
Ketiga, amburadulnya pelelangan tanah yang diimplementasikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Bima yang terjadi bertahun-tahun sampai hari ini mempunyai potensi besar menimbulkan konflik dan menjadi bahaya laten stadium akhir dalam mengancam kehidupan sosial-ekonomi masyarakat, lihatlah betapa berbelit-belitnya pengumuman lelang tanah yang tidak menutup kemungkinan terdapat kecurangan di dalamnya (bukan kesalahan), karena dengan menunda sehingga panitia lelang (Pemerintah Kabupaten) akan mendapatkan keuntungan dari bunga uang milyaran yang mengendap di bank, alasan penundaan agar panitia bisa mencermati semua berkas dengan baik sehingga tidak terdapat kesalahan (yang ada hanya kecurangan) padahal dalam SOP (Standar Operasional Prosedur) pengunguman pelelangan harus diberitahukan secepat-cepatnya (itu sudah jelas diatur kantor pelayanan kekayaan negara dan lelang) akibat pengumuman tanah lelang yang lama, maka mau tidak mau petani harus menanami secara dahulu (tanpa menunggu pengumuman pelelangan) tanah lelang, jika tidak, maka tanah yang berada di tengah-tengah akan sulit dimasuki oleh handtraktor karena dikelilingi oleh tanah-tanah yang sudah ditanami (terlihat jelas terdistorsinya keadilan untuk petani). Selain itu, masalah lain adalah diberikannya IUPT (Ijin Usaha Pasar Modern) oleh Bupati (Dae Dinda) kepada retail Alfamart untuk membuka gerainya di Sila-Kecematan Bolo menimbulkan konsekuensi kronis pada kesejahteraan rakyat. Kemudian, akhir-akhir ini pada sebagian besar desa yang ada di kecematan dalam wilayah Kabupaten Bima terjangkit pula masalah yang banter, beberapa implementasi program desa yang menikam leher kesejahteraan rakyatnya, sebagai fakta beberapa bulan berselang, kerisauan yang menimpa sebagian besar masyarakat di kampung penulis (Dusun Sumbawa, Desa Bontokape) di bawah pimpinan Kepala Desa Bapak Abdul Haris, memprogramkan pembagian meteran gratis untuk rakyat tapi dikenai tarif juga (kok gratis pake keluarin uang Rp. 150/Rumah?), kemudian pembagian jatah kambing gratis untuk dikelola warga yang terindikasi berbau KKN di tubuh pemerintah desa yang dulu saya banggakan, sekarang kebangaan itu telah tercoreng oleh nepotisme (Praktik KKN), pihak pemerintah desa nakal mengambil sebagian jatah kambing yang seharusnya menjadi milik rakyat kecil, dan sayangnya untuk kasus ini tidak pernah diangkat kepermukaan oleh karena kosongnya mental “petarung” pada diri warga desa. Hal-hal tersebut kini menjadi bom waktu sekaligus momok yang mengancam nilai “Ke-makmur-an” dan “Ke-handa-lan” eksistensi Pemerintahan Dinda-Dahlan sebagai Bupati dan Wakil Bupati tanah air kabupaten Bima tercinta ini.
Kebutuhan akan kesejahteraan hidup dengan mewujudkan keadilan menjadi kebutuhan yang mendesak masyarakat Kabupaten Bima dengan salah satu kecamatan, khususnya Kecamatan Bolo, bila Alfamart dibiarkan 2-3 Tahun kedepan pasti akan banyak menimbulkan konflik horizontal dan vertikal ditandai aksi-aksi protes yang massif dari setiap warga desa. Biasanya desa yang melakukan aksi protes pastinya dikawal dan dimobilisasi oleh kepala desanya yang memimpin dengan adil sehingga memikirkan masa depan rakyatnya, bukan malah kepala desa yang sok berkuasa dengan representatif ketidakadilan yang dilakukannya, atas ketidakadilan ini siapakah yang pantas disalahkan? pastilah pemerintah desa dan ujung-ujungnya akan mengarah pada kurang kuatnya pemimpin dalam memimimpin dan melakukan menejemen serta pengawasan terhadap Rumah Tangga Pemerintah Kabupaten Bima terhadap desa-desa yang dimiliknya. kesejahteraan masyarakat desa adala tolak ukur melihat maju dan mundurnya suatu Kabupaten/Kota, baik dan buruknya provinsi dan sejahtera atau tidaknya suatu negara. Dengan munculnya UU No. 6/2014 tentang Desa menjadi suatu prospek baru dalam menata Kabupaten Bima ke depan. Maka, diimbau kepada Bupati Bima untuk membantu dan mengawal pengaplikasian pada pemerintah desa, bukan malah menjadi buih bagi desa-desa di Kabupaten Bima.
