HarianNusa.Com, Mataram – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi NTB memberikan respon positif dalam menanggapi surat Gubernur NTB Nomor : 900/417/BPKAD/2019 tentang Permohonan Persetujuan DPRD NTB untuk penambahan penyertaan modal berupa barang milik/asset tertanggal 28 November 2019.
Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi menyampaikan bahwa setelah melakukan serangkaian rapat kerja yang secara khusus mengkaji dan membahas tentang kinerja Bank NTB Syari’ah, Komisi III berpendapat bahwa sebagai bank daerah (Badan Usaha Milik Daerah) yang secara historis telah cukup lama berperan sebagai pengelola kas daerah, dan juga berkontribusi terhadap pembangunan daerah serta lahirnya pengusaha-pengusaha daerah, Bank NTB Syari’ah perlu terus didukung perkembangannya. Sehingga bisa menjadi bank daerah yang kompetitif dalam membantu perekonomian masyarakat NTB dan mampu bersaing secara sehat dengan bank nasional maupun konvensional lainnya.
Sambirang menyebutkan, salah satu tantangan yang dihadapi Bank NTB Syariah saat ini adalah bagaimana memperluas fungsi dan peranannya sehingga tidak hanya terkesan sebagai pengelola kas daerah, tapi juga mampu melayani kebutuhan transaksi keuangan masyarakat luas.
“Dengan kata lain, Bank NTB Syariah harus memperluas segmen pasarnya, sehingga tidak hanya mampu melayani pemerintah daerah dan Aparatur Sipil Negara (ASN), tetapi juga mampu melayani seluruh lapisan masyarakat luas, karena secara esensi Bank NTB syariah adalah milik kita bersama, milik seluruh masyarakat bumigora,” ungkapnya saat membacakan laporan tertulis Komisi III pada Rapat Paripurna DPRD Provinsi NTB, Jumat, (24/01).
Ia mengatakan setidaknya ada empat alasan dan pertimbangan yang mendasari perlunya dukungan penyertaan modal terhadap Bank NTB Syari’ah, yakni alasan kinerja, prospek bisnis, regulasi dan pengaruh terhadap fiskal daerah.
Sambirang mengungkapkan, menurut Komisi III, Bank NTB Syari’ah telah mampu eksis di tengah persaingan industri perbankan yang semakin ketat dengan menunjukkan kinerja yang baik dan sangat menggembirakan. Pada tahun 2019, kinerja Bank NTB Syariah mampu melampaui kinerja industri perbankan nasional. Hal ini dapat dilihat dari indikator pertumbuhan aset dan laba, pembiayaan, dan rasio keuangan utamanya, dengan rincian total aset meningkat dari Rp. 7,04 triliun menjadi Rp. 8,69 triliun atau tumbuh sebesar 23,43% dibanding tahun sebelumnya.
“Sedangkan industri perbankan nasional hanya tumbuh pada kisaran 5,93%,” kata Sekretaris Fraksi PKS itu.
Pertumbuhan aset Bank NTB Syariah ditopang oleh perhimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat menjadi Rp 6,82 triliun dari Rp. 4,92 triliun pada tahun sebelumnya, tumbuh sebesar Rp. 1,9 triliun atau 38,5%, jauh di atas pertumbuhan rata-rata industri perbankan nasional yang hanya tumbuh sebesar 6,29%. Pembiayaan Bank NTB Syariah tumbuh sebesar 14,65% atau meningkat menjadi Rp. 5,58 triliun dari Rp. 4,87 triliun pada tahun sebelumnya.
Sedangkan pembiyaan industri perbankan nasional hanya tumbuh sebesar 5,67%. Kualitas pembiayaan semakin baik dengan indikator rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (npf) sebesar 1,36%, membaik dibanding tahun sebelumnya sebesar 1,63%,” paparnya.
Dikatakannya, rasio keuangan utama menunjukan hasil yang baik, terlihat dari rasio kecukupan modal (car) sebesar 35,88%, tingkat pengembalian aset (roa/return on aset) sebesar 2,52%, return on equity (roe) sebesar 11,97%, rasio biaya operasional terhadap pendapatan operasional perusahaan (bopo) sebesar 77,05 %, net income sebesar 5,47%, dan finance to deposit ratio (fdr)/ rasio pembiayaan terhadap pendanaan sebesar 81,89%.
“Dengan kinerja yang sangat baik tersebut, menurut pihaknya BaNTB Syariah berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp. 162,46 miliar atau naik sebesar 6,94% dibandingkan laba bersih tahun sebelumnya hanya Rp. 151,9 miliar,” ujarnya.
Persaingan di industri perbankan yang semakin ketat, ungkapnya, mengharuskan Bank NTB Syariah bertindak out of the box, melakukan adaptasi dan pembenahan dari semua sisi. Bank NTB Syariah tidak bisa lagi mengandalkan bussines as usual, yang hanya bertumpu pada captive market pemerintah daerah dan para ASN.
“Untuk itu, Bank NTB Syariah harus merubah tampilan, menyempurnakan rencana dan proses bisnis, produk, layanan, dan menjunjung tinggi profesionalitas dan kehandalan sumber daya insani, sehingga mampu memenuhi harapan masyarakat luas. Disamping itu, infrastruktur bangunan kantor dan fasilitas penunjang pelayanan lainnya harus tampak lebih memadai dan memuaskan semua pelanggan dan stake holder, ” ungkapnya.
