Rumah Keluarga Indonesia Gelar Sosialisasi RUU PKS

0
1118
Prof. Dr. Euis Sunarti, Guru Besar IPB Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga menjadi Pembicara dalam acara Sosialisasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, di Mataram. (HarianNusa.Com/f3)
Prof. Dr. Euis Sunarti, Guru Besar IPB Bidang Ketahanan dan Pemberdayaan Keluarga menjadi Pembicara dalam acara Sosialisasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, di Mataram. (HarianNusa.Com/f3)

HarianNusa.Com – Rumah Keluarga Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar Sosialisasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, di Fizz Hotel Mataram, Senin(11/3/19)

Sosialisasi yang bertajuk “RUU PKS Berbahayakah bagi keluarga Indonesia?” itu menghadirkan Profesor.Dr. Euis Sunarti, Guru Besar IPB bidang Ketahanan dan Pemberdayaan keluarga sebagai pembicara.

Ketua Pembina Rumah Keluarga Indonesia, Wahidah, SE di sela-sela kegiatan menyampaikan sosialisasi ini bertujuan untuk membuka wawasan terkait polemik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang diusulkan oleh DPR RI.

“Ternyata kita banyak yang tidak tahu seperti apa jalan ceritanya, kenapa sih RUU ini lahir apa maksudnya dan lain sebagainya. Ini yang kita coba mau dalami,” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang akurat dan komprehensif bagaimana RUU ini dan bagaimana kondisinya dari inter implementasi di masyarakat.

Ia menuturkan pihaknya mendapatkan informasi awal bahwa pada beberapa bagiannya didalam RUU ini ada yang tidak sesuai dengan nilai-nilai keIndonesiaan yang diyakini dan nilai-nilai agama (Islam).

Ia mencontohkan di dalam salah satu pasal RUU PKS ada yang menurutnya tidak sesuai dengan ajaran Islam.

“Misalkan didalam salah satu pasal menyebutkan bahwa namanya kekerasan seksual itu misalnya ada semacam pemaksaan dari seseorang yang tidak disetujui oleh pasangan sah nya. Itu dianggap sebuah kekerasan. Sementara kita didalam terminologi Islam, jika seorang suami meminta istri untuk dilayani. Nah sebaik-baiknya istri kan harus menerima dan melayani suami. Jika suami tetap meminta itu yang dianggap suatu kekerasan,” tuturnya.

Dikatannya di naskah akademisnya secara filosofis tidak diterapkan. Mungkin RUU PKS ini diniatkan untuk mengurangi kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia saat ini, tetapi menurut beberapa ahli ini bukan menjadi solusi, meski di satu sisi bisa diterima namun disisi lainnya bisa berakibat menjadi sebuah masalah lain.

“Nah ini yang coba kami dalami sekali lagi dengan diskusi ini,” ungkapnya.

Acara diskusi dan sosialisasi tersebut turut dihadiri ratusan peserta terdiri ibu-ibu dari berbagai organisasi perempuan, mahasiswa, simpatisan dan kader PKS, Ketua LPA NTB, serta tamu undangan lainnya. (f3)