Sejak semula pemerintah didirikan adalah untuk melindungi kepentingan-kepentingan individu dan mengatur kepentingan masyarakat agar tidak terjadi konflik. pemerintah atau pemimpin (Dinda-Dahlan) selalu berhadapan dengan masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok. Proses politik juga berhadapan dengan berbagai kelompok dan golongan seorang yang terpilih menjadi pemimpin haruslah bisa berdiri diatas semua golongan, untuk itu diperlukan sifat keadilan. (karena mayoritas masyarakat bima dan Bupati Bima adalah Muslim, tanpa berniat mendiskreditkan agama lain penulis merujuk) Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi saksi dengan adil. Dan jangan sekali-kali kebencianmu terhadap satu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada taqwa”. Adam Smith (Bapak Kapitalisme) juga menyatakan bahwa, tugas pertama dan utama semua pemerintahan sipil adalah untuk menjaga keadilan diantara anggota-anggota masyarakat dan mencegah semua bentuk pelanggaran atas individu (termasuk petani, pedagang kecil, orang dusun) dalam masyarakat tersebut, dari anggota lain dari masyarakat yang sama (pemodal, orang-orang yang menyalahgunakan kekuasaan).
Mengabaikan keadilan sama halnya mengabaikan kemanusiaan yang pada gilirannya meruntuhkan harkat kemanusiaan itu sendiri. untuk itulah pemerintah Kabupaten Bima Harus menegakkan dalam bentuk keadilan hukum, sosial dan ekonomi. Secara khusus keadilan ekonomi menjadi masalah masyarakat yang penting pada waktu sistem produksi dan sistem distribusi yang berdasarkan kekuatan-kekuatan pasar, mulai merasuk kedalam sistem politik. Dengan kata lain, dimana Negara (Rakyat, Pemuda, Mahasiswa), Pemerintah (Pusat dan Daerah) dihimbau untuk terlibat aktif, karena kekuasaan pasar bebas mulai menunjukan kekuasaan dan dominasi yang mengintervensi hubungan produksi dan distribusi yang mengarah kepada ketidakadilan ekonomi. Campur tangan negara (Rakyat, Pemuda, Mahasiswa) sebagai lembaga politik terpenting diharapkan mampu memukul mundur bahaya laten ketidakadilan sebagai konsekuensi berpenetrasinya kapitalisme.
Maka dari itu kesadaran negara yang termanifestasi pada perjuangan masyarakat (miskin-kaya), Pemuda-Mahasiswa, dan seluruh elemen masyarakat lainnya (OKP-OKM) harus disatu padukan dengan pemerintah sebagai kumpulan masyarakat yang terkuat pada usaha melawan suatu Common Enemy “Kapitalisme”. Mengingat apa yang dikatakan salah satu Senior HMI (Pengurus HMI Badko Sumselbar: Kanda Jaidin) tempo hari, bahwa perjuangan di masa post-modernsi (yang lebih populernya Zaman Now) bukan cuman dengan melakukan Demonstrasi menggunakan senjata yaitu Megafon, tapi bisa efektif-efisien menggunakan tulisan ada adegium yang berbunyi “Senjata api hanya bisa menembus satu kepala, sedangkan pena bisa menembus berjuta-juta kepala” (ncamkan itu wahai generasi muda Kabupaten Bima Khususnya dan Indonesia Umumnya).
