Connect with us

Pertanian

Tingkatkan NIlai Tambah dan Pendapatan Petani, Komisi IV DPR RI Tanam Padi Khusus di Lahan Terbatas

Published

on

HarianNusa, Bogor – Tanam perdana demplot varietas unggul baru padi khusus spesifik di areal seluas 2 hektare (ha) di Kelurahan Situgede, bagian dari demplot seluas10 ha di Kota Bogor dihadiri Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi) Dr. Yudi Sastro, Anggota Komisi IV DPR RI Dr. Ir. Hj. Endang Setyawati Thohari, DESS., M.Sc., Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian, peneliti, dan beberapa jajaran dari Pemerintah Daerah Kota Bogor, Minggu (20/6/2021).

Upaya Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) kali ini, adalah sebagai penyediaan varietas unggul padi khusus spesifik lokasi dan teknologi pendukungnya. Ditargetkan hasil tanam perdana diareal yang sangat terbatas bisa dikuti petani-petani lain dan bisa dihasilkan benih unggul padi khusus untuk memenuhi kebutuhan benihnya.

Varietas padi khusus dan fungsional yang dimaksud adalah varietas Pamera (padi merah aromatik), Pamelen (padi merah pulen), Paketih (padi ketan putih), Arumba, Inpari IR Nutri zinc, Baroma, Tarabas dan Jaliteng.

Kepala Balitbangtan Fadjry Djufry pada beberapa kesempatan menyampaikan bahwa telah terjadi pergeseran terhadap fungsi beras, yang tidak lagi hanya sebagai makanan pokok saja namun juga untuk memenuhi gizi tambahan. Perakitan varietas unggul padi di Balitbangtan salah satunya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan atas permintaan beras yang bermanfaat untuk kesehatan.

Advertisement

“Ketersediaan varietas padi khusus dengan kualitas tinggi akan memberikan pilihan bahan pangan sehat dan membuka peluang pasar yang luas dan menekan impor,” lanjutnya.

Sementara, Kepala BB Padi Yudi Sastro dalam keterangannya menyampaikan bahwa dalam rangka mempercepat hilirisasi teknologi yang telah dihasilkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian diperlukan kolaborasi dengan berbagai pihak. Tahun 2021 Balitbangtan melakukan kolaborasi dengan Komisi IV DPR-RI dalam mendekatkan dan menghadirkan inovasi teknologi padi kepada petani dengan melakukan kegiatan Demplot VUB Padi Khusus/Spesifik lokasi di beberapa lokasi.

“Tanam perdana kali ini merupakan rangkaian kegiatan Balitbangtan bekerjasama dengan Komisi IV DPR RI di beberapa tempat di seluruh Indonesia. Varietas yang ditanam adalah varietas padi khusus serta diikuti dengan inovasi budidaya yang baik. Diharapkan demplot ini dapat menjadi percontohan bagi masyarakat dan kedepannya masyarakat sendiri yang akan mengembangkannya”, terangnya.

Sementara itu Anggota Komisi IV DPR RI, Endang Setyawati merasa bangga adanya demplot di Dapilnya dan berharap kedepan bisa dikembangkan masyarakat luas dan mencapai kesejahteraan petani.

“Jadi saya sangat bangga ini kalau Balai Besar Sukamandi bisa menyediakan benih yang lebih unggul karena benih-benih padi khusus kita diharapkan masyarakat untuk bisa dikembangkan lagi. Saya berharap benih yang nantinya kita tanam hari ini bisa mencapai kesejahteraan petani karena padi khusus ini harganya mahal dan pembelinya orang-orang tertentu,” ungkap Endang.

Advertisement

Continue Reading
Advertisement

Opini

Penyakit Antraknosa Pada Tanaman Cabai dan Tindakan Pengendaliannya

Published

on

By

red chili pepper on white background

Cabai merupakan salah satu tanaman sayuran yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat indonesia sehingga kebutuhannya terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, oleh karena itu tanaman cabai termasuk komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan di Indonesia begitu juga di Nusa Tenggara Barat. Salah satu kendala usaha budidaya tanaman cabai yang perlu diwaspadai oleh petani adalah serangan berbagai penyakit yang dapat menurunkan kwalitas dan kuantitas hasil panen. Salah satunya adalah penyakit antraknosa pada cabai.

