HarianNusa.com, Lombok Tengah – Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen-KP) Nomor 56 Tahun 2016 tentang Larangan Penangkapan dan/atau Pengeluaran Lobster, Kepiting dan Rajungan dari wilayah Indonesia, membuat nelayan lobster mengalami dampak paling buruk. Mereka tidak lagi bisa leluasa mengeksport lobster keluar negeri.
Nelayan di Pulau Lombok terkena imbas dari kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti tersebut. Mereka yang semula bisa menyekolahkan anaknya sampai di luar Lombok, namun semenjak Permen-KP tersebut berlaku, menjadi mimpi buruk bagi mereka. Bahkan nelayan terancam pidana apabila kedapatan menangkap benih lobster dan menjualnya.
Pasal 2 Permen-KP tersebut tegas mengatakan, penangkapan/pengeluaran lobster tidak dalam kondisi bertelur dan ukuran panjang karapas di atas 8 cm atau berat di atas 200 gram per/ekor.

Melihat kondisi nelayan yang terkena imbas atas kebijakan tersebut, Anggota DPR RI Komisi V dari Fraksi Gerindra, Ir. H. Bambang Haryo Soekartono secara langsung mengunjungi nelayan di Dusun Awang Desa Mertak Kecamatan Pujut Lombok Tengah.
Meskipun hari mulai gelap, Bambang Haryo langsung mendatangi Awang setelah tiba di Lombok. Dia berinteraksi langsung dengan warga di sana soal kebijakan Menteri Susi. Bambang mengatakan kebijakan Susi tidak hanya berdampak buruk bagi nelayan, tetapi juga potensi devisa yang seharusnya diterima negara.
“Satu potensi devisa yang seharusnya bisa diterima oleh negara dan juga daerah serta dapat dinikmati oleh masyarakat, kalau di seluruh Lombok Rp 685 miliar setahun. Ini hilang karena dengan adanya kebijakan, seharusnya sampai ukuran 200 gram bisa ditangkap,” ujar Bambang Haryo di Pelabuhan Perikanan Teluk Awang, Selasa (21/08) malam.
Bambang menegaskan, kebijakan Menteri Susi tanpa melakukan penelitian di wilayah tersebut. Jika tak ditangkap nelayan, benih lobster tersebut justru akan menjadi santapan ikan maupun predator laut lainnya. Ini terbukti dengan tidak pernah ditemukan lobster berukuran besar di wilayah tersebut, meskipun nelayan tidak lagi menangkap benih lobster.
“Ternyata penangkapan benih lobster itu sebesar ukuran korek api, terus dibudidayakan seukuran 200 gram. Kalau tidak dibudidayakan akan mati dimakan ikan. Kita minta Permen-KP 56 dicabut agar dikembalikan ke Permen sebelumnya di mana 200 gram ke bawah boleh ditangkap,” ungkap Anggota Badan Anggaran DPR RI ini.
“Mungkin bisa dibuat rekayasa industri di mana dari 200 gram untuk menjadi 5 kg, karena lobster bisa seberat itu. Tentu bisa dilakukan satu kajian secara ilmiah melalui KKP bersama Lipi untuk dibudidayakan tanpa kita harus eksport. Tapi kalau misalnya masyarakat Indonesia tidak bisa budidayakan tentu kita bisa melakukan eksport dengan ukuran 200 gram,” pungkasnya.
Dia menjelaskan bahwa jika nelayan tidak menangkap benih lobster tersebut, maka tingkat hidup lobster tersebut 0,1 persen akibat menjadi mangsa ikan. “Lobster itu kalau tidak dibudidayakan tingkat kehidupannya hanya 0,1 persen,” terangnya.
Bambang mengatakan potensi kerugian Indonesia akibat kebijakan tersebut sebesar 6 triliun, bahkan tingkat eksport lobster Indonesia mendekati angka nol. “Kalau seluruh Indonesia kurang lebih 10 kali lipatnya dari pada yang didapatkan Lombok ini. Mungkin sekitar 6 triliun potensi lobster kita yang hilang akibat kebijakan Buk Susi. Terbukti setelah munculnya Permen-KP 56 eksport lobster kita hampir mendekati angka 0,” jelasnya.
“10.200 nelayan yang kemarin menggantungkan betul kehidupannya dari lobster. Kalau seluruh Indonesia kira-kira 5 kali lipat berarti 50 ribuan. Indonesia adalah tempat bibit lobster terbanyak di seluruh dunia. Ini bisa menjadi komoditi andalan kita. Dengan adanya Permen Susi bukannya eksport lobster tambah besar malah mendekati nol. Ini bukti kebijakan Buk Susi kebijakan yang salah dan harus diubah,” tegasnya.
Kepala Dusun Awang, Waknapisah mengungkapkan bahwa Menteri Susi pernah mendatangi mereka dan meminta agar lobster ditangkap jika ukurannya telah besar. Namun hingga saat ini tidak pernah ditemukan lobster berukuran besar di Awang. Artinya benih lobster tersebut telah dimangsa ikan-ikan.
“Di sini induknya enggak ada, apa yang kita tangkap? Sudah dimakan sama ikan. Dari pada dimakan sama ikan biar kita kasi masyarakat. Coba suruh dia nampak kalau ada induk lobster di sini, enggak ada,” ungkapnya.
Ternyata asal-usul benih lobster tersebut datangnya dari Pulau Christmas di wilayah Australia. Benih lobster tersebut terbawa hingga ke Pulau Lombok, sehingga sangat wajar tidak ditemukan induk lobster di Awang maupun di sekitarnya. (sat)