Sabtu, Juli 27, 2024
spot_imgspot_img
BerandaHeadline“HAMJA TERPERANGKAP OFFSIDE”

“HAMJA TERPERANGKAP OFFSIDE”

- Advertisement - Universitas Warmadewa

Oleh: Wahyuddin Lukman, SH., MH,

(Advokat Internasional Law Firm Lombok)

Salah satu rangkaian peringatan Hari Pahlawan tahun 2017 yang diselenggarakan pada hari Kamis tanggal 9 November di Jakarta yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo. Presiden Joko Widodo memberikan penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional kepada 4 tokoh, salah satunya ialah tokoh penting dari NTB yaitu Almagfirullah TGKH. Zainuddin Abdul Majid. Sebagai warga NTB kita patut bersyukur dan berbangga, setidaknya eksistensi kontribusi (prestasi dan dedikasi) tokoh NTB terhadap bangsa dan negara telah mendapatkan penghormatan dalam diskursus perjalanan bangsa dan Negara Indonesia yang sama-sama kita cintai ini.

Sikap kita sebagai bagian dari Masyarakat NTB dalam menyikapi Penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional kepada Almagfirullah TGKH. Zainuddin Abdul Majid tersebut, hendaklah kita jadikan sebagai motivasi sekaligus sebagai pengingat bagi kita untuk melakukan yang terbaik buat negara ini bukan menyikapinya dengan sinis dan cenderung spekulatif. Bukankah penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional kepada Almagfirullah TGKH. Zainuddin Abdul Majid sebelum tertuang dalam SK Presiden No.115/2017 telah melalui proses pengkajian yang ketat terutama dari aspek empirisnya baik itu meliputi, sejarah, dedikasi beliau, prestasi beliau dan keinginan mayoritas masyarakat NTB (realitas) yang menembus sekat etnis, suku, ormas maupun agama yang ada di NTB. Sedangkan secara prosedur, penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional kepada Almagfirullah TGKH. Zainuddin Abdul Majid telah sesuai dengan mekanisme yang ada (UU No. 20/2009 Jo PP No.35/2010).

Sebagaimana yang telah disampaikan oleh Ahsanul Khalik, prosesnya dibagi menjadi 3 Tahapan, yakni: Pertama, gagasan pemberian gelar ini muncul pertama kali dari keluarga besar yang kemudian mendapat dukungan dari banyak pihak masyarakat NTB. Termasuk semua organisasi Islam seperti Muhammadiyah dan NU serta organisasi lainnya. Juga perguruan tinggi seperti Unram dan UIN Mataram serta perguruan tinggi swasta lainnya. Tidak hanya itu semua bupati/walikota juga memberikan dukungannya dalam bentuk surat pernyataan resmi yang seluruh dukungan tersebut menjadi satu kesatuan dalam dokumen usulan.

Langkah selanjutnya adalah melakukan penggalian dari berbagai sumber. Mulai dari kalangan internal Nahdlatul Wathan, para sahabat Maulana Syeikh, para santri dan tokoh-tokoh di luar NW. Semua elemen tersebut menyampaikan bahwa almarhum TGKH Zainuddin Abdul Madjid kalau dilihat dari jasa-jasanya, baik saat memperjuangkan kemerdekaan, maupun jasa-jasanya dalam menyatukan umat Islam untuk menerima ideologi negara Pancasila yang memperlihatkan semangat kebangsaan dan ke-Islaman berjalan seiring sejalan, maka sangat layak mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.

