Connect with us

Hukum & Kriminal

Bayi Laki-Laki Ditemukan di Desa Labuhan Lombok

Published

on

HarianNusa.com, Mataram – Kasus pembuangan bayi kembali terjadi. Kali ini bayi berjenis kelamin laki-laki ditemukan di Dusun Kampung Jati Makmur, Desa Labuhan Lombok, Kecamatan Pringgabaya, Lombok Timur (Lotim), Sabtu (4/11).

Bayi tersebut ditemukan di rumah warga bernama Amaq Nahrudin. Kronologis bermula sekitar pukul 01.30 Wita, Amaq Nahrudin keluar rumah untuk mengambil air wudhu untuk sholat tahajud.

Ia terkejut mendengar suara tangis bayi. Ia pun memberanikan diri mendekati sumber suara. Ternyata di depannya ditemukan bayi laki-laki di sebuah dipan beralas tikar. Saat dicek menggunakan lampu, bayi tersebut terbungkus kain dalam keadaan tengah menangis.

“Saksi kaget dan langsung memanggil istrinya yang bernama Sanimah alias Inaq Sahar, yang selanjutnya istri saksi mengambil bayi tersebut dan membawa masuk ke dalam rumah karena bayi tersebut sudah dikelilingi semut merah. Selanjutnya saksi dan istrinya membersihkan bayi tersebut dan mengganti kain,” ujar Kasubag Humas Polres Lotim, Iptu Made Tista, Minggu (5/11).

Advertisement

Bayi tersebut dalam kondisi plasenta telah terpotong, dengan panjang 48 cm dan berat 3 kg.

“Kita saat ini memeriksa saksi-saksi, membawa bayi tersebut ke rumah sakit dan berkoordinasi dengan Unit Identifikasi Polres Lotim dan PPA Polres Lotim,” ujarnya.

Penemuan bayi di Pulau Lombok bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya bayi berjenis kelamin perempuan ditemukan dalam keranjang belanja di Lingsar. Sementara kemarin ditemukan mayat bayi di Lombok Tengah. Kejadian pembuangan bayi dalam minggu yang sama. (sat)

Advertisement

Hukum

Sengketa Proyek Pembangunan SDIT Yarsi Berakhir: Yayasan Yarsi NTB Wajib Bayar Rp 2,7 Miliar

Published

on

By

HarianNusa, Mataram – Polemik sengketa proyek pembangunan SDIT Yarsi antara Yayasan Rumah Sakit Islam (RSI) NTB dan kontraktor Soenarijo kini memasuki babak akhir. Setelah Mahkamah Agung menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan yayasan, maka putusan yang mewajibkan yayasan membayar sisa kewajiban sebesar Rp 2,7 miliar kini telah inkrah. Secara hukum, tidak ada pilihan lain bagi yayasan selain melaksanakan isi putusan tersebut.

Pakar hukum dari Universitas Mataram, Joko Jumadi, menegaskan dalam hukum acara perdata, setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka pelaksanaannya bersifat wajib.

“Ya, ini kasus sudah inkrah, dan putusan menyatakan bahwa Yayasan RSI harus membayar Rp 2,7 miliar kepada penggugat. Secara hukum, sekarang tinggal bagaimana eksekusi itu dilakukan. Prosesnya juga sudah berjalan, sudah on the track,” ujar Joko kepada media, Sabtu (4/5/2025).

Ia menyebutkan, pengadilan juga telah melaksanakan aanmaning, atau teguran, kepada pihak yayasan. Teguran ini adalah bagian dari tahapan formal sebelum dilakukan tindakan eksekusi lanjutan apabila termohon tidak segera melaksanakan putusan secara sukarela.

Advertisement

“Dengan aanmaning itu, mau tidak mau yayasan harus membayar sesuai nilai yang ada dalam putusan,” tegasnya.

Namun demikian, Joko menilai persoalan teknis pembayaran menjadi titik sensitif. Tawaran cicilan Rp 10 juta per bulan dari pihak yayasan dinilai terlalu lama dan memberatkan posisi penggugat.