Penyakit antarknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh jamur Colletotrichum spp. atau Colletotrichum capsici. Dilansir dari Plant Wise, Senin (18/03/2023), antraknosa merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh jamur paling serius dan merugikan pada cabai. Penyakit ini menyebabkan pembusukan buah sebelum dan sesudah panen. Dampak serangan penyakit antraknosa bisa sangat masif dan menyebabkan kerugian hasil panen hingga 65%. Tingkat serangan penyakit antraknosa pada suatu hamparan tanaman cabai tergantung dari pola pengendaliannya, mulai sejak upaya preventif atau pencegahan hingga kuratif. Apabila serangan antraknosa diantisipasi sejak dini maka upaya pengendalian secara kuratif selanjutnya akan lebih mudah dengan tingkat serangan yang rendah.

Gejala serangan penyakit antraknosa diawali oleh infeksi jamur patogen Colletotrichum spp pada tanaman cabai yang ditandai dengan gejala awal  berupa  bintik-bintik  kecil  yang berwarna kehitaman pada kulit buah.  Selanjutnya mengakibatkan  buah mengkerut,  kering dan membusuk. Pada  tahap  awal  infeksi  konidia colletotrichum  yang  berada  di permukaan kulit  buah cabai akan berkecambah dan  membentuk  tabung perkecambahan.  Setelah  tabung  perkecambahan  penetrasi  ke lapisan epidermis  kulit  buah  cabai maka akan  terbentuk  jaringan  hifa.  Kemudian hifa  intra  dan  interseluler  menyebar  ke seluruh  jaringan  dari  buah  cabai.

Inang antraknosa sebenarnya tidak hanya pada buah cabai tetapi juga terhadap tangkai, batang muda, dan percabangan baik pada fase vegetatif hingga generatif. Memang cukup jarang ditemukan serangan antraknosa pada saat fase vegetatif karena tanaman muda yang masih aktif tumbuh masih mampu mensintesis metabolit sekunder berupa zat-zat pertahanan alamiah. Zat pertahanan alami terbentuk sebagai respon tanaman ketika patogen berusaha menginfeksi sehingga dampak serangan tidak terlalu signifikan dan mudah diatasi. Meski demikian sangat mungkin sejak tanaman muda keberadaan spora-spora patogen ini sudah ada namun belum mendapatkan kondisi yang sesuai untuk berkembang pada tingkat serangan yang menimbulkan dampak. Pada lahan-lahan yang sebelumnya pernah terjangkit serangan antraknosa spora bisa terinvestasi dalam keadaan dorman di dalam tanah, sisa-sisa tanaman maupun pada tanaman-tanaman semak. Penyebaran spora antara lain melalui angin, tangan manusia, kaki-kaki serangga, gesekan antar tanaman, percikan air hujan hingga aliran air di permukaan tanaman.

Advertisement

Cara Mencegah dan Mengendalikan Penyakit Antraknosa Pada Tanaman Cabai 

Beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk mecegah dan menangani tanaman cabai terserang penyakit antraknosa, antara lain sebagai berikut:

