Oleh: I Gusti Ketut Satria Bunaga, S.Tr
Observer BMKG Stasiun Geofisika Mataram
Guncangan di permukaan tanah akibat gempa bumi, beberapa kali dirasakan langsung oleh masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) dan sekitarnya. Bagaimana tidak, rata-rata hampir seribu gempa bumi terjadi tiap tahunnya di NTB dan bahkan tsunami pun pernah melanda Bumi Gora ini. Berdasarkan riwayat itulah, wilayah NTB dan sekitarnya dapat dikatakan daerah rawan gempa bumi dan tsunami.
Kejadian gempa bumi akan terus terjadi dengan kekuatan yang bervariasi selama aktivitas lempeng tektonik yang relatif bergerak terhadap lempeng lainnya berlangsung secara continue. Di NTB, aktivitas ini membentuk suatu jalur pertemuan antar lempeng yang terkonsentrasi di Selatan dan Utara wilayah NTB. Kedua sumber gempa bumi inilah yang menjadi penyebab utama, mengapa masyarakat NTB beberapa kali merasakan gempa bumi.
Ibarat “pandai berminyak air”, orang-orang yang tidak bertangungjawab memanfaatkan kondisi ini untuk menginformasikan berita hoax yang mengakibatkan kecemasan. Hoax umumnya diartikan pemberitaan yang tidak benar atau tidak berdasarkan kenyataan. Akhir-akhir ini, hoax sedang berkembang di tengah-tengah masyarakat sebagai alat propaganda dengan tujuan-tujuan yang kurang baik, salah satunya adalah penyebaran informasi hoax terkait gempa bumi. Tak tanggung-tanggung, berita palsu yang sesat itu tergolong sangatlah “hiperbola” atau berlebihan.

Sebagai contoh disaat wilayah Banten dan sekitarnya diguncang gempa berkekuatan M=5.1 pada hari Rabu, 24 Januari 2018. Sesaat setelah terjadinya gempa, terdapat edaran melalui media-sosial bahwa akan terjadi gempa bumi dengan kekuatan yang tak kalah besarnya. Beredarnya berita hoax terjadi juga di daerah Bima setelah terjadinya gempa bumi Sumba Barat Daya pada tanggal 30 Desember 2016. Gempa berkekuatan M=6.6 ini mengguncang daerah Nusa Tenggara Timur (NTT), NTB, dan Bali. Hampir seluruh masyarakat merasakan getaran di permukaan akibat aktivitas gempa tersebut. Beberapa jam kemudian, lagi-lagi momen ini dimanfaatkan oleh orang yang tidak bertanggung jawab untuk membuat takut masyarakat dengan menyebarkan berita hoax melalui sosial-media. Isi dari berita hoax tersebut yakni gempa bumi akan terjadi pada tanggal 31 Desember, pukul 03:00 WITA di wilayah Bima dan sekitarnya.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai satu-satunya instansi pemerintah yang bertugas untuk penyampaian informasi gempa bumi dan peringatan dini tsunami di Indonesia tidak diam begitu saja. Pihak BMKG melalui siaran pers atau press release nya menampik informasi hoax yang beredar begitu cepat. Melalui press release inilah, masyarakat diharapkan tidak cemas ataupun panik.
Berkaca pada content atau isi dari sebagian besar berita hoax terkait terjadinya gempa bumi dan tsunami, berita hoax selama ini dapat dikatakan “di luar nalar” berdasarkan dari segi ilmiahnya. Berbagai hal yang patut dipahami untuk bisa memastikan apakah ini hoax atau tidak, sebagai berikut: (1) Lokasi dan waktu terjadinya gempa bumi belum dapat diprediksi. Sampai saat ini pun, belum ada teknologi yang mampu menjawab pertanyaan ini secara presisi. Adapun penelitian