Connect with us

NTB

Ribuan Massa Aksi Kepung DPRD NTB Tuntutan Penolakan Pengesahan UU Cipta Kerja

Published

on

HarianNusa.com, Mataram – Ribuan mahasiswa dari berbagai organisasi kepemudaan di Nusa Tenggara Barat turun ke jalan menolak disahkannya Undang-undang Cipta Kerja Omnibus Law oleh DPR-RI dan Pemerintah. Mereka membanjiri kantor DPRD NTB, Kamis, (8/10/2020).

Organisasi-organisasi kepemudaan tersebut diantaranya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhamadiyah (IMM), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia (PMKRI), Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI), Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) dan lainnya.

Sebelumnya Koordinator Umum PMII, Aziz Muslim dalam siaran persnya, Rabu, 7 Oktober 2020, mengatakan banyak sekali pasal demi pasal yang bermasalah dalam Omnibus Law.

“UU Cipta Kerja menghilangkan poin keberatan rakyat mengajukan gugatan ke PTUN apabila perusahaan atau pejabat atau usaha negara menerbitkan izin lingkungan tanpa disertai Amdal. Sehingga UU ini lebih berpihak pada kepentingan koorporasi dan oligarki tanpa peduli terhadap kerusakan lingkungan dan kehidupan rakyat,” katanya.

Disebukan, beberapa poin penolakan PMII terhadap pasal-pasal dalam Omnibus Law tersebut, yakni:

Advertisement

1. UU Omnibus Law Cipta Kerja tidak sesuai dengan UU 1945 Pasal 33 Ayat 3 tentang Bumi, Air, dan Kekayaan Alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya atas kemakmuran Rakyat.

2. Termuat dalam paragraph 12 Pendidikan dan Kebudayaan Pasal 65 Ayat 1 dan 2 UU Cipta Kerja , mengkapitalisasi sektor Pendidikan dengan memasukan aturan pelaksanaan perizinan.

3. UU Cipta Kerja menghilangkan poin keberatan rakyat mengajukan gugatan ke PTUN apabila perusahaan atau pejabat atau usaha Negara menerbitkan izin lingkungan tanpa disertai Amdal. Sehingga UU ini lebih berpihak pada kepentingan koorporasi dan oligarki tanpa peduli terhadap kerusakan lingkungan dan kehidupan rakyat.

4. Waktu istirahat dan juga cuti dalam pasal 79 ayat 2 Huruf B yang mengatur bahwa istirahat mingguan pekerja jadi satu hari dalam waktu 6 hari kerja, artinya aturan 5 hari kerja, dihapus dalam undang-undang ini, dan hak cuti juga berpotensi hilang, seperti cuti haid dan melahirkan bagi perempuan karena hak upah pekerja atas cuti hilang.

5. Soal upah dalam pasal 88 B yang mengatur tentang standar pengupahan berdasarkan waktu atau perjam. Berdasarkan pasal ini pengupahan diterapkan sesuai satuan waktu dan juga satuan hasil, karena itu tidak sedikit yang menganggap bahwa skema pengupahan ini akan menjadi dasar bagi perusahaan untuk memberlakukan hitungan upah perjam, selain itu dalam pasal 88 C yakni menetapkan upah minimum sebagai jaring pengamanan, dalam hal ini kaitannya upah minimum yang dimaksud adalah Upah Minimum Provinsi (UMP). Pada poin ini juga banyak kekhawatiran terkait pemerintah tengah berupaya menghilangkan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK).

Advertisement

6. Jam kerja yang mengeksploitasi, dalam pasal 77 Undang-undang No. 13 tahun 2003, pasal sebelumnya disebutkan mengenai pelaksanaan ketentuan waktu kerja yakni 7 Jam sehari untuk 6 hari kerja, atau 8 jam sehari untuk 5 hari kerja, sementara UU Cipta kerja Pasal 77 ini disebutkan waktu kerja paling lama adalah 8 jam dalam waktu satu hari dan 40 jam dalam waktu satu minggu.

7. Penghapusan pasal 59 UU ketenagakerjaan yang mengatur tentang syarat pekerja waktu tertentu/pekerja kontrak. Dengan dihapuskan pasal ini dalam UU Cipta Kerja, maka tidak ada batasan aturan sampai kapan seorang pekerja ini bias dikontrak dan akibatnya bisa saja pekerja tersebut menjadi pekerja kontrak seumur hidup.