  1. Pencegahan Selama Persiapan Tanam
  2. Mempersiapkan sistem drainase sebaik mungkin yang tidak memungkinkan air menggenang dalam waktu lama di lahan.
  3. Panggunaan mulsa juga dapat mengurangi penguapan air tanah penyebab kelembaban tinggi.
  4. Sebelum mengolah tanah bersihkan lingkungan dari sisa-sisa tanaman dan semak-semak belukar, jika perlu sisa-sisa tanaman dibakar atau dibuat kompos di logasi yang terpidah dari lahan.
  5. Buat jarak tanam lebih lebar dengan pola zig-zag untuk menghindari kelembaban udara serta memberikan akses sinar matahari secara merata.
  6. Pilih varitas cabai yang tahan dan toleran terhadap antraknosa.
  7. Jika lahan bersebelahan dengan tanaman cabai tetangga yang sudah terserang antraknosa buatlah pagar pelindung dari plastik mulsa.
  8. Saat pembuatan bedengan tambahkan dolomit pada kedalaman yang sekiranya terjangkau oleh akar.
  9. Jika lahan yang akan ditanami punya sejarah serangan antraknosa, akan lebih baik jika ditambahkan agens hayati seperti trichoderma atau gliocladium.
  10. Antisipasi Di Pertanaman (Pengendalian Preventif)
  11. Antraknosa biasanya menyerang secara masif saat tanaman berbuah, maka disarankan untuk meningkatkan pemberian hara berupa kalsium dan fosfat di saat tanaman menjelang berbunga.
  12. Apabila turun hujan pada malam hari lakukan penyemprotan Partikel mineral teraktivasi sebagai pelapis permukaan tanaman untuk menghambat inkubasi fungsi patogen, menstabilkan pH pada permukaan tanaman, meningkatkan efikasi fungisida berbentuk WP serta melindungi tanaman dari cuaca terik. Salah satu nama dagang yang pelapis pelindung tanaman tersedia yaitu Koper WP.
  13. Hindari penggunaan pupuk daun yang bersifat asam selama tanaman berbuah. Untuk penggunaan pupuk daun fase generatif direkomendasikan menggunakan pupuk daun yang tidak bersifat asam.
  14. Aplikasi kalsium karbonat berbentuk partikel tepung tidak larut air, karena bentuk ini tidak meninggalkan lapisan asam pada permukaan buah.
  15. Gunakan fungisida protektif berbahan aktif tembaga hidroksida.
  16. Lakukan pengendalian serangga hama dengan baik karena seringkali spora jamur terbawa oleh kaki-kaki serangga dan berpindah dari tanaman sakit ke tanaman yang masih sehat.
  • Pengendalian Kuratif
  • Dilakukan apabila tanaman sudah terserang antraknosa, mungkin karena kurang dilakukannya pengendalian preventif sebelumnya.
  • Aplikasi fungisida kontak dikombinasi dengan sistemik. Fungisida kontak yang direkomendasikan berbahan aktif tembaga hidroksida dengan dicampur pelapis pelindung tanaman seperti Koper WP.  Sedangkan fungisida sistemik bisa yang berbahan aktif benomil, metil tiofanat, metalaksil, dimetomorf, difenokonazol, tebukonazol.
  • Selama tindakan kuratif langkah-langkah seperti dalam pengendalian preventif tetap harus dilakukan untuk menangkal serangan yang berkelanjutan. Perlu diingat bahwa selama kita melakukan tindakan kuratif untuk membunuh jamur patogen, invasi spora jamur pendatang tetap berlangsung.
  • Secara rutin bersihkan buah cabai yang sudah terinfeksi baik yang masih di pohon maupun yang sudah rontok, masukkan ke dalam kantong plastik dan bawa ke tempat yang jauh atau dibakar di lokasi yang terpisah dari lahan.
  • Dalam melakukan penyemprotan fungisida kontak jangan hanya berfokus pada tanaman tetapi perlu juga menyemprot permukaan mulsa karena di permukaan mulsa juga terdapat serpihan-serpihan spora.
  • Setiap aplikasi penyemprotan daun, usahakan tidak membuat tanaman basah kuyub tetapi membentuk lapisan tipis yang merata.
  • Pemulihan

Setiap tanaman yang mengalami serangan hama dan penyakit tentu tidak mampu berproduksi secara normal. Sebagian organ telah rusak, dan metabolisme tanaman mengalami gangguan. Oleh karenanya selain upaya-upaya pengendalian hama dan penyakit harus disertai upaya pemulihan kondisi tanaman agar kembali tumbuh dan berkembang dengan baik. Pemulihan tanaman dilakukan dengan pemberian pupuk mikro melalui daun untuk menormalisasi kinerja enzim-enzim dan merangsang pembentukan hormon-hormon alamiah bagi pembentukan sel-sel baru secara lebih cepat.