Untuk melawan penindasan yang terjadi di Kabupaten Bima ini diharapkan semua elemen masyarakat mampu memberi andil dalam perjuangan. ketahuilah wahai Bupati Bima (juga Eksekutif dan Legislatif) selama ini petani telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan pertanian dan pedesaan. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk melindungi dan sekaligus memberdayakan petani. Upaya perlindungan dan pemberdayaan petani selama ini belum didukunng oleh peraturan perundang-undangan yang komprehensif, sistemik, dan holistik, sehingga kurang memberikan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat-ku, masyarakat-mu, masyarakat kita yang bermayoritaskan petani. walaupun pemerintah sudah menetapkan UU No. 19/2013 tentang Perlindungan Dan Pemberdayaan Petani, berisi asas-asas langit yang tak dapat dibumikan (Kedaulatan, Kemandirian, Kebermanfaatan, Kebersamaan, Keterpaduan, Keterbukaan, Efisiensi-Keadilan, dan Keberlanjutan), entah ini adalah kebobrokan UU ini dalam penerapannya di wilayah Kabupaten Bima ataukah kesalahan Bupati dalam mengaplikasikannya sehingga polemik pelelangan tanah Pemerintah Kabupaten Bima menjadi sangat alot bahkan sarat dengan konspirasi Pemkab dengan Pemodal (Petani kaya atas dasar hubungan Kolusi dan Nepotis dengan pemegang tender-Pemkab), jangan sampai karena adanya hak menguasai negara yang diatur oleh UU No. 5/1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria, sehingga menjadikan menguasi untuk dipergunakan atas dasar amanat Konstitusi UUD 1945 Pasal 33 ayat 3, “Bumi, air, tanah serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai langsung oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat” pada konteks sekarang mendistorsikan untuk menindas rakyat (memihak kaum mustakbirin mensterilkan kaum mustad’afin). Jangan sampai anomali dalam fakta sejarah terulang kembali, seperti apa yang dielaborasi Buya Syafi’i Ma’arif dalam buku Politik Hukum di Indonesia-nya Prof. Mahfud MD bahwa “Soekarno antara Tahun 1959-1965 melaksanakan pemerintahan yang bercorak represif yaitu dengan melaksanakan sistem pemerintahan Demokrasi Terpimpin, yang ada hanya terpimpinnya sementara demokrasinya telah hilang bahkan mati akibat dominasi terpimpin yang cenderung menggunakan kekuasaan dengan semena-mena”. walau ada cela dan kesempatan yang diberikan Hukum, Ekonomi, Budaya bahkan Agama Dinda Damayanti Putri keluar dari rule of the game yang berorintasi pada keadilan sebagai apologi bernegara.
