HarianNusa.com- Bupati Lobar, H. Fauzan Khalid angkat bicara menanggapi hasil penilaian Oumbudsman yang menempatkan Kabupaten Lombok Barat sebagai kabupaten yang memiliki tingkat kepatuhan rendah, dengan nilai 44,68 berada pada posisi 162. Menurutnya tentunya ini sebagai bahan evaluasi perbaikan, namun Pemkab Lobar meminta parameter penilaiannya untuk penyempurnaan aspek pelayanan yang dimaksud.
Menurutnya, ada anomali terhadap hasil penilaian Ombudsman dengan usaha dan program yang telah dilakukan Pemkab Lombok Barat. Dimana Lobar juara 1 keterbukaan informasi publik berturut-turut selama 2 tahun,
Sedangkan untuk Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil), kata Fauzan, sampai membuka pelayanan malam hari dan langsung turun jemput bola secara berkala dan reguler.
Untuk RSUD, lanjut Fauzan, semua sudah terakreditasi bahkan mendapatkan sertifikat pelayanan Akreditas Paripurna dari kemenkes, begitu juga dengan puskesmas se-lobar sudah tersertifikasi dan terakreditasi yang penilaian utamanya terkait aspek pelayanan.
Bahkan ia mengatakan bahwa Lobar satu-satunya kabupaten di NTB yang 100% puskesmasnya terakreditasi dan no 2 setelah kota Mataram.
“Mungkin yang dikeluhkan perijinan. Ini mungkin yang lebih banyak dikarenakan perpindahan sementara kantornya. 2019 kita bangunkan kantor yang Insya Allah sangat represntatif,” pungkas Fauzan saat dikonfirmasi Hariannusa.com melalui WhatsApp, Rabu (12/12).
Sebelumnya, Ombudsman Republik Indonesia mengeluarkan hasil penilaian kepatuhan terhadap kementerian/lembaga, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota tahun 2018. Penilaian yang berakhir pada Juli 2018 mencatat banyak daerah di NTB yang masuk pada kategori rendah dan sedang.
Penilaian kepatuhan tersebut berdasarkan standar pelayanan penyelenggara pelayanan sesuai Undang-undang nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
Rendahnya kepatuhan/implementasi standar pelayanan mengakibatkan berbagai jenis maladministrasi berikutnya yang didominasi oleh perilaku aparatur atau secara sistematis terjadi di instansi pelayanan publik, misalnya: ketidakjelasan prosedur, ketidakpastian jangka waktu layanan, pungli, korupsi, ketidakpastian layanan perijinan investasi, kesewenang-wenangan.
Secara makro mengakibatkan rendahnya kualitas pelayanan publik, mengakibatkan ekonomi biaya tinggi, hambatan pertumbuhan investasi dan pencapaian target RPJPN, RPJMN, RKP yang terkait sektor pelayanan publik barang, jasa dan administrasi bakal terhambat.
Untuk NTB sendiri, tercatat Lombok Barat masuk dalam zona merah atau kepatuhan paling rendah, dengan poin 44,68. Lombok Barat berada pada urutan 162 dari 199 kabupaten yang dinilai kepatuhannya.
Sementara kabupaten yang masuk pada zona kuning, dengan tingkat kepatuhan sedang, yaitu Lombok Tengah (63,49), Dompu (60,41), Lombok Timur (58,22), Kabupaten Sumbawa Barat (57,69) dan Kabupaten Bima (56,97).
Sementara untuk kabupaten yang masuk zona hijau atau tingkat kepatuhan tinggi adalah Kabupaten Lombok Utara, dengan nilai 93,87. (f3)