Continue Reading

Opini

Hama Pengisap Polong Kedelai Riptortus Linearis dan Waktu yang Tepat Untuk Mengendalikannya

Published

on

By

broad headed bug crawling on a blade of grass

Kedelai (Glycine max (L) Merr). Merupakan salah satu komoditas tanaman pangan strategis setelah padi dan jagung, sebagai sumber protein nabati, bahan baku aneka industri olahan pangan dan bahan baku industri pakan ternak. Selain itu, kandungan protein nabati kedelai sangat penting untuk peningkatan gizi masyarakat, karena selain aman juga relatif lebih murah jika dibandingkan dengan protein hewani. Kedelai juga merupakan bahan baku untuk produk makanan olahan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai dan bahan campuran kue dan roti yang pemanfaatannya berdampak positif dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.

Dengan segudang manfaatnya, menurut data BPS yang dipublikasikan pada artikel yang berjudul Distribusi Perdagangan Komoditas Kedelai Indonesia Tahun 2023, menyatakan bahwa secara total kebutuhan konsumsi kedelai baik rumah tangga maupun non rumah tangga tahun 2022 mencapai 1.3 Juta ton sementara total produksi hanya sebesa 0,24 juta ton, sehingga pemerintah melakukan impor kedelai pada tahun 2022 untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Rendahnya produksi kedelai dalam negeri salah satunya disebabkan oleh adanya serangan hama pengisap polong Riptortus linearis yang menyebabkan biji kedelai menjadi rusak, berlubang dan kempes serta jika tidak dikendalikan dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 80% bahkan gagal panen (Marwoto, 2006).

Hama Pengisap Polong Kedelai Riptortus linearis

Hama pengisap polong kedelai R. linearis  memiliki siklus hidup yang meliputi stadium telur, nimfa, dan imago. Telur R. linearis berbentuk bulat dengan bagian tengah agak cekung, rata rata berdiameter 1,20 mm, berwarna biru keabuan kemudian berubah menjadi cokelat. Setelah 6–7 hari, telur menetas dan membentuk nimfa instar I selama 3 hari. Pada stadium nimfa, R. linearis berganti kulit (moulting) lima kali. Setiap berganti kulit terlihat perbedaan bentuk, warna, ukuran, dan umur. Rata-rata panjang tubuh nimfa instar I adalah 2,60 mm, instar II 4,20 mm, instar III 6 mm, instar IV 7 mm, dan instar V 9,90 mm (Tengkano dan Dunuyaali 1976).

Advertisement

Imago R. linearis berbadan panjang dan berwarna kuning kecokelatan dengan garis putih kekuningan di sepanjang sisi badannya. Imago datang di pertanaman kedelai saat tanaman mulai berbunga dengan meletakkan telur satu per satu pada permukaan atas dan bawah daun. Seekor imago betina mampu bertelur hingga 70 butir selama 4 – 47 hari. Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk perutnya, yaitu imago jantan ramping dengan panjang 11 – 13 mm dan betina agak gemuk dengan panjang 13 – 14 mm (Afifah, 2010).

Imago R. linearis sedang pada polong kedelai (kiri) dan imago sedang mengisap cairan biji kedelai yang masih muda (kanan)(Sumber: Dokumen pribadi)

Waktu atau Fase Perkembangan Polong Kedelai yang Tepat Untuk Mengendalikan Hama Pengisap Polong Riptortus linearis

Nimfa maupun imago R. linearis mampu menyebabkan kerusakan pada polong kedelai dengan cara mengisap cairan biji di dalam polong dengan cara menusukkan stiletnya. Dampak serangan yang ditimbulkan akan berbeda sesuai dengan fase perkembangan polong kedelai. Serangan hama R. linearis pada fase pembentukan polong kedelai menyebabkan polong dan biji kedelai menjadi kempes, mengering dan akhirnya gugur, serangan pada fase pengisian biji menyebabkan biji berwarna hitam dan busuk, sedangkan pada fase pematangan polong mengakibatkan biji keriput (Ridwan, 2007).

