Pernyataan Ali BD Soal Wisata Syariah Hukumnya Haram Menuai Kritik

0
2546
Aliansi Pemuda NTB-Jakarta, Dian Sandi Utama. (ist/hariannusa.com)

HarianNusa.com, Mataram – Bupati Lombok Timur Ali BD kembali mengeluarkan pernyataan kontroversialnya. Belum lama ini dia dengan tegas mengatakan wisata syariah yang selama ini dikembangkan NTB hukumnya haram. Alasannya, karena wisata syariah tidak pernah diturunkan sejak zaman Islam dahulu.

Pernyataan tersebut mengundang pro-kontra. Warga jagat maya ramai-ramai mengkritisi pernyataannya tersebut. Namun ada juga masyarakat yang mendukung pernyataannya, dengan alasan konsep syariah tidak pantas disematkan pada sektor pariwisata.

Di jagat nyata, pernyataan Ali BD dikritisi Aliansi Pemuda NTB-Jakarta. Dian Sandi Utama menyayangkan pernyataan Ali BD, Dia menilai trend pariwisata halal mulai berkembang seiring populasi muslim di dunia.

“Trend wisata halal mulai berkembang seiring dengan meningkatnya populasi muslim dunia. Meningkatnya populasi muslim yang berusia muda, berpendidikan dan memiliki jumlah pendapatan yang tinggi membuat industri pariwisata internasional mulai menargetkan wisatawan muslim sebagai target pasarnya,” ujarnya, Sabtu (27/01).

Dian Sandi menjelaskan konsep wisata halal tidak jauh berbeda dengan wisata pada umumnya. Justru konsep wisata halal sangat memudahkan wisatawan muslim memenuhi kebutuhan mereka, baik kebutuhan duniawi maupun rohani.

“Wisata halal sebenarnya tidak jauh berbeda dengan wisata pada umumnya. Wisata halal merupakan konsep wisata yang memudahkan wisatawan muslim untuk memenuhi kebutuhan berwisata mereka. Kebutuhan itu antara lain adanya rumah makan bersertifikasi halal, tersedianya masjid/musholla di tempat umum, adanya fasilitas kolam renang terpisah antara pria dan wanita, dan lain-lain,” paparnya.

Pernyataan Ali BD yang mengaitkan wisata pada zaman Rasulullah dan saat ini menurut Dian Sandi tidak relevan, karena zaman saat ini wisata merupakan kebutuhan manusia.

“Kalau saya membaca pernyataan salah seorang Cagub NTB, yang mengharamkan wisata halal hanya karena mengartikan wisata sebagai ajang foya-foya yang kemudian membandingkan dengan; pernah atau tidak itu dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW, saya rasa itu sangat tidak relevan dengan keadaan kita hari ini, kondisinya jelas tidak sama sebab hari ini berwisata sudah masuk kategori kebutuhan,” jelasnya.

Lebih jauh dia menjelaskan perbedaan wisata dahulu kala dengan saat ini. Di mana saat ini tempat-tempat wisata menyediakan sarana perbelanjaan, sehingga wisatawan dapat menikmati sarana tersebut, atau yang disebut Ali BD dengan istilah “berfoya-foya”.

“Pada zaman dahulu wisata itu sejenis tadabur alam; menikmati keindahan alam sebagai refleksi diri untuk terus mensyukuri keagungan Allah SWT akan alam semesta dan ciptaan-Nya. Namun, kalau yang dibandingkan adalah sikap foya-foyanya dengan zaman dahulu, ya memang wisata pada saat itu tidak menyediakan tempat belanja-belanja seperti hari ini. Lagipula hari ini-pun tidak semua wisatawan bersifat foya-foya,” paparnya.

Namun Dian Sandi juga sepakat pada Ali BD terkait kritikannya pada konsep pariwisata tersebut untuk perbaikan sistem demi meningkatkan pariwisata NTB.

“Kalau beliau kritik kesempurnaan dari konsepnya, saya sependapat dengan beliau. Oleh karena itu kita harus terus mendorong pihak-pihak terkait dan yang memiliki otoritas untuk memperbaiki sistemnya, agar kemudian apa yang telah kita capai benar-benar menjadi sebuah kebanggaan,” pungkasnya.

“Seperti hal-nya pada tahun 2015, Indonesia meraih penghargaan dari The World Halal Travel Summit & Exhibition 2015 di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Lombok itu terpilih sebagai destinasi wisata halal terbaik dunia mengalahkan Malaysia, Abu Dhabi, Turki, Qatar, dan beberapa negara nominasi lainnya,” sambungnya.

Dia menambahkan negara-negara yang minoritas muslim seperti London, Tokyo, Korea dan lainnya sedang giat-giatnya mengembangkan konsep wisata halal mengejar prestasi NTB.

Terakhir, dia meminta Ali BD untuk melihat konsep wisata halal tidak melalui corong sedotan.

“Itu jelas sebuah prestasi dan pengakuan dunia internasional terhadap kita. Makanya saya heran kalau ada tokoh yang mengkritik keras bahkan sampai mengharamkan konsep itu. Jelas itu adalah sebuah dekadensi dalam berfikir menurut saya dan bagi saya itu cukup sebagai bukti bahwa selama ini beliau melihat konsep wisata halal hanya menggunakan corong sedotan,” cetusnya. (sat)