Selanjutnya, dalam bercokolnya retail modern “Alfamart” di Sila-Kecematan Bolo sindrom perekonomian rakyat sehingga keadilan ekonomi tereduksi. Menurut adam Smith Kapitalisme inheren di dalamnya terkandung tiga visi besar “Ekspansi, Akumulasi, Eksploitasi”. manuver Alfamart telah menjadi ancaman serius terhadap Pedang-Pedang Kecil (Pribumi) UKM-UMKM dan berbagai usaha Dagang rakyat lainnya, karena mereka mempunyai misi menghancurkan ekonomi Indonesia yang berdasarkan asas kekeluargaan. Alfamart telah berekspansi, maka tidak heran alfamart dalam kancah nasional-lokal berdiaspora hingga, menurut data Persentase PT Sumber Alfaria Trijaya Tbk pada maret 2017 telah berjumlah sebanyak 12.710 gerai, termasuk spektrumnya sampai di Sila-Bolo. Jika diteliti, upaya laten eksploitasi alfamart sedikit demi sedikit meruncingkan kukunya kemudian menusuk pembelinya dijewantahkan dengan setiap kantong kresek yang ditawarkan dikenai biaya, harga pada label kemasan barang tidak sama dengan harga dikomputer kasir yang lebih mahal, dipasangnya mesin atm di dalamnya yang secara tidak langsung menjadi pemikat menghabiskan uang, kasir yang pandai membujuk untuk menambah balanja (Pulsa, Korek Api, Permen, Kondom). selanjutnya, akumulasi yang dilakukannya adalah dengan berputarnya modal pada satu tangan (pemilik modal alfamart yaitu Djoko Susanto dengan nama asli Kwok Kwie Fo atau A. Kwie, tokoh berdarah Cina lahir pada Februari 1950), sudah jelas rakyat tidak diuntungkan dengan adanya alfamart, Perpres No 112/2007 Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern pun ikut dilanggarnya. Dalam Pasal Pasal 4 (1) Perpres 112/2007, secara eksplisit kontradiktif dengan realitas Alfamart yang tidak memperhatikan kondisi sosial ekonomi dan jarak antara toko modern dengan pasar tradisional yang telah ada. Lalu, dimanakah Keadilan untuk Masyarakat Sila Kecematan Bolo?
Menjangkarnya Retail Modern “Alfamart” di sila-Bolo menjadi pertanyaan banter yang harus di Jawab Oleh Bupati Bima (Dae Dinda) secepatnya! alfamart yang berdiri di sila sudah jelas vis a vis dengan keadilan hukum, sosial dan ekonomi masyarakat sila kenapa masih di terima dan diberikan IUTM (Ijin Usaha Toko Modern)? belakangan ini berkembang kabar angin yang menjadi anekdot dikalangan masyarakat Sila, “Bupati sebenarnya pada tahun lalu tidak menerima didirikannya dan tidak memberikan ijin IUTM, Tapi lama-kelamaan pendiriannya goyah oleh adanya dil-dilan yang menguntungkannya, maka izin ditanda tangani kemudian lembaran kapital masuk ke kantong Bupati (inilah yang disebut sebagai menjual harga diri ketangan pemodal).
Integritas seorang pemimpin berasal dari keikhlasannya untuk menagbdikan dirinya pada kepentingan umum dan bersedia bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. kemudian dalam perjuangan ikhlas adalah merupakan suatu impuls yang bisa memberikan kebebasan dan kemerdekaan pada diri manusia dan dengan kemerdekaan manusia itulah keadilan sosial-ekonomi dapat diwujudkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebenarnya Dalam buku Mahzab HMI; Tafsir Tema Besar NDP HMI karya Azhari Akmal Tarigan menjelaskan yang dimaksud dengan keadilan ekonomi adalah “aturan-aturan main tentang hubungan ekonomi yang didasarkan pada prinsip etika yang bersumber pada hukum alam atau hukum Tuhan”. Jika di masa lalu pemimpin kita ribut memperdebatkan gagasan kini mereka ribut memperdebatkan keuntungan. Jika di masa lalu para pemimpin memegang prinsip menjadi pemimpin itu menderita, maka kini mereka mengukuhi menjadi pemimpin itu menikmati segala hal yang bisa memberikan kepuasan nafsu birahi (syahwat kekuasaan). Dewasa ini ada adegium lucu yang berkembang di kalangan rakyat atau sering di sebut plesetan Ketua Untung Duluan (KUD) atau Ujung-Unjungnya Duit (UUD). Itulah realitas pemimpin di Kabupaten Bima ini, mereka bukan pemimpin tapi penguasa, karena seorang pemimpin itu pasti lebih mementingkan kepentingan umum dari pada kepentingan keluarga dan kroni-kroninya. Jika kita melihat ada orang yang teriak rakyat tapi keluarganya dan kroninya berjejer jadi pejabat, maka kita sudah bisa menilai, dia bukan pemimpin.
