Sanksi Terhadap Pelaku Politik Uang dalam Pilkada

0
6952
Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram, Syamsul Hidayat, SH, MH. (satria/hariannusa.com)

Oleh : Syamsul Hidayat, SH, MH

Dosen Fakultas Hukum Universitas Mataram

Perhelatan akbar berupa  Pilkada serentak di NTB yang rencananya  akan digelar pada tanggal 27 Juni 2018 untuk memilih Gubernur, Wakil Gubernur dan Bupati, Wakil Bupati periode 2018- 2023, pelaksanaannya diharapkan menjunjung tinggi prinsip-prinsip Pemilu yang berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil, agar memperoleh pemimpin-pemimpin berkualitas, yang amanah, memiliki kapasitas dan mengutamakan kepentingan rakyat, untuk membawa NTB ke arah yang lebih baik.

Salah satu faktor yang mempengaruhi lahirnya pemimpin berkualitas adalah proses pemilu yang berlangsung bebas dari Money politics atau Politik uang, secara sosiologis pengertian Politik uang adalah suatu upaya memengaruhi orang lain (masyarakat) dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual-beli suara pada proses politik dan kekuasaan serta tindakan membagi-bagikan uang, memberikan berbagai barang, baik milik pribadi atau partai untuk mempengaruhi suara pemilih, Politik uang merupakan praktik memberikan uang, barang atau manfaat kepada pemilih atau kepada penyelenggara pemilihan sebagai insentif untuk memanipulasi hasil pemilu untuk mendukung calon tertentu.

Pemberian uang atau barang kepada pemilih sebagai bentuk pertukaran dari suara penerima. Pemilih merasa memiliki kewajiban untuk memilih calon atau partai yang telah memberi mereka sesuatu. Politik uang dapat juga dapat berupa pertukaran uang dengan posisi/kebijakan, keputusan politik yang mengatas namakan kepentingan rakyat tetapi sesungguhnya demi kepentingan pribadi, kelompok atau Partai. Pemilihan umum sebagai salah satu pilar demokrasi politik yang berjalan beriringan dengan perilaku money politics sejatinya merusak demokrasi itu sendiri. Pemilih tidak memilih calon berdasarkan program dan visi yang ditawarkan tapi hanya berdasar jumlah uang yang diterima menjelang pemilihan akan melahirkan calon pemimpin korup.

Untuk menanggulangi politik  uang telah dilakukan upaya dengan membuat kebijakan kriminal terhadap praktek-praktek politik uang secara khusus dalam Undang-Undang Pilkada, perumusan perbuatan yang bisa dijatuhi Sanksi meliputi perbuatan yang dilakukan oleh setiap orang seperti pasangan calon, simpatisan, relawan, tim sukses, anggota partai, penyelenggara Pemilu dan lembaga yang melakukan perbuatan menjanjikan, memberi, menerima imbalan uang atau barang yang bertujuan mempengaruhi pemilih dalam menggunakan hak pilihnya, dengan disertai sanksi Administrasi berupa pembatalan pasangan calon maupun Sanksi Pidana berupa pidana penjara dan pidana denda..

Sanksi Pembatalan Calon

Ketentuan tentang dilarangnya praktik politik uang telah diatur secara tegas dan Jelas, pengertian politik uang dalam peraturan pemilu dirumuskan sebagai perbuatan memberikan uang  atau  materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau Pemilih. selain mengatur tentang Siapa saja yang bisa dipidana, dan perbuatan apa yang termasuk sebagai Politik Uang, juga diatur ancaman atau Sanksi yang bisa dijatuhkan berupa Pembatalan Pasangan calon, hal ini terdapat dalam Undang-Undang No 10 tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang. Pada Pasal 73 mengatur bahwa :

  1. Calon dan/atau tim Kampanye dilarang menjanjikan dan/atau memberikan uang atau  materi lainnya untuk mempengaruhi penyelenggara Pemilihan dan/atau
  2. Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan Bawaslu Provinsi dapat dikenai sanksi administrasi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
  3. Tim Kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Selain Calon atau Pasangan Calon, anggota Partai Politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah dan mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon
  5. Pemberian sanksi administrasi terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak menggugurkan sanksi

Dalam penjelasan pasal 73 ayat 1 yang tidak termasuk “memberikan uang atau materi lainnya” meliputi pemberian biaya makan minum peserta kampanye, biaya transpor peserta kampanye, biaya pengadaan bahan kampanye pada pertemuan terbatas dan/atau pertemuan tatap muka dan dialog, dan hadiah lainnya berdasarkan nilai kewajaran dan kemahalan suatu daerah yang ditetapkan dengan Peraturan KPU. pemberian yang dimaksud dalam penjelasan pasal terasebut adalah pemberian yang terbatas pada waktu kampanye yang telah dijadwalkan oleh penyelenggara Pemilu, baik kampenye yang bersifat monologis maupun dialogis, pemberian diluar jadwal kampanye seperti saat masa tenang atau menjelang pencoblosan sampai penetapan jumlah suara dilarang.

