HarianNusa, Mataram – Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Republik Indonesia (RI) memberikan sejumlah catatan terkait permasalahan yang harus segera ditindaklanjuti dalam Laporan Keuangan Pemerintah (LKP) Provinsi NTB 2023. Meski demikian tetap memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian kepada Pemprov NTB.
Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK RI, Laode Nusriadi S.E., M.Si., CA , Ak, CSFA, CFrA, ACPA, FCPA, mengungkapkan sejumlah permasalahan yang harus segera ditindaklanjuti dalam Laporan Keuangan Pemerintah (LKP) Provinsi NTB Tahun 2023.
Adapun permasalahan yang dimaksud yakni, Pemerintah Provinsi NTB belum memiliki Kebijakan Akuntansi dan mekanisme pengelolaan keuangan BLUD Satuan Pendidikan.
"Gubernur NTB agar menyusun dan menetapkan Kebijakan Akuntansi, mekanisme pengelolaan keuangan, dan tata cara kerja sama BLUD Satuan Pendidikan," ungkapnya saat memberikan sambutan pada Rapat Paripurna Istimewa DPRD Provinsi NTB, Senin, (10/6/24) di Gedung Rapat DPRD NTB di Mataram.
Selanjutnya Leode mengungkapkan, Pemerintah Provinsi NTB belum memiliki mekanisme baku dalam pengelolaan Biaya Penyelenggaraan Pendidikan (BPP) Sekolah Non BLUD.
"Gubernur NTB agar menyusun dan menetapkan mekanisme baku yang menjadi standar dalam pengelolaan BPP sekolah Non BLUD," ungkapnya.
Selain itu, Kebijakan Akuntansi Pemerintah Provinsi NTB belum sepenuhnya mengatur penyajian Aset Tetap Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP), khususnya terkait penghentian dan penghapusannya. "Gubernur NTB diminta agar menyempurnakan Kebijakan Akuntansi tersebut," ujarnya.
Leode juga menyebutkan permasalahan kekurangan volume dan kualitas hasil pekerjaan atas Belanja Persediaan untuk dijual/diserahkan kepada Masyarakat Tahun 2023 pada Dinas Perumahan dan Permukiman
"Gubernur NTB agar mempertanggungjawabkan kelebihan pembayaran dengan cara menyetorkan ke Kas Daerah senilai Rp342,81 juta dan memperhitungkan kekurangan volume dan kualitas pekerjaan senilai Rp969,96 juta dengan nilai pembayaran pekerjaan yang belum direalisasikan," lanjutnya.
Disebutkan pula, Pengelolaan Jaminan Kesungguhan dan Reklamasi/Pasca tambang atas Pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) belum memadai. Gubernur NTB diminta agar menetapkan kebijakan yang mengatur mekanisme pemungutan, penyimpanan, dan monitoring jaminan kesungguhan eksplorasi, reklamasi, dan/atau pasca tambang, serta memantau pelaksanaan reklamasi/pasca tambang yang dilakukan oleh penambang
"Harapannya agar rekomendasi yang diberikan oleh BPK ditindaklanjuti oleh Pj. Gubernur NTB beserta jajarannya selambat-lambatnya 60 hari setelah Laporan Hasil Pemeriksaan ini diserahkan sesuai dengan Pasal 20 ayat (3) UU No. 15 Tahun 2004," tandasnya.
Terkait dengan beberapa catatan BPK tersebut, Pj. Gubernur NTB Dr. H. Lalu Gita Ariadi, M. Si., mengatakan, pihaknya segera melakukan konsolidasi secara internal dengan OPD2 yang terkait di dalamnya. Ia memastikan proses tersebut akan tuntas sebelum tenggang waktu yang ditetapkan.
"Proses pengembalian kami kawal terus jadi sebelum 60 hari Kami minta proses pengembalian tersebut. Dari awal memang sudah kita monitor sehingga para pihak-pihak yang terkait dengan administrasi tentang itu sedang berproses," pungkasnya.
Untuk diketahui Pemprov NTB telah menerima opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) 13 kali berturut-turut sejak tahun 2011. (HN3)
Ket. Foto:
Auditor Utama Keuangan Negara VI BPK RI, Laode Nusriadi S.E., M.Si., CA , Ak, CSFA, CFrA, ACPA, FCPA saat menyerahkan dokumen LHP atas LKPD Provinsi NTB Tahun 2023 kepada
Pj. Gubernur NTB Drs H. Lalu Gita Ariadi, M.Si., saat Rapat Paripurna Istimewa DPRD NTB. (HarianNusa)