Sesungguhnya, jauh di lubuk hati rakyat Kabupaten Bima menantikan pemimpin yang mampu memberi sekaligus menjadi sosok teladan dari pada imbauan dan wacana. Ia akan bertindak di depan memberi contoh. Bukan berdandan rapi mengelabui rakyat dengan berteriak dan memproduksi wacana dan kata-kata yang penuh bualan dan omong kosong (membuat program kerja tetapi tidak mampu melaksanakannya dengan baik untuk kesejahteraan hidup rakyatnya). Jika bupati ku seperti itu, saya tidak rela dan saya yakin semua rakyat kabupaten Bima tidak rela karena kita bisa pastikan dia bukan pemimpin. Pemimpin itu mendahulukan moral dan nilai-nilai dari pada kewenangan yang dilegitimasi oleh jabatan, ia akan mempersuasi bukan memaksakan, menangkap, manakut-nakuti dan mengancam. dia tak bicara aturan dan hukum tapi bicara kesukarelaan, kedermawanan dan kebenaran. Partsipasi, bukan pengabdian dan kepatuhan sahaya. Jangan biarkan rakyat Kabupaten Bima hidup dengan penguasa, tetapi seorang pemimpin.
Budaya Kepemimpinan atau bahkan person pemimpin Kabupaten Bima harus dinamis dan bertransformasi, tak cukup hanya tumbuh dewasa kemudian tua lalu tutup usia, tapi tumbuh dalam keberanian dan keterterimaan akan kebebasan di jalan kebenaran dalam menentukan calon pemimpin dalam pilihan politiknya untuk diangkat menjadi bupati dan jabatan strategis lainnya bukan karena kasihan atau rasa iba kepada klan-klan tertentu (penomorsatuan klan tertentu) tapi karena kapasitas, integtritas dan rekam jejak sepanjang perjuangan hidupnya, ingatlah wahai saudara-saudariku semuarakyat sekaligus calon pemimpin Kabupaten Bima kedepan “musuh terbesarmu adalah rasa takutmu” lawanlah rasa takutmu dan yakinlah, seperti apa yang dikatakan Cicero “selama ada kehidupan selama itupulalah ada harapan”. semua orang dalam kehidupannya wajib berjuang, mari sama-sama berjuang merebut kepemimpinan untuk menyingkirkan kaum tua sehingga kaum muda dapat berkarya.
Perubahan bisa mulai dari atas (Pemilu, Pilkada), tapi juga bisa dari bawah (Kudeta, Revolusi). Namun dalam masyarakat berkembang dan peternalistik seperti kultur Kabupaten Bima, perubahan dari atas jauh lebih efektif dan efisien. Musuh Kabupaten Bima saat ini adalah ketamakan segelintir orang. Kita (Pemuda) Harus memecah kebuntuan ini dengan menghadirkan pemimpin yang berani dari kaum muda. kebenarian kaum muda dibumbui oleh kobaran api idealisme sedangkan kaum muda oleh bumbu-bumbu materialisme akibat kebutuhan hidup dan tanggungan beban keluarga serta mengingat usia yang hampir tutup usia. Biarkan kaum muda yang memimpin dengan penuh keberanian. dan, keberanian itu tak datang dari mana-mana selain dari keyakinan. Kita butuh perjuangan yang berdasar, dasar tersebut adalah suatu keyakinan terhadap satu tujuan hidup yaitu kebenaran (Tuhan Yang Maha Esa). Pada akhirnya saya mengajak semua pembaca untuk merenungi sebuah Puisi yang kaya akan nilai-nilai (Moral, Integritas, Perjuangan dengan berlandaskan keyakinan), sebuah puisi yang telah menjadi saksi ketegaran Recep Tayyip Erdogan, Perdana Menteri Turki. karena membaca sebuah puisi dimasukan oleh pemangku kekuasaan yang Dholim kepenjara. padahal puisi itu adalah suatu syair “sastra” karya pujangga negeri itu seabad yang lalu, Ziyap Golkalp “Menara adalah bayonetku, kuba adalah helmku, masjid adalah barakku, dan keyakinan adalah tentaraku”.
***