HarianNusa, Mataram – Bada Pusat Statistik (BPS) Nusa Tenggara Barat (NTB) mencatat tingkat inflasi NTB sebesar 6,23 persen, angka ini lebih tinggi dari inflasi nasional sebesar 5,51 persen. Salah satu penyumbang inflasi adalah beras yang harganya tidak stabil.
Untuk menekan lonjakan inflasi di daerah, BPS NTB melontarkan usulan perlunya subsidi harga untuk beberapa komoditi, mengingat solusi seperti pasar murah yang dilakukan pemerintah saat ini belum efektif menekan harga.
Terkait hal tersebut, Komisi II Bidang Perekonomian DPRD NTB menyatakan sepakat dan mendorong subsidi harga terhadap beberapa komoditi.
“Kita sepakat dengan BPS, Itu bagian dari strategi menekan harga. Bulog jangan berdiam diri stoknya terlalu lama,” ungkap H. Abdul Hadi, Senin, 9 Januari 2023.
Meskipun operasi pasar belum efektif menekan inflasi, namun menurutnya, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) baik kabupaten/kota perlu menggelar operasi pasar lebih cepat, jangan menunggu harga sudah terlalu tinggi, sehingga antisipasinya lebih awal.
“Kami minta memang TPID bisa mengendalikan harga, khususnya Bulog berperan untuk mengendalikan itu (harga beras, Red). Jangan sampai Bulog berdiam diri terhadap itu,” tuturnya.
Dirinya berharap inflasi di awal 2023 ini tidak terlalu jomplang. Karena sangat ironis jika NTB yang dikenal sebagai lumbung padi dengan produksi surplus. Artinya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat akan beras dengan harga stabil. Namun, justru beras menjadi salah satu penyumbang kenaikan inflasi di NTB karena harganya ikut naik.
“Tetap jangan juga terlalu tinggi (inflasi), paling tidak sama dengan tingkat inflasi nasional khususnya. Jangan sampai kita mendominasi karena memang satu sisi kita produksi berlebihan, tapi harga tinggi. Harusnya bisa menekan harga tidak terlalu tinggi,” ujar politisi PKS NTB ini. (03)
Ket. Foto:
Anggota Komisi II DPRD NTB H. Abdul Hadi. (HarianNusa)