Ali BD memiliki pola berpikir selangkah lebih maju dari masa tempat dia bernapas saat ini.
Belum lama ini, orang-orang banyak menghujatnya lantaran pernyataan yang dilontarkan soal konsep wisara syariah yang selama ini jadi “gawe” NTB. Dia dengan tegas mengatakan “Pariwisata Syariah itu Hukumnya Haram!”
Jika berpikir hanya seujung kuku, atau pernyataan tersebut hanya digoreng untuk komuditas politik yang “ekek”, tentu pernyataan tersebut sangatlah tidak pantas diutarakan oleh publik fugur seperti Amaq Asrul ini. Namun, jika berpikir lebih jauh, pernyataan Ali BD justru menyelamatkan NTB.
Mengapa menyelamatkan? Ya, sangat menyelamatkan. Sekarang apakah pariwisata kita bisa kita katakan sebagai pariwisata syariah? Coba sama-sama dicek and ricek, pramunikmat eks Dolly dan Kalijodo justru telah singgah dan berlabuh di daerah wisata NTB. Itu bukan barang baru, sudah lama media massa mengeksposnya. Di mana urat malu kita, ketika dengan bangga mengagumi wisata syariah, namun justru penjaja seks komersial juga beroperasi. Belum lagi belakangan ini kabar seputar datangnya eks karyawan Alexis di NTB.
Belum lagi persoalan narkoba. Sudah tidak bisa dipungkiri Polda NTB maupun Polres jajaran kerapkali menangkap pelaku narkoba di daerah wisata. Cukup ketik “Narkoba Gili” di mbah Google, sudah bertebaran berita-berita yang kontras dengan pariwisata syariah tersebut.
Mengapa kita harus berdusta jika Ali BD dengan tegas mengatakan pariwisata syariah hukumnya haram. Padahal justru dia secara tegas mengkritisi kompleksitas persoalan pariwisata tersebut. Betapa malunya kita ketika NTB dikenal memiliki wisata halal namun barang haram banyak ditemui. Sebelum merasa malu, maka pandangan Ali BD yang akan menghapuskan konsep wisata syariah patut didukung. Kecuali NTB benar-benar siap dengan konsep pariwisata syariah. Bukan sekedar kolam renang aja yang dipisah antara ikhwan dan ukhti, namun di depan banyak bule memamerkan pantat putihnya.
Ali BD secara gamblang membuka kompleksitas permasalahan dasar di NTB. Tidak perlu dengan pamerkan jumlah kunjungan wisatawan fiktif untuk mendongkrak nama NTB. Pariwisata dan syariah tidak perlu dikawinkan untuk mendongkrak pariwisata. NTB dengan wisata alaminya cukup menjadi bahan dasar utama meningkatkan kunjungan wisatawan.
Tuntaskan saja permasalahan begal dulu baru bicara syariah. Apa kita tidak malu berteriak wisata halal sementara di daerah wisata khususnya Lombok Tengah wisatawan justru jadi korban begal? Polda NTB di akhir tahun 2017 telah merilis jumlah kejahatan terhadap orang asing di NTB. Lombok Tengah lagi-lagi mendapat peringkat atas dengan jumlah kasus 28 dari 36 kasus di NTB.
Kemudian terakhir, benahilah event-event berskala internasional maupun nasional di NTB. Urus dulu peserta marathon yang tidak kebagian medali. Masak mereka bayar mahal-mahal hanya diberikan minuman botol dan pisang ijo. Ini juga dapat merusak pariwisata NTB, bahkan nama NTB di mata dunia.
So… Saya bukan pendukung Ali BD, dan saya rasa saya belum tentu memilihnya di Pilgub NTB nanti, tapi saya mendukung pernyataannya yang membuka secara gamblang kompleksitas pariwisata di NTB.