8. Pasal 42 yang mengatur tentang kemudahan para pekerja asing. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa setiap pemberi kerja hanya diwajibkan membeli atau memiliki pengesahan penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) dari Pemerintah Pusat. Berbeda dengan sebelumnya jika ini disahkan maka TKA sudah tidak diharuskan lagi untuk mendapatkan izin tertulis dari mentri atau pejabat yang ditunjukan. Kemudian pertanyaannya adalah izin siapa yang lantas bias dimintai pertanggung jawaban atas kualitas dari para TKA ???.

9. Uang penghargaan masa kerja diatur bekerja selama 24 tahun kerja. UU Cipta kerja menghapus poin H dalam Pasal 156 Ayat 3 terkait uang penghargaan bagi pekerja atau buruh yang memiliki masa kerja selama 24 tahun atau lebih. Dimana seharusnya pekerja menerima uang penghargaan sebanyak 10 bulan gaji.

Dalam orasinya, pimpinan massa aksi tersebut menyampaikan tuntutan yang sama yakni penolakan pengesahan undang-undang Cipta Kerja atau Omnibus Law yang dituding merugikan para pekerja Indonesia.

Advertisement

Ketua DPRD Provinsi NTB Hj. Baiq Isvie Rupaeda saat diwawancarai sejumlah awak media usai menerima massa aksi menyatakan bahwa pihaknya akan melanjutkan apa yang menjadi tuntutan para demonstran kepada DPR RI dan nantinya dilanjutkan oleh DPR ke Presiden.

"Saya kira ini penting melihat keadaan yang sudah genting. Maka saya harapkan DPR peka terhadap keadaan Indonesia," ungkapnya.

Terkait tenggang waktu, Isvie mengatakan besok pagi sudah sampai.
"Bila perlu kami dari DPRD NTB akan membawa surat itu langsung ke DPR RI," katanya.

Ditanya bagaimana pandangan DPRD NTB terhadap Undang-undang Cipta Kerja tersebut, Isvie mengatakan belum melihat secara utuh isi undang-undang tersebut, dan pihaknya akan melakukan kajian.

"Kami akan mengkaji sebaik-baiknya dan hasil kajian tersebut akan kami kirim ke DPR," pungkasnya. (*)

Advertisement

ket. foto:
1. Massa aksi saat melakukan demonstrasi di depan gedung DPRD NTB menuntut penolakan pengesahan Undang-undang Cipta Kerja.

2. Ketua DPRD Provinsi NTB Hj. Baiq Isvie Rupaeda saat diwawancarai sejumlah awak media usai menerima massa aksi. (HarianNusa.com/f3)

Continue Reading
Advertisement

NTB

Perlindungan Perempuan di Ponpes Jadi Sorotan: Pemprov NTB dan Komnas Perempuan Ambil Langkah Konkret 

Published

on

By

HarianNusa, Mataram – Kekerasan terhadap perempuan di lingkungan pesantren kembali menjadi perhatian serius. Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menggelar pertemuan strategis di ruang kerja Wakil Gubernur NTB, Rabu (28/5), guna memperkuat perlindungan terhadap perempuan korban kekerasan, terutama di institusi pendidikan berbasis agama.

Wakil Gubernur NTB menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam menangani kasus-kasus kekerasan dan pelecehan yang marak terjadi, termasuk di lembaga yang selama ini dikenal sebagai tempat pembinaan moral dan akhlak.

“Di tengah upaya membangun NTB yang berkarakter, kita tidak bisa menutup mata atas adanya pelecehan dan kekerasan di lembaga pendidikan. Ini bukan hanya mencoreng institusi, tapi juga mengancam masa depan generasi muda,” ujarnya tegas.

Pihaknya menilai bahwa pengungkapan kasus kekerasan tidak selalu mudah, terutama saat pelaku adalah tokoh berpengaruh dalam komunitas. Oleh karena itu, Pemprov NTB berencana memperkuat koordinasi lintas sektor, termasuk dengan Kantor Kementerian Agama dan pemerintah kabupaten/kota, dalam membentuk sistem rujukan bersama yang lebih terstruktur dan responsif.

Komitmen ini mendapat dukungan penuh dari Komnas Perempuan. Ketua Komisi Paripurna Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, menyampaikan sejumlah rekomendasi penting, termasuk perlunya sistem perlindungan yang menyeluruh dan aksi pencegahan yang berkelanjutan.