Formulasi yang terdapat dalam pasal 73 ayat 2 secara jelas telah mengatur sanksi administrasi berupa pembatalan pasangan calon oleh KPU Provinsi atau KPU kabupaten/kota bagi pasangan calon atau tim kampanye yang terbukti melakukan politik uang berdasarkan keputusan Bawaslu Provinsi, dan sanksi administarsi berupa pembatalan pasangan calon tidak  menggugurkan, mengahapuskan pidana bagi siapa saja seperti tim kampanye, anggota paratai politik, relawan, atau pihak lain yang terlibat dalam melakukan politik uang tersebut.

Sanksi Pidana

Selain Sanksi Administrasi berupa Pembatalan pasangan calon Pelaku politik uang dikenakan Sanksi Pidana, Pada  Pasal 187 A mengatur bahwa Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia  baik  secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih agar tidak menggunakan hak pilih, menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga suara menjadi tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu.

Sanksi pidana terhadap pelaku Politik Uang tidak saja dikenakan kepada pemberi tetapi juga dikenakan kepada pemilih sebagai penerima dengan ancaman pidana yang sama, Ancaman Pidana dalam Pasal 187 A pelaku dijatuhi pidana secara kumulatif yaitu pidana Penjara yang ditambah juga dengan pidana denda, pelaku dikenakan pidana paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan, dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Adapun dipasal 187 B mengatur praktek politik uang yang melibatkan anggota partai politik atau anggota gabungan partai politik yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima imbalan dalam bentuk apapun pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Selanjutnya pada pasal 187 C diatur juga bahwa Setiap orang atau lembaga yang terbukti dengan sengaja melakukan perbuatan  melawan  hukum   memberi  imbalan pada proses pencalonan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota  maka  penetapan  sebagai  calon,   pasangan calon terpilih, atau sebagai Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota   sebagaimana    dimaksud    dalam    Pasal   47 ayat (5), dipidana dengan pidana  penjara  paling  singkat  24 (dua puluh empat) bulan dan pidana penjara paling  lama 60 (enam puluh) bulan dan denda paling sedikit Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Partisipasi Masyarakat

Semakin banyak institusi penegak hukum yang mengawasi praktik politik uang pada Pilkada akan semakin baik, kerjasama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) untuk membentuk satgas Money Politics agar segera diwujudkan sampai ke daerah-daerah di setiap Kepolisian Daerah (POLDA), dengan membentuk Satgas Money Politics di setiap daerah, tim khusus yakni Satuan Tugas (Satgas) untuk mengawal Pilkada Serentak 2018 mulai awal pencalonan, pemungutan suara  sampai pada sengketa Pilkada. Keberadaan satgas dapat membantu Bawaslu mengawasi kegiatan politik transaksional, politik uang terhadap pemilih, dan dana kampanye, membantu Bawaslu di daerah yang mengalami kesulitan karena keterbatasan waktu dalam menangani pelanggaran pidana Pemilu yang selama ini ditangani Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu).

Keberhasilan pelaksanaan Pilkada tidak lepas dari peran masyarakat, Salah satu peranan masyarakat dalam Negara demokrasi adalah partisipasi masyarakat dalam pemilihan umum. rakyat dalam posisi penting untuk menentukan Pemimpin baik di pusat maupun daerah. Oleh karena itu diperlukan pendidikan politik  untuk mendorong partisipasi masyarakat agar dapat menentukan pilihannya dengan benar didasarkan atas rasionalitas, ide, gagasan, program, rekam jejak calon, tidak didasarkan atas kepentingan transaksional, Pendidikan politik akan menciptakan masyarakat yang rasional sehingga mereka tidak akan salah dalam memilih pemimpin, dengan demikian aspirasi, kebutuhan, Program pembangunan di berbagai bidang, yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, keadilan sosial dapat dijalankan oleh pemimpin yang terpilih.

Terlaksananya proses Pilkada yang yang Jujur dan adil membutuhkan partisipasi bersama, semua komponen masyarakat, Aparat Penegak Hukum, Penyelenggara Pemilu, media massa, untuk berperan aktif mengawasi praktik politik uang yang terjadi dimulai dari proses pencalonan, selama masa kampanye, pada hari pencoblosan, penghitungan suara dan sengketa Pilkada. informasi masyarakat akan memudahkan penegak hukum, penyelenggara pemilu dalam menjalankan tugas-tugasnya, bila ada informasi masyarakat disertai dengan alat bukti kuat seperti foto ataupun video, sehingga tim yang sudah dibentuk langsung melakukan penindakan menangkap pelakunya, termasuk orang yang menyuruhnya (calon kepala daerah) untuk diproses hukum. Sehingga Pemilu bersih untuk mendapatkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas, memiliki kapasitas dan integritas dapat terwujud.