HarianNusa.com, Sembalun – Ruslan Abdul Gani, biasa disapa dengan panggilan Ulan. Pengusaha penginapan dan trekking organizer di sekitar Gunung Rinjani. Gempa Tahun 2018 lalu matig segar dalam ingatannya. Tamu-tamunya yang kebanyakan warga asing, berhamburan keluar penginapan setelah merasakan guncangan gempa sekuat M 6,4.
Beberapa tamu dievakuasi di tenda-tenda darurat sekitar penginapan. Beberapa lagi pergi dari Sembalun, seolah takut gempa susulan akan merobohkan tembok-tembok di Kecamatan Sembalun, Lombok Timur itu. Kelak, ketakutan tersebut terbukti.
“Sejak gempa itu, pengunjung di daerah ini turun drastis. Bahkan, pariwisatanya lumpuh total. Kebetulan Bapak Lalu Muhammad Alfian (Kepala Cabang ACT NTB) meminta bantuan. Saya waktu itu belum tahu ACT ini apa. Tapi karena beliau teman akrab saya, jadi saya siap bantu apa saja, termasuk penginapan ini. Alhamdulillah kerusakannya hampir tidak ada, paling tembok retak. Kenapa tidak kalau saya ikut membantu?,” kisah Ruslan pada Rabu (14/8) silam.
Para relawan yang kemudian dibantu juga oleh TNI, mendirikan tenda darurat di lapangan penginapan dan dapur umum di teras belakang rumahnya. Tak sedikit dari mereka yang datang dari tempat-tempat jauh. Hal tersebut yang kemudian membuat Ruslan tersentuh.
“Ada relawan dari Bali bertemu saya di sini, mereka tidur di tenda-tenda. Saya langsung terpikir, mereka saja yang tinggal jauh dari sini sangat peduli sampai mau datang ke Sembalun. Masa saya tidak bisa peduli seperti mereka?” ujar Ruslan.
Belum usai kondisi sulit yang mereka alami akibat gempa pertama, gempa sekuat M 7,0 mengguncang. TNI dan para relawan berhamburan keluar dari tempat mereka menuju ke lapangan penginapan. Bahkan, tembok-tembok yang mengelilingi penginapannya sempat roboh karenanya.
“Tembok ini roboh,” kata Ruslan menunjuk tembok yang terlihat seperti baru dibeton. Ia lalu melanjutkan, “Waktu tembok ini roboh, dua orang relawan medis lari keluar dari tenda darurat dan berdiri di dekat tembok ini. Tangan mereka langsung ditarik oleh TNI. Mungkin saat itu cuma hitungan satu detik setelah mereka ditarik, tembok ini roboh ke arah mereka. Mereka langsung berpelukan dan menangis,” kisah Ruslan.
Demikian perjuangan para relawan tersebut turut membantu warga Sembalun. Melakukan distribusi mulai dari dusun sekitar penginapan berada, hingga dusun yang berada di balik bukit sekalipun. Setelah melewati dua gempa dan satu hari raya Iduladha, kebersamaan itu terbentuk. Momen-momen perpisahan menjadi momen paling emosional yang dirasakan oleh Ruslan.
“Terus ketika berpisah, itu yang buat terharu juga. Karena sudah makan bersama, ikut distribusi ke beberapa tempat di Sembalun dan itu terus bersama. Setiap kali ganti ketua posko atau ganti relawan, itu sedih terus. Alhamdulillah, hubungan kita sampai sekarang baik dan kita jadikan (seperti) keluarga, keluarga besar ACT. Bahkan yang relawan dari Bali itu, beberapa kali kembali ke sini,” ujar Ruslan.
Beberapa bulan setelah ditinggal para relawan, Ruslan terinspirasi untuk melanjutkan kerja kemanusiaannya. Dua buah mobil Humanity Water Tank kebetulan diturunkan untuk membantu kesulitan air yang melanda Sembalun, semenjak pipa-pipa aliran air terkubur gempa, hingga kemarau sekarang ini. Tidak lain, Ruslan yang menjadi koordinator lapangan distribusi air tersebut setiap hari karena warga sekitar sangat membutuhkan air.
“Bahkan sempat kita itu meneteskan air mata dengan relawan lainnya. Karena, maaf ya, ada satu ibu di dalam kamar mandi sedang buang air besar, itu belum selesai sudah keluar karena mendengar suara mesin pompa air kita. Takut tidak dapat air. Lalu dia bilang, ’Yang buat kita kurus itu menunggu air sampai malam kadang sampai jam 1 pagi, hanya untuk mendapat dua atau tiga ember air,’” tiru Ruslan.
Ruslan juga berharap, Lombok segera pulih, terutama untuk masalah kekeringan kali ini yang sudah cukup menganggu aktivitas warga setempat. “Kita kasihan lihat anak-anak yang seminggu sekali mandi. Begitu juga orang tuanya yang tidak sempat ke sawah, ke ladang, untuk mengerjakan pekerjaannya sebagai petani karena ikut menunggu dan mengambil air,” harapnya.
Sore turun. Tiga orang asing berjalan dari pintu gerbang. Memotong cerita dan menanyakan kamar yang telah mereka pesan kepada Ruslan. Si pengusaha sekaligus relawan itu meninggalkan ceritanya. Bergegas membukakan kamar kepada ketiga turis tadi. []