HarianNusa.com, Mataram – Siti Mutmainah (50) meninggal dunia akibat ditabrak di sebuah tikungan di Tanjung Karang, Kecamatan Sekarbela, Kota Mataram, Senin (28/8) lalu. Almarhumah meninggalkan tiga anaknya yang masih kecil, sementara sang suami telah lebih dulu meninggal dunia.
Warga asal Lamongan, Jawa Timur yang bermukim di gubuk reot tepat di depan PLTD Tanjung Karang, Jl. Arya Banjar Getas, Kelurahan Tanjung Karang, Kota Mataram tersebut mengalami kesulitan untuk dikubur. Pasalnya korban belum terdata sebagai penduduk setempat, sehingga kepala lingkungan setempat kesulitan untuk memberikan izin penggunaan lahan pemakaman.
Beruntung Bhabinkamtibmas Tanjung Karang, Aiptu Wayan Budi tersentuh hatinya terhadap keluarga kecil tersebut. Dia berpikir keras untuk mencari jalan keluar agar jenazah dapat dikuburkan. Dia berkoordinasi dengan Dinas Sosial untuk membantu penguburan.
Baca: Miris, Lantaran Hal Sepele Jenazah Wanita di Mataram Dimakamkan Tanpa Dihadiri Warga
Pihak Dinas Sosial pun membantu korban dengan syarat memiliki surat keterangan lakalantas dan visum. Aiptu Wayan kemudian bergegas mengurusnya di RS Bhayangkara.
Proses pemakaman pun berjalan. Sayangnya pemakaman jenazah hanya dihadiri kurang dari 10 orang. Pelayatnya hanya dari Dinas Sosial, tiga perwakilan pondok pesantren (ponpes), Aiptu Wayan dan ketiga anak korban. Tak ada warga sekitar ikut pemakaman tersebut karena letak gubuk korban jauh dari pemukiman warga.
HarianNusa.com siang tadi, Jumat (1/9) berusaha mencari keberadaan ketiga anak korban. Saat menuju gubuk tempat tinggal korban, gubuk tak layak huni tersebut kosong. Ketiga anak korban entah di mana.
HarianNusa.com mencoba menghubungi Aiptu Wayan untuk mencari keberadaan ketiga anak korban. Menurut Aiptu Wayan, memang sejak pagi tadi rumah tersebut kosong. Dia mengatakan putri bungsu korban saat ini berada di salah satu ponpes di Pemepek, Lombok Tengah. Sementara anak keduanya bersekolah di SMA Muhammadiyah Mataram, namun tak diketahui keberadaannya saat ini. Anak sulung korban bekerja menjadi pembantu di sebuah warung lalapan di Lembar, Lombok Barat, sembari menjadi buruh.
“Kosong di rumah itu, cuma yang cewek (tinggal di) Pondok Pesantren Pemepek, yang nomor dua SMA Muhammadiyah Mataram, yang pertama bantu orang jualan lalapan di Lembar sambil jadi buruh,” ujar Aiptu Wayan dihubungi.
Menurutnya jenazah tersebut tidak diberi izin pemakaman lantaran tidak terdata sebagai warga setempat. Dulu almarhumah hanya mengurus izin berjualan di lokasi tempat tinggalnya.
“Tiang (saya) telpon Kepala Lingkungan Bangsal, karena belum dimakamkan, anak-anaknya kebingungan. Akhirnya karena Kalingnya baru, dia hubungi ketua RT menanyakan dulu. Setelah sekian menit Pak Kaling menginformasikan bahwa ibu itu belum melaporkan diri ke lingkungan, cuma dulu pernah urus surat izin jualan. Jadinya Pak Kaling tidak berani mengizinkan, takutnya warga keberatan,” jelasnya.
Kini proses pemakaman telah selesai. Namun nasip ketiga anaknya hingga kini masih terluntang-lantung. Semoga ada manusia berbaik hati yang mampu mengulurkan tangan untuk ketiga anak almarhumah. (sat)