Peraturan pemerintah nomor 54 tahun 2017 tentang badan usaha milik daerah mengamanahkan kepada pemerintah provinsi untuk menjadi pemegang saham pengendali dengan share saham senilai 51%. sementara posisi saham Pemda NTB saat ini baru mencapai 44,11%. Untuk mencapai saham senilai 51% tersebut, Bank NTB Syariah tentu membutuhkan penguatan modal agar tetap bisa tumbuh secara kompetitif. Per Desember 2019, modal inti Bank NTB Syariah masih tercatat sebesar Rp. 1,42 triliun, sehingga perlu terus dibackup agar bisa terus tumbuh dan memenuhi standar modal inti yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dikatakannya bahwa tambahan penyertaan modal yang diminta oleh Gubernur NTB bukanlah dana segar (fresh money), melainkan pengalih fungsian aset daerah yang idle atau tidak produktif, sehingga tidak akan berpengaruh atau berimplikasi terhadap beban fiskal daerah.
“Berdasarkan alasan dan pertimbangan tersebut, Komisi III dapat memahami surat Gubernur Nomor 900/417/BPKAD/2019 yang memohon persetujuan DPRD untuk memberikan tambahan penyertaan modal berupa barang milik daerah/aset tanah yang berstatus idle seluas 9.996 m2 dengan nilai wajar. Yaitu Rp 78.233.667.000,- yang berlokasi di jalan udayana mataram,” katanya.
Menurut Komisi III, share saham Pemda di Bank NTB Syariah meningkat dari 44,11% menjadi 48,33%. Sehingga dengan demikian, kedepan tekanan terhadap fiskal daerah juga berkurang, karena hanya butuh 2,67% lagi untuk mencapai 51%.
“Atas pemahaman tersebut, melalui forum paripurna yang terhormat ini, Komisi III merekomendasikan kepada Pimpinan DPRD untuk memberikan persetujuan penambahan penyertaan modal terhadap Bank NTB Syariah sesuai surat gubernur dimaksud,” ungkapnya.
Komisi III juga memberikan beberapa saran dan catatan, diantaranya menurut Komisi III diperlukan upaya dari asosiasi pemerintah provinsi dan asosiasi pimpinan DPRD Provinsi NTB untuk mengupayakan perubahan PP nomor 54 tahun 2017 tentang BUMD, yang mengatur kewajiban pemerintah provinsi menjadi pemegang saham mayoritas/pengendali dengan share saham senilai 51%.
Dikatakannya, kewajiban tersebut cukup memberatkan pemerintah provinsi untuk memenuhinya, karena pemerintah kabupaten/kota juga pada waktu yang bersamaan berpotensi untuk tetap melakukan tambahan penyertaan modal. Dengan kata lain, pemerintah provinsi dan pemerintah kab/kota akan selalu saling kejar mengejar dalam merebut komposisi penyertaan modal.
Bank NTB Syariah diminta harus benar-benar berperan optimal dalam membantu perekonomian daerah, memberdayakan dan memfasilitasi akses modal masyarakat kecil, UMKM, serta berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) sesuai amanah UU 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah, bukan sebaliknya menambah beban fiskal daerah.
Ia mengatakan Bank NTB Syariah harus dikelola dengan profesional dan transparan, dengan menerapkan manajemen resiko, merekrut dan menempatkan SDM handal mulai dari dewan pengawas, direksi, hingga ujung tombak pejuang Bank NTB Syariah di lapangan.
“Dalam hal ini Pemda NTB melalui Biro Ekonomi harus terus mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasannya, tentu dengan memperhatikan prinsip-prinsip good corporate governance,” tegasnya.
Bank NTB Syariah harus mampu berkontribusi dalam memberdayakan masyarakat kecil yang terjerat rentenir atau “Bank Subuh” di pasar-pasar tradisional, dengan memfasilitasi kredit yang kompetitif serta menempatkan outlet promosi dan pelayanan Bank NTB Syariah di pasar-pasar dimaksud dengan mengembangkan kredit produktif yang saat ini masih berkisar di angka 10%.
Bank NTB Syariah juga harus memperhatikan dan mempertimbangkan para sales funding yang menjadi karyawan outsourching untuk diangkat menjadi karyawan tetap Bank NTB Syariah dengan menerapkan kebijakan “affirmative action” atau seleksi jalur khusus, dengan tetap mengacu pada azas profesionalitas, standar kepantasan dan regulasi yang berlaku.
“Semoga forum yang mulia ini dapat memahaminya dan memberikan persetujuan,” pungkas Sambiring mengakhiri laporannya.
Persetujuan Komisi III DPRD Provinsi NTB terhadap penambahan penyertaan modal Bank NTB Syariah juga disetujui oleh seluruh peserta rapat. Persetujuan tersebut ditetapkan dalam rancangan keputusan DPRD Provinsi NTB nomor: /DPRD/2020 tentang persetujuan penyertaan penambahan modal terhadap Bank NTB Syariah yang dibacakan oleh Sekretaris Dewan (Sekwan), H. Mahdi.
Rapat Paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Provinsi NTB, Hj. Baiq Isvie Rupaeda bersama Wakil Ketua H. Mori Hanafi dan H. Abdul Hadi ini turut dihadiri oleh Gubernur NTB, Dr. H Zulkieflimansyah, Kapolda NTB Irjen. Pol. Tomsi Tohir, anggota DPRD NTB , Forkopimda NTB, dan undangan lainnya. (f3)
Ket. Foto:
1. Ketua Komisi III DPRD NTB, Sambirang Ahmadi menyampaikan laporan Komisi III tentang Penyertaan penambahan modal Bank NTB Syari’ah. (istimewa)
2. Sekretaris DPRD Provinsi NTB H. Ahmadi
2. Para peserta Rapat Paripurna DPRD Provinsi NTB menyanyikan lagu Indonesia Raya sebelum Rapat Paripurna dimulai. (HarianNusa.Com/f3)