Selasa, Januari 14, 2025
BerandaNTBBantah pembungkaman demokrasi, Prof Asikin sebut DPRD NTB tidak anti kritik

Bantah pembungkaman demokrasi, Prof Asikin sebut DPRD NTB tidak anti kritik

- iklan Paket Wisata di Lombok - Explore Lombok
- iklan Web Hosting Murah -Paket Web Hosting Murah

HarianNusa, Mataram – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) provinsi Nusa Tenggara Barat tidak anti kritik tapi sangat terbuka. Masyarakat, mahasiswa, aktivis maupun lainnya diberikan ruang untuk menyampaikan pendapat bahkan kritikan kepada DPRD NTB. Para wakil rakyat di Udayana bukanlah pihak yang membungkam demokrasi namun sebaliknya memberikan ruang seluas-luasnya untuk kebaikan bersama.

Hal tersebut disampaikan oleh Tim Ahli Penasehat Hukum DPRD NTB Prof. Dr. H. Zaenal Asikin, membantah sekaligus meluruskan narasi pembungkaman demokrasi yang terbangun dalam kasus yang menjerat M. Fihiruddin.

"Narasi di media massa itu seolah-olah mas Fihir itu dipidana karena bertanya. Padahal rangkaian-rangkaian, apa yang dikemukakan mas Fihir itu bukan pertanyaan, hanya satu pertanyaan dan selebihnya adalah pernyataan atau statment. Jadi banyakan statmen dari bertanya," ungkap Prof. Asikin dihadapan awak media dalam Jumpa Pers, Senin (9/1/2023) malam, di Mataram.

Ia menjelaskan bahwa statmen itulah yang menjerumuskan dan bukanlah pertanyaan yang dilontarkan yang menjerumuskannya. "Saya selalu mengingatkan untuk stop berkomentar. Tapi semakin berkomentar dan semakin berstatment. Maka bukan lagi narasi pertanyaan yang membuanya dipidana namun narasi statment (pernyataan-red)," ungkapnya.

Lebih lanjut disampaikan, untuk mengkaji apakah kasus ini ada unsur pidana atau tidak, Polda NTB tidak menggunakan ahli dari Unram karena khawatir adanya konflik of interes (temen di DPRD NTB Alumni Unram-red). Sehingga memakai ahli dari luar Unram yakni dari Jawa.

"Jadi apa yang terpublish di media massa itu seolah-olah rakyat bertanya dipenjara. Padahal bukan itu, sebabnya banyak sekali narasi (Fihir-red) itu justru mengandung pernyataan. Terakhir di YouTube ia mengatakan faktanya tiga orang oknum DPRD NTB terlibat kasus narkoba. Saksi ahli yang didatangkan Polda NTB dari universitas besar di Jawa menyatakan jika itu pernyataan bukan pertanyaan sehingga memenuhi unsur dua alat bukti," lanjutnya.

Sebelum ke ranah hukum, Pihak DPRD NTB terlebih dahulu telah melayangkan surat somasi terhadap Fihiruddin, namun yang bersangkutan tidak memanfaatkan somasi itu untuk berdamai dan mengklarifikasi ucapan atau pernyataannya.

"Andai kata mas Fihir waktu itu mau menerima surat somasi itu dan datang ke DPRD NTB secara kekeluargaan meminta maaf atas kehilapan maka selesai kasus ini," ujar Guru Besar Unram itu.

Setelah DPRD NTB melayangkan gugatan terhadap Fihiruddin ke Pengadilan Negeri Mataram. Narasi-narasi dalam gugatan pun dipublikasi bahwa seolah-olah DPRD NTB tidak mau berdamai.

"Itu yang kita sesalkan selalu dibolak-balik persoalannya. Kenapa minta berdamai di pengadilan. Seolah-olah DPRD NTB tidak mau berdamai," sesalnya.

Sementara itu Ketua Tim Perkara Perdata Burhanudin SH,.MH, menyatakan, bahwa ketika proses pelaporan pidana berjalan di Polda NTB atau menjelang Lidik (penyelidikan) ada semacam serangan balik berupa adanya gugatan masuk dari M. Fihirudin di Pengadilan Negeri (PN) Mataram.

"Tahapan yang kami lalui sudah mediasi sebanyak dua kali. Tapi situasi mediasi nya saya lihat tidak ada kesungguhan dari dia (Fihir) waktu itu," ungkapnya.

Bahkan pada saat mediasi ada kata-kata tidak pantas yang dilontarkan tersangka seolah-olah merendahkan DPRD NTB.

"Kalau memang DPRD itu enggak bisa hadir di persidangan bisa kita di Rumah Makan Langko aja dan kalau tidak mampu bayar kami yang bayarkan," ungkapnya menirukan ucapan yang dilontarkan tersangka.

Perkara saat ini sudah berada dimeja hakim persidangan (hakim utama-red). Kendati demikian menurut hukum perdata, sepanjang perjalanan perkara itu dimungkinkan untuk melakukan pembicaraan-pembicaraan damai. Tapi itu belum ada komunikasi dengan tim Perkara Perdata DPRD NTB.

"Materi gugatan itu berkaitan dengan laporan ya. Kemudian mereka mengklaim bahwa pelaporan ini tidak melalui mekanisme dewan. Lalu saya sampaikan ke Prof. Asikin, bahwa jadi perorangan maupun badan itu merupakan subyek hukum sehingga sah-sah saja. Itu yang diklaim sebagai perbuatan melawan hukum buat mereka dan banyak hal yang janggal. Dalam petitumnya mereka minta hakim perdata untuk menyetop proses perkara pidana yang ada di Polda NTB. Ini ndak nyambung," ujarnya.

Tahapan selanjutnya yakni pembacaan gugatan yang nantinya akan dijawab oleh tim Perkara Perdata atau kuasa hukum DPRD NTB.

"Yang bersangkutan juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan. Tapi untuk proses pidana nya ia bisa melalui pengacaranya dalam menghadapi persidangan-persidangan," pungkasnya. (03)

Ket. Foto:
Penasehat Hukum DPRD NTB Prof. Dr. H. Zaenal Asikin (kanan) bersama Ketua Tim Perkara Perdata H.Burhanudin SH,.MH (tengah) dan Fachrurozi, SH. MH. Ketua Tim Konsultan Hukum DPRD NTB, saat memberikan keterangan dalam Jumpa Pers di Mataram. (HarianNusa)

Berita Lainnya
spot_img
spot_img
spot_img
Selasa, Januari 14, 2025
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -spot_img

Trending Pekan ini

Selasa, Januari 14, 2025
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -
- Advertisment -

Banyak Dibaca

Berita Terbaru

- Advertisment -
error: Content is protected !!