Serangan hama R. linearis pada fase pembentukan dan pengisian calon biji polong kedelai, merupakan fase yang paling berdampak terhadap kerusakan polong. Hal ini disebabkan karena pada fase ini kulit polong kedelai masih lunak sehingga memudahkan stilet menusuk kulit polong serta lebih disukai sebagai tempat meletakkan telur untuk berkembang biak. Dan  jika tidak dikendalikan maka imago akan berkembangbiak sehingga populasinya akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman.

Polong menguning dan menjadi kering akibat serangan R. linearis (kiri) dan Keragaan biji yang terserang hama R. linearis dan biji sehat (kanan)(Sumber: Dokumen pribadi)

Dengan kemampuan merusak polong mulai dari pembentukan sampai pematangan biji yang mampu menurunkan kualitas maupun kuantitas biji kedelai yang dihasilkan, oleh karena itu tindakan pengendalian menjadi hal yang wajib dilakukan. Dalam upaya pengendalian umumnya petani kedelai masih banyak yang menggunakan pestisida kimia, penggunaan pestisida yang kurang tepat justru tidak efektif dan dapat merugikan secara ekonomi maupun hasil yang diperoleh tidak sesuai harapan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan lima tepat penggunaan pestisida yaitu: Tepat sasaran, tepat jenis, tepat waktu, tepat dosis dan tepat cara.

Disamping itu, dalam upaya pengendalian hama pengisap polong kedelai R. linearis umur tanaman saat aplikasi juga sangat menentukan keberhasilan tindakan pengendalian. Hasil penelitian Tantawizal et al., (2021) dan Sarjan et al., (2021) menunjukkan bahwa populasi dan intensitas serangan R. linearis tertinggi terjadi pada fase pembentukan dan pengisian polong. Oleh karena itu, waktu yang paling tepat untuk mengendalikan hama pengisap polong kedelai R. linearis berdasarkan fase perkembangan polong kedelai yaitu pada fase pembentukan dan pengisian polong. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Amalia dan Mawan (2010), yang menyatakan bahwa nimfa maupun imago R. linearis menyerang polong kedelai dengan cara mengisap cairan biji dengan menusukkan stiletnya pada polong yang masih muda dan kulit polong yang masih lunak dan jika tidak dikendalikan maka menyebabkan kehilangan hasil tertinggi dibandingkan dengan tindakan pengendalian pada fase berbunga atau pematangan biji.

Advertisement

Continue Reading

Opini

Mimba Sebagai Pestisida Nabati untuk Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan

Published

on

By

Penggunaan pestisida sintesis atau kimiawi yang berlebihan di seluruh dunia sejak digaungkannya revolusi hijau telah membuat hama tanaman menjadi resisten/tahan terhadap berbagai macam bahan aktif pestisida kimiawi yang digunakan termasuk di Indonesia. Penggunaan pestisida yang berlebihan ini juga telah berdampak pada lingkungan dan kesehatan manusia. Berkenaan dengan hal tersebut maka diperlukan adanya usaha untuk mendapatkan pestisida alternatif yang efektif untuk mengendalikan hama tanaman serta tidak menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan dan manusia.

Pestisida nabati merupakan salah satu alternatif yang efektif untuk pengendalian hama dan relatif aman bagi lingkungan, salah satunya adalah pestisida yang berbahan dari tumbuhan mimba. Penggunaan pestisida nabati sebagai alternatif pengendalian hama tanaman tidak dimaksudkan untuk meninggalkan penggunaan pestisida kimiawi secara total, namun ditujukan untuk mengurangi penggunaan pestisida kimiawi yang banyak berdampak pada lingkungan dan kesehatan manusia sebagai konsumen.

Potensi Pemanfaatan Tumbuhan Mimba sebagai Pestisida Nabati

Foto oleh Sen R: https://www.pexels.com/id-id/foto/bokeh-daun-coklat-mimba-tembakan-vertikal-5658269/

Tumbuhan mimba merupakan tumbuhan asli dari Afrika dan Asia. Di benua Asia, tumbuhan mimba banyak ditemukan di Negara India, Burma, China Selatan, dan Indonesia. Di Indonesia tumbuhan mimba banyak ditemukan di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Dan di NTB tumbuhan mimba banyak tumbuh di lahan kering baik di Pulau Lombok maupun Pulau Sumbawa. Habitat terbaik untuk tumbuhan mimba adalah dataran rendah dan lahan kering dengan ketinggian 0 – 800 meter dari permukaan laut (mdpl).