Advertisement

“Korban kerap berada dalam posisi yang rentan, mengalami tekanan, bahkan intimidasi. Ini yang harus kita hentikan bersama-sama. Pencegahan tidak cukup hanya berupa penyuluhan. Harus ada tindakan nyata,” tegas Maria Ulfah.

Salah satu usulan Komnas Perempuan adalah penerapan sertifikasi kesehatan mental bagi tenaga pendidik di lingkungan pesantren. Hal ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa pendidik memiliki kesiapan psikologis dan tidak memiliki riwayat gangguan yang dapat berdampak negatif pada santri.

Maria juga menekankan bahwa perlindungan terhadap korban harus mencakup upaya pemulihan dan jaminan keamanan pascakejadian. Ia berharap NTB dapat menjadi contoh daerah yang berani membongkar praktik kekerasan dan mengambil tindakan tegas terhadap pelaku, tanpa pandang bulu.

Pertemuan ini menjadi sinyal penting bahwa negara hadir dalam melindungi warganya yang paling rentan, khususnya perempuan dan anak-anak di lingkungan pesantren. Upaya ini juga mendorong masyarakat untuk tidak lagi bungkam terhadap kekerasan, dan menjadikan perlindungan korban sebagai bagian dari budaya kolektif.

Dengan adanya sistem rujukan bersama, evaluasi perlindungan yang berkelanjutan, serta kolaborasi erat antar instansi, diharapkan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan tidak lagi tertutup, dan korban dapat memperoleh keadilan serta pemulihan secara layak.

Advertisement

“Melindungi perempuan dari kekerasan bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tanggung jawab moral seluruh masyarakat,” tutup Maria Ulfah. (F3)

Ket. Foto:

Pertemuan Wakil Gubernur NTB Hj. Indah Damayanti Putri dan jajarannya bersama Komnas Perempuan di Ruang kerjanya. (Ist)

Continue Reading

Nasional

Komisi IX DPR RI Soroti Tingginya Pengangguran Lulusan SMK dan Lambannya Pembangunan Dapur Gizi di NTB

Published

on

By

HarianNusa, Mataram – Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) guna meninjau kesiapan daerah dalam melaksanakan program prioritas nasional, yakni Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), serta membahas permasalahan pengangguran yang masih menjadi tantangan serius di wilayah tersebut.

Kunjungan ini dipimpin langsung oleh Ketua Tim Kunker Komisi IX DPR RI, drg. Putih Sari, yang menyoroti tingginya angka pengangguran terbuka di NTB, khususnya di kalangan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Berdasarkan data BPS NTB per Agustus 2024, terdapat 87.010 pengangguran terbuka, di mana 4,73 persen di antaranya berasal dari lulusan SMK.

“Kondisi ini sangat memprihatinkan karena menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara kompetensi lulusan dengan kebutuhan industri di NTB. Banyaknya SMK yang dibuka tidak mempertimbangkan karakteristik wilayah dan pasar kerja lokal,” ujar Putih Sari dalam pertemuan tersebut.

Menanggapi hal ini, Komisi IX mendorong pemerintah daerah bersama lembaga pelatihan kerja, termasuk Balai Latihan Kerja (BLK), untuk merancang program pelatihan yang selaras dengan kebutuhan riil dunia usaha dan industri yang berkembang di NTB. Langkah ini dinilai krusial untuk mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan daya saing tenaga kerja lokal.

Selain isu ketenagakerjaan, Komisi IX juga meninjau perkembangan program SPPG yang merupakan bagian dari agenda besar pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam menangani permasalahan gizi anak. Pemerintah menargetkan pembangunan 400 dapur umum di NTB hingga akhir 2025, namun hingga saat ini baru terealisasi sekitar 25 persen atau 54 unit.

Advertisement

Komisi IX menekankan pentingnya percepatan pembangunan dapur umum SPPG untuk mendukung peningkatan status gizi anak-anak NTB, mencegah stunting, dan memperbaiki kualitas hidup generasi masa depan.

Dalam kesempatan yang sama, Anggota Komisi IX Muazzim Akbar menyoroti aspek keamanan pangan dalam pelaksanaan SPPG. Ia meminta Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) untuk aktif melakukan pengawasan terhadap makanan yang disajikan kepada siswa.