Menurut Joko, dalam praktik hukum acara perdata, apabila tidak tercapai kesepakatan pembayaran secara sukarela, pengadilan dapat melanjutkan ke tahap penyitaan terhadap aset milik termohon. Selanjutnya, aset yang disita dapat dilelang, dan hasilnya digunakan untuk membayar utang yang telah diputuskan pengadilan.

“Penggugatnya keberatan kalau kemudian dengan Rp 2,7 M dibayar 10 juta per bulan, saya kira akan sangat berat bagi penggugat, dan kalau memang ada sita jaminan, ini saya pikir bisa diajukan lelang,” ungkapnya.

Sementara itu, Kuasa hukum pemohon, Satrio Edi Suryo menjelaskan, pihaknya telah mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Negeri Mataram sejak 28 April 2025, menyusul pelaksanaan aanmaning atau teguran yang dilakukan pengadilan pada 17 Maret 2025.

Advertisement

“Ketua Pengadilan sudah memberikan teguran kepada termohon, agar melaksanakan putusan. Namun sampai sekarang belum ada kesepakatan teknis pembayaran. Kami sempat ditawari cicilan Rp 10 juta per bulan, tapi kami tolak karena itu terlalu lama. Kami hanya bersedia maksimal 3–4 kali cicilan,” ungkap Satrio, Senin (5/5/2025).

Menurutnya, karena tidak ada respons lebih lanjut dari pihak yayasan, tim hukum pemohon telah menyerahkan daftar aset yang diduga milik yayasan kepada pengadilan sebagai langkah persiapan sita eksekusi. Aset tersebut nantinya akan dilelang untuk membayar utang kepada pemohon.

“Kalau tidak ada kesepakatan damai, eksekusi akan berlanjut. Kami juga telah melaporkan ke pengadilan agar proses lanjut dilakukan. Ini bukan intimidasi, tapi pelaksanaan hukum yang wajib,” ujar Satrio.

Di sisi lain, pihak Yayasan RSI NTB melalui tim hukumnya, Rio Hartono, menyatakan mereka tidak menolak putusan pengadilan.

“Pada intinya kami dari Yayasan menghormati putusan pengadilan, tetap menghormati putusan kita harus melakukan pembayaran, apapun penjelasannya tapi sampai hari ini sampai hari ini belum ada teknis pelaksanannya,” jelas Rio.

Advertisement

Sengketa ini bermula dari kontrak proyek pembangunan SDIT Yarsi Mataram antara Yayasan RSI NTB dan Soenarijo pada 11 Juni 2020, dengan nilai Rp 11,2 miliar. Pada 29 Juni 2021, pekerjaan dihentikan sepihak oleh yayasan tanpa penjelasan yang jelas, lalu dilanjutkan oleh pemborong lain. Soenarijo menilai pekerjaannya telah selesai 68,39% senilai Rp 7,6 miliar, ditambah pekerjaan tambahan sekitar Rp 339 juta. Sementara yayasan hanya membayar sekitar Rp 5,2 miliar, menyisakan utang sekitar Rp 2,79 miliar.

Gugatan diajukan tahun 2021 dan dimenangkan Soenarijo di tingkat PN, dikuatkan oleh PT, MA, hingga PK yang semuanya mewajibkan yayasan membayar. (F3)

Continue Reading

Hukum

Kuasa Hukum Termohon Lahan Gili Sudak Siap Gugat Balik: “Hukum Masih Membuka Ruang Perlawanan!”

Published

on

By

HarianNusa, Mataram – Meskipun proses eksekusi lahan di Gili Sudak, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat, telah dilaksanakan pada Kamis (24/4/2025), kuasa hukum dari tiga pihak termohon eksekusi yakni Brigjen Pol (Purn) Drs. Idris Kadir, PT. Pijak Pilar, dan Awanadi, menegaskan akan tetap menempuh upaya hukum lanjutan.

