HarianNusa.com – Hari ini bertepatan dengan Hari Buruh Sedunia atau dikenal dengan istilah may day. Kelompok buruh di Indonesia merayakan dengan menggelar aksi menuntut kenaikan upah dan kehidupan buruh lebih layak lagi.
LSM Kasta NTB turut menyambut may day. Ketua Divisi Hukum Kasta NTB, Apriadi Abdi Negara, menyebut momen hari buruh selayaknya menjadi ajang evaluasi kinerja pemerintah.
“Kasta NTB mengharap agar may day tidak hanya bersifat seremonial dan melupakan substansi dan eksistensi pekerja termasuk para honorer baik guru honorer maupun pegawai honorer di instansi pemerintah untuk menerima hak haknya,” ujar Abdi, Rabu, 1 Mei 2019.
May day kata Abdi, hendaknya menjadi momentum evaluasi kinerja pemerintah utamanya instansi terkait atas perlakuan negara terhadap para pekerja selama ini. “Apakah sudah maksimal memproteksi hak-hak buruh maupun upaya upaya peningkatan jumlah nominal honor bulanan yang diterima para pekerja agar sesuai standar minimum yang ditetapkan undang-undang,” sambungnya.
Ada perbedaan landasan undang-undang yang menjadi acuan antara buruh di perusahaan swasta dan honorer yang diangkat pemerintah. Buruh diarahkan untuk mengacu pada undang-undang ketenagakerjaan, sementara honorer diatur pada undang-undang (UU) aparatur sipil negara atau ASN.
“Menjadikan posisi tenaga honorer tidak jelas, di satu sisi mereka adalah pekerja yang secara jelas diatur dalam UU ketenagakerjaan tetapi juga mereka harus siap diiatur oleh UU ASN yang seharusnya hanya fokus pada pengaturan ASN dan tenaga lainnya yang diatur UU seperti PPPK (pegawai pemerintah dengan Perjanjian kerja) yang hampir hak dan kewajibannya sama dengan ASN,” ungkap Abdi
Abdi berharap seharusnya pemerintah tegas menggolongkan tenaga honorer sebagai pekerja yang diatur oleh UU ketenagakerjaan sehingga segala hak dan kewajibannya mengacu pada UU tersebut, termasuk menyangkut upah dan gaji mereka. UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan jelas mengatur soal upah minimum yang antara lain mendapat penghasilan yang menenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
“Sekarang yang menjadi pertanyaan apakah tenaga honorer juga menerima penghasilan yang sama dengan pekerja informal lainnya yang diatur UU? Faktanya tidak, karena banyak sekali tenaga honorer di instansi instansi pemerintah khususnya pemerintah daerah yang gaji mereka perbulan sangat tidak layak bahkan tidak menerima gaji sama sekali,” sesalnya.
Menjadi sangat miris ketika masyarakat ramai-ramai bicara hari buruh dan halnya, maka sepantasnya pemerintah tidak mendikotomi hak pekerja swasta dan tenaga honorer karena posisi mereka sama sebagai pekerja.
“Dan sudah sangat jelas pula posisi pemerintah adalah bagian dari orang perorang, badan hukum, pengusaha, atau badan badan lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja (pasal 1 angka 4 UU ketenagakerjaan),” jelasnya.
Sementara Pembina Kasta NTB, Lalu Wink Haris, mengatakan hal lain yang tidak kalah penting yang harus dilakukan pemerintah utamanya Pemkab, adalah melakukan pengawasan ketat terhadap pengusaha yang mempekerjakan banyak pekerja untuk selalu taat aturan terutama menyangkut sistem dan mekanisme pengupahan mereka agar selalu sesuai dengan ketetapan UU.
Kasta NTB, katanya, mensinyalir banyak perusahaan di NTB yang memberikan gaji kepada pekerja mereka jauh di bawah UMP dan UMK yang sudah ditetapkan pemerintah.
“Perusahaan nasional maupun lokal yang berinvestasi dan melibatkan tenaga kerja harus tunduk pada ketentuan UU terutama menyangkut hak hak dasar para pekerja tegas,” terangnya.
Sikap tegas harus diambil pemerintah dengan mengevaluasi izin perusahaan bahkan bila perlu mencabut ijin mereka jika terbukti mencederai hak pekerja. (sat)