Di Indonesia pemanfaatan tumbuhan mimba sebagai pestisida nabati telah lama dilakukan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, khususnya dalam pertanian organik. Bagian tumbuhan mimba yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pestisida nabati adalah daun dan bijinya. Ekstrak daun dan biji mimba mengandung empat senyawa aktif yaitu senyawa azadirachtin (pengganggu pertumbuhan dan perkembangbiakan hama), senyawa salanin (penghambat makan hama), senyawa meliantriol (penolak dan pengusir hama akibat aroma dan rasa yang tidak disukai serangga hama), senyawa nimbin (penghambat perkembangan pathogen penyebab penyakit tanaman) (Subiyakto, 2009).

Advertisement

Beberapa jenis hama tanaman yang dapat dikendalikan menggunakan pestisida nabati ekstrak biji dan daun mimba seperti Helopelthis sp., ulat jengkal, Aphis sp., Nilaparvata sp., dan Sitophilus sp. (Syakir, 2011), kutu daun, penggerek polong tanaman kacang-kacangan, hama wereng coklat dan siput pada tada tanaman padi (Nova, 2015). Dengan potensi tersebut maka tumbuhan mimba dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pengendalian hama yang ramah lingkungan dan berkelanjutan sehingga penggunaan pestisida kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia dapat dikurangi.

. Beberapa keunggulan pestisida nabati ekstrak mimba antara lain: a). Kandungan senyawa aktifnya mudah terurai dan kadar residunya relatif kecil, sehingga dapat digunakan sampai menjelang panen b). Peluang terbunuhnya serangga bukan sasaran rendah. c). Relatif aman terhadap vertebrata (manusia dan ternak), d). Memiliki senyawa aktif lebih dari satu jenis sehingga tidak mudah menimbulkan resistensi pada hama. Dengan beberapa keunggulan tersebut maka akan menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dan kelestraian lingkungan dapat terjaga. Sedangkan kelemahannya adalah persistensi pestisida nabati yang singkat sehingga diperlukan aplikasi yang berulang-ulang agar mencapai keefektifan pengendalian yang maksimal pada kondisi populasi hama yang tinggi.

Foto: daun Mimba dari Halodoc

Pembuatan Ekstrak Tumbuhan Mimba

Ekstrak biji dan daun mimba dapat dilakukan oleh petani secara sederhana, untuk ekstrak biji mimba dapat dibuat dengan cara mengeringkan biji mimba terlebih dahulu agar tidak berjamur. Kemudian digiling hingga halus dan disaring dengan ayakan. Selanjutnya dicampur air dengan takaran untuk 50 gr ekstrak biji mimba ditambahkan 1 liter air lalu direndam selama 12 jam, selanjutnya rendaman disaring dengan kain furing. Dan hasil penyaringan dapat dicampur dengan perekat dan siap diaplikasikan ke tanaman.

Sedangkan ekstrak daun mimba dapat dibuat dengan cara 50 gr daun mimba segar ditambahkan 1 liter air kemudian diblender sampai halus kemudian direndam selama 12 jam. Hasil rendaman selanjutnya disaring dengan kain furing dan ditambahkan perekat, cairan pun siap diaplikasikan pada tanaman.

DAFTAR PUSTAKA

Advertisement

Nova, L. W. (2015). Aplikasi ekstrak mimba dengan pelarut alkohol terhadap mortalitas wereng batang coklat. Prosiding seminar nasional perhimpunan entomologi Indonesia, Malang 1- 2 Oktober 2015.

Subiyakto. (2009). Ekstrak biji mimba sebagai pestisida nabati: potensi, kendala, dan strategi pengembangannya. Jurnal Perspektif, 8(2), 108-116.

Syakir, M. (2011). Status Penelitian Pestisida Nabati, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. Prosiding Seminar Nasional Pestisida Nabati IV, Jakarta 15 Oktober 2011.

Advertisement
Continue Reading

Populer

error: Content is protected !!