Dari Kantor Hukum AN Law Office, kuasa hukum Ainudin SH., MH., dan Kurniadi SH., MH. (alias Ciko), menyatakan bahwa masih terdapat sejumlah peluang hukum yang bisa dimanfaatkan untuk mempertahankan hak-hak klien mereka.

“Eksekusi bukanlah akhir dari segalanya. Ini perkara keperdataan, yang secara prinsip masih membuka ruang bagi siapapun untuk mempertahankan haknya maupun mengajukan klaim baru,” ujar Ainudin dalam konferensi pers, Sabtu (26/4/2025).

Ia menilai, dalam perkara ini masih banyak "peristiwa hukum janggal" yang dapat dikaji sebagai dasar untuk mengajukan legal action baru terhadap Muksin Mahsun, selaku pihak yang memenangkan perkara sebelumnya. “Salah satu prinsip hukum acara perdata adalah bahwa pengadilan tidak boleh menolak perkara,” tegasnya.

Ainudin juga menyoroti dugaan adanya pemalsuan bukti jual beli bawah tangan, yang diklaim dilakukan secara adat dan menjadi dasar utama (causa prima) bagi Muksin dalam melakukan klaim terhadap tanah di Gili Sudak.

Sementara itu, Ciko menyatakan bahwa meskipun putusan pengadilan telah inkracht (berkekuatan hukum tetap), hukum tetap membuka ruang untuk koreksi terhadap produk hukum yang dinilai bermasalah.

“Kami pernah menang dalam gugatan Partij Verzet di PN Mataram, dan berhasil mengeluarkan hampir 2 hektar tanah milik PT. Pijak Pilar dari objek eksekusi. Artinya, celah hukum itu nyata dan bisa diperjuangkan,” kata Ciko.

Lebih lanjut, kuasa hukum menyayangkan eksekusi yang menyasar lahan milik Brigjen Pol (Purn) Drs. Idris Kadir seluas 10 are (1.000 m²), padahal tanah tersebut telah dibeli secara sah, bersertifikat, dan sudah dilakukan balik nama sesuai prosedur.

“Klien kami membeli tanah itu dalam status bersih, tidak bersengketa, dan telah dilakukan pengecekan ke BPN serta ke lokasi fisik. Putusan pengadilan tidak bisa serta-merta mengikat pihak yang tidak terlibat dalam perkara, sesuai asas inter partes,” jelas Ciko.

Pihak kuasa hukum juga menegaskan akan menempuh jalur pidana terhadap oknum yang melakukan perusakan plang dan masuk ke lahan kliennya secara melawan hukum. Diketahui, sekitar 10 orang diduga terlibat dalam peristiwa tersebut.

“Perlawanan hukum melalui Derden Verzet juga telah kami ajukan, namun eksekusi tetap dijalankan. Padahal, merujuk pada Perdirjen Badilum MA RI No. 40 Tahun 2019, eksekusi seharusnya ditunda jika ada keberatan dari pihak ketiga yang memiliki hak atas objek,” tambahnya.

Pihak Muksin Mahsun juga disebut telah mengklaim sejumlah bidang tanah bersertifikat yang sebenarnya berada di luar objek sengketa, termasuk sertifikat atas nama Idris Kadir, Yusinta Dewi, dan Debora Susanto.

“Ini menunjukkan adanya kekeliruan dalam peta kadastral yang dijadikan dasar dalam perkara. Konstatering pengadilan pun mencatat adanya sertifikat yang berada di luar objek perkara,” pungkas Ciko.

Sebelumnya, Ahmad Zainal, SH., MH , Kuasa Hukum Debora Susanto, menyampaikan bahwa pihaknya telah mengajukan surat keberatan ke PN Mataram sebelum eksekusi dilakukan. “Dasar kami keberatan karena terdapat empat SHM aktif di titik batas yang disengketakan: dua atas nama Debora Susanto, satu atas nama Idris Kadir dan satu lagi atas nama Yusinta Dewi,” ujarnya, saat proses eksekusi.