Kemudian Pemprov NTB melalui Dinas Sosial melakukan kajian-kajian mulai dari diskusi, seminar dan penelusuran berbagai dokumen baik di perpustakaan dan arsip nasional atau pun di MUI pusat dan bahkan sampai Makasar dan Sumatera. Kedua, ide ini kemudian diperkuat dengan membentuk Tim Pengkajian yang terdiri dari tiga tim, yakni tim pertama, melakukan kajian dan pembuatan naskah akademik dalam bidang perjuangan kebangsaan. Tim kedua melakukan kajian dan pembuatan naskah akademik dalam bidang pendidikan. Tim ketiga melakukan kajian, dan pembuatan naskah akademik tentang karya-karya Maulanasyeikh maupun karya orang lain tentang Maulana Syeikh, dan semua ini melalui proses yang tidak mudah. Karena juga harus melibatkan banyak pihak untuk mendapat hasil kajian berdasarkan fakta-fakta, dokumen dan sumber yang validitasnya harus teruji. Dalam tim ini juga terlibat para akademisi, tokoh agama dan tokoh masyarakat, bahkan dari Muhammadiyah dan NU mengambil peran aktif secara langsung dan tidak langsung dalam tim, maupun memperjuangkan gelar Pahlawan Nasional bagi Maulanasyeikh. Ketiga, ide ini kemudian diperkuat dengan seminar nasional pada tanggal 5 April 2017 di Universitas Negeri Jakarta menghadirkan narasumber yang merupakan para ahli sejarah dari sejumlah Perguruan Tinggi terkemuka dari seluruh Indonesia. Seminar tersebut dibuka langsung oleh Wakil Presiden RI, H. Jusuf Kalla dan dihadiri oleh tokoh-tokoh NTB baik yang ada di daerah ataupun di luar daerah dan Jakarta. Di antaranya  Hamdan Zoelva, Fahri Hamzah, Prof. Farouq, Harun Al-Rasyid,  Prof Taufik Abdullah sejarawan LIPI, Prof Djoko Suryo Guru Besar UGM, dan Prof Hariyono Guru Besar Sejarah Universitas Negeri Malang. Selanjutnya proses pengusulan oleh Pemprov melalui Dinas Sosial Provinsi NTB dibahas oleh TP2GD kemudian diproses oleh Dewan Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan yang selanjutnya dikirim Ke Presiden.

Berdasarkan pada uraian dari sisi kultur dan mekanisme di atas, maka terlalu naïf pandangan kita dipaksakan dikerangkeng untuk masuk dalam pandangan bahwa pemberian gelar pahlawan nasional kepada Almagfirullah syarat dengan kepentingan politik, seperti apa yang dilontarkan oleh HAMJA yaitu selaku Ketua Fraksi Partai Gerindra DPRD NTB. Menurut hemat saya apa yang dilontarkan oleh HAMJA tersebut adalah suatu bentuk kegagalan HAMJA dalam memahami konsepsi PAHLAWAN NASIONAL baik dari sisi pendekatan kultur, mekanisme dan substansinya.

Jika ditelaah dari sisi substansinya, penganugerahan Gelar Pahlawan Nasional kepada Alamghfirullah Maulanasyeikh telah memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2009 Tentang Gelar, Tanda Jasa, Dan Tanda Kehormatan (“UU No. 20/2009”), “Pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.

Terpenuhinya Almaghfirullah masuk dalam konsepsi Pahlawan Nasional diperkuat oleh pendapat Prof. Anhar Gonggong (Selaku Wakil Ketua Tim Pengkaji dan peniliti Gelar Nasional) “Kehebatan itu dilihat dari garis perjuangan Maulana Syaikh di bidang pendidikan dan membentuk karakter yang baik sebagai modal terpenting bagi sebuah bangsa dan masyarakat. Maulana Syaikh membangun banyak pondok pesantren dan lembaga-lembaga pendidikan keagamaan lainnya. Sepanjang hidupnya Maulana Syaikh terus berjuang memberikan bekal pendidikan kepada anak-anak muda pada jamannya, adalah kehebatan luar biasa yang tidak dimiliki oleh orang lain. Maulana Syaikh berhasil membangun dan menciptakan manusia yang tidak hanya beragama, tetapi juga berakal budi dan cinta tanah air, itulah nilai-nilai kepahlawanan yang paling utama.”

Selain itu juga Almaghfirullah TGKH. Zainuddin Abdul Majid tidak terhalang oleh ketentuan Pasal 25 dan Pasal 26 UU No. 20/2009  Tentang Gelar, Tanda Jasa, Dan Tanda Kehormatan.

Pesan singkat buat Bapak HAMJA yang terhormat untuk lebih serius mempelajari Teori Kritis Jurgen Habermas, agar didalam anda mengkritisi suatu hal anda tidak terkesan ASBUN, yang bisa membuat anda offside.

RELATED ARTICLES
spot_img
Sabtu, Juli 27, 2024
- Advertisment -spot_img

Populer Pekan ini

Sabtu, Juli 27, 2024
- Advertisment -spot_img
- Advertisment -
- Advertisment -

Banyak Dibaca

Berita Terbaru

- Advertisment -