“Badan POM harus turun langsung ke lapangan, jangan sampai terjadi kasus keracunan makanan atau penyajian makanan yang tidak layak konsumsi. Pengawasan ini penting untuk menjaga kualitas dan keamanan gizi anak-anak kita,” tegas Muazzim.

Sekretaris Daerah NTB, Lalu Gita Ariadi, menyambut baik kunjungan ini dan berharap hasil diskusi serta masukan dari Komisi IX DPR RI dapat menjadi landasan kebijakan yang lebih tepat sasaran dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat NTB.

“Selamat datang di NTB. Kami tersanjung dan berterima kasih atas perhatian Komisi IX terhadap permasalahan kami. Semoga kunjungan ini membawa manfaat nyata bagi masyarakat NTB,” ujar Lalu Gita dalam sambutannya.

Advertisement

Kunjungan kerja ini diharapkan mampu memperkuat sinergi antara pusat dan daerah dalam menghadapi tantangan di bidang kesehatan, ketenagakerjaan, dan jaminan sosial, sekaligus mempercepat terwujudnya target-target pembangunan nasional di NTB. (F3)

Ket. Foto:

Kunjungan kerja Komisi IX DPR RI di Kantor Gubernur NTB. (Ist) 

Continue Reading

Kota Mataram

GPM NTB Hadirkan Pangan Murah Jelang Idul Adha

Published

on

By

HarianNusa, Mataram –  Dalam upaya memastikan stabilitas harga pangan dan meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap bahan pokok menjelang Hari Raya Idul Adha, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat melalui Dinas Ketahanan Pangan kembali menggelar Gerakan Pangan Murah (GPM). Kegiatan kali ini berlangsung di halaman depan Kantor Lurah Kebun Sari, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Rabu, (28/5).

Kepala Dinas Ketahanan Pangan NTB, Dr. H. Aidy Furqan, S.Pd., M.Pd., mengungkapkan bahwa GPM merupakan bagian dari strategi Pemprov NTB dalam mendekatkan layanan pangan kepada masyarakat, khususnya menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HKBN) seperti Idul Adha.

“GPM ini kami gelar dengan pola roadshow di berbagai titik. Ini adalah bentuk kehadiran nyata pemerintah untuk menghadirkan komoditas pangan pokok di bawah harga pasar, utamanya menjelang Hari Raya Idul Adha yang akan jatuh pada 6 Juni mendatang,” ujarnya.

Dr. Aidy menekankan bahwa tujuan utama GPM adalah memberikan akses ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat. Tidak hanya menyediakan bahan pokok seperti beras, minyak goreng, dan gula, kegiatan ini juga menjadi ruang interaksi antara masyarakat dengan penyedia pangan lokal, termasuk produk-produk hortikultura segar dan olahan modern.

“Kita lihat sendiri, masyarakat tidak hanya mencari kebutuhan pokok, tapi juga mulai beralih ke sayuran segar, buah-buahan, hingga makanan olahan sehat. Ini menunjukkan adanya peningkatan kesadaran akan konsumsi pangan yang bergizi,” tambahnya.

Advertisement

Lebih dari sekadar pasar murah, GPM juga membawa misi edukatif. Melalui pemantauan mutu dan promosi makanan sehat bergizi, Dinas Ketahanan Pangan NTB memastikan masyarakat tidak hanya mendapat pangan yang terjangkau, tetapi juga berkualitas dan aman dikonsumsi.

“Ini bagian dari upaya pengendalian mutu dan edukasi gizi yang menjadi tugas penting kami,” pungkas Kadis Aidy.

Kegiatan GPM turut melibatkan berbagai stakeholder strategis, termasuk Bulog, Bank Indonesia, PUPM, Dinas Perikanan dan Kelautan, Dinas Pertanian, Dinas Perdagangan, serta ID Food dan ritel modern seperti Niaga Supermarket, Ruby Supermarket, MGM, dan Alfamart.

Ibu Mira, warga Kebun Bawak Ampenan, merasa terbantu dengan adanya GPM. “Harganya jauh lebih murah, kualitas juga bagus. Bisa selisih sampai dua ribu dibanding harga pasar. Lumayan sekali untuk menghemat pengeluaran menjelang lebaran,” ungkapnya. (F3)

Ket. Foto:

Advertisement

Seorang pembeli tampak berbelanja di GPM yang digelar Dinas Ketahanan Pangan NTB. (Ist)

Continue Reading

Populer

error: Content is protected !!