Ahmad menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi harus merujuk pada batas-batas SHM yang sah secara hukum. “Kalau eksekusi dijalankan sesuai SHM yang aktif, silakan. Tapi kalau tidak sesuai, kami tolak. Ini sesuai Buku II Mahkamah Agung Tahun 2013. Putusan PK yang tidak relevan dengan objek perkara pokok tidak dapat dieksekusi. Di sini, ada empat SHM aktif, jadi PN harus jawab: mana yang dieksekusi?” tegasnya.

Sebelumnya, berdasarkan putusan Kasasi Mahkamah Agung dan peninjauan kembali (PK), Muksin Mahsun ditetapkan sebagai pemilik sah atas sebagian lahan di Gili Sudak. Eksekusi dilakukan pasca konstatering untuk menetapkan batas-batas objek sengketa. Namun kenyataan di lapangan menunjukkan, banyak sertifikat sah milik pihak lain justru ikut terdampak eksekusi.

Kuasa hukum menegaskan, langkah hukum lanjutan akan terus dilakukan demi memastikan hak-hak klien mereka terlindungi sepenuhnya di mata hukum. (F3)

Ket. Foto :
1. Kuasa Hukum Termohon Lahan Gili Sudak, Ainudin, SH., MH. (Ist)
2. Kuasa Hukum Debora Susanto Ahmad Zainal, SH., MH (batik). (Ist)

Continue Reading

Kriminal

Dua Terduga Pengedar Narkoba Dibekuk di Lombok Barat, Satu Tertangkap di Kios Pinggir Jalan

Published

on

By

HarianNusa, Lombok Barat – Peredaran narkotika di wilayah Lombok Barat kembali berhasil diungkap aparat kepolisian. Dua pria asal Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, berinisial MUL dan MAP, ditangkap Tim Opsnal Satresnarkoba Polresta Mataram karena diduga kuat terlibat dalam jaringan peredaran gelap narkoba.

Penangkapan bermula dari penggerebekan di sebuah kios kecil di Desa Jatisela. Di lokasi itu, petugas meringkus MUL yang saat itu menyimpan dua poket shabu siap edar di dalam saku celananya.

"MUL kami amankan di kios pinggir jalan dekat rumahnya. Setelah diperiksa, dia mengaku mendapatkan shabu dari MAP yang juga tinggal di wilayah Gunungsari," ungkap Kasat Narkoba Polresta Mataram, AKP I Gusti Ngurah Bagus Suputra, SH, MH, Rabu (16/04/2025).

Tak menunggu lama, tim langsung bergerak cepat ke Desa Midang untuk membekuk MAP. Meski tak ditemukan barang haram di rumahnya, sejumlah alat bukti penting yang berkaitan erat dengan peredaran narkoba berhasil diamankan.

"Dari rumah MAP, kami temukan sejumlah barang bukti yang memperkuat dugaan keterlibatannya dalam aktivitas peredaran narkotika," jelas AKP Bagus Suputra.

Polisi juga melakukan penggeledahan lanjutan di rumah MUL dan menyita barang bukti tambahan, termasuk alat isap, plastik klip kosong, dan alat komunikasi yang diduga digunakan untuk transaksi.

Total barang bukti yang berhasil disita adalah narkotika jenis shabu seberat 0,42 gram beserta peralatan pendukung lainnya. Saat ini, keduanya tengah menjalani pemeriksaan intensif di Mapolresta Mataram guna pengembangan lebih lanjut terhadap jaringan peredaran narkoba di wilayah tersebut.

Kedua terduga pelaku akan dijerat dengan Pasal 114 ayat (1) dan/atau Pasal 112 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, dengan ancaman pidana penjara jangka panjang.

"Upaya kami tidak berhenti di sini. Kami akan terus melakukan pengembangan untuk mengungkap jaringan lebih besar di balik peredaran narkoba ini," tegas AKP Bagus Suputra. (F2)

Ket. Foto:
Dua terduga pengedar narkotika yang diamankan oleh pihak Polresta Mataram. (Ist)

Continue Reading

Populer

error: Content is protected !!