HarianNusa.com, Mataram – Persoalan sampah menjadi perhatian serius pemerintah daerah, baik dari tingkat provinsi hingga ke Kabupaten/kota.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kejutan (LHK) Provinsi NTB, jumlah total sampah di NTB pada tahun 2018 sebanyak 3.388,76 ton per hari. Dari jumlah tersebut hanya 641,92 ton per hari yang masuk ke TPA, dan 51,21 ton per hari yang didaur ulang, sisanya sebanyak 2.695,63 ton atau 80 persennya tiap hari tidak terkelola.
Yang menjadi permasalah sampah di NTB saat ini diantaranya skema pengurangan sampah berbasis desa/kelurahan belum berjalan optimal, banyaknya TPS-TPS liar, masih banyaknya pembuangan sampah di sembarang tempat termasuk di badan-badan air. Selain itu, keterbatasan sarana dan prasarana juga menjadi pemicu persoalan sampah.
Kepala Dinas LHK Provinsi NTB, Ir. Madani Mukarom menyampaikan, bahwa pada tahun 2020 penanganan sampah di NTB sudah mencapai 37 persen. Artinya terjadi kenaikan sebanyak 17 persen dari sebelumnya (2019) yang hanya 20 persen.
"Sebenernya target kita 35 persen pada tahun 2020, jadi ada kenaikan target sebanyak 2 persen dari target 35 peren menjadi 37 persen," katanya saat diwawancara usai rapat bersama Wagub dan DPRD NTB, di Kantor GUbernur NTB, Senin, (22/02/2021).
Sedangkan untuk pengurangan sampah, dari target 15 persen baru 7 persen yang tercapai. Ia mengatakan, ditengah kondisi Covid 19 ini volume sampah agak berkurang namun tidak signifikan. Misalkan Kota Mataram yang biasa menghasilan sampah 350 ton sekarang hanya 320 ton yang masuk ke TPA.
"Dari target pengurangan sebanyak 15 persen baru setengahnya terçapai," ungkapnya.
Menurutnya, persoalan sampah salah satu kuncinya adalah kesadaran. Ia mengatakan, belajar dari kearifan lokal zaman dahulu tidak ada persoalan sampah, karena setiap rumah tangga menyelesaikan masalah sampahnya sendiri.
"Setelah selesai dipilah dari rumah tangga masuk ke TPA barulah kita industrialisasi. Mudah-mudahan semua sampah di rumah tangga itu selesai kayak zaman dahulu, jadi yang kita bangun terlebih dahulu pola kearifan lokal, kayak zaman dahulu setiap rumah punya gumblengan," katanya.
Edukasi dan penyadaran kepada masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah menjadi PR berat bagi pemerintah. la mengaku memliki keterbatasan tenaga di dinas LHK, untuk itu pihaknya akan mendorong edukasi melalui lembaga pendidikan, komunitas, perangkat di tingkat desa/kelurahan, dll.
"Kami di dinas LHK hanya 10 orang, satu bidang untuk satu provinsi, begitu juga dengan di kabupaten/kota. Jadi partisipasi masyarakat dan berbagai pihak itu yang diperlukan," ungkapnya.
Untuk mengatasi persoalan sampah di NTB ini, Dinas LHK telah menyusun enam rencana tindak lanjut pada tahun 2021 hingga tahun 2023.
Penguatan peran Pemerintah Desa dalam pengelolaan sampah, melalui Dana Desa termasuk menjalin komunikasi dengan pendamping lokal desa, dan tenaga pengaman hutan.
Penanganan sampah di jalan, sungai, hutan, pantai, dan kawasan khusus. Melalui identifikasi, revitalisasi gotong royong, penguatan komunitas, dan penguatan produsen.
Selanjutnya, Peningkatan kerjasama dengan berbagai pihak. Melaui CSR BUMN dan perusahaan swasta, kampus, komunitas, KLHK, kementerian PUPR, Balai Jalan, BPPW, BPIW, dll.
Intensifikasi Edukasi dan kampanye, melalui penggunaan media sosial, pembinaan ke desa wisata, Zero Waste goes to campus/School, local champion.
Selain itu, membangun sistem informasi pengelolaan sampah. Melalui aplikasi LESTARI (Pelaporan Persampahan Terpadu dan Real Time).
Terakhir, membangun industrialisasi persampahan. Melalui pembangunan TPST RDF, incinerator Fasyankes, Pyrolisis TPST, rencana PPST Lemer, PDU. (*3)
Ket. Foto:
Kepala Dinas LHK Provinsi NTB, Ir. Madani Mukarom. (HarianNusa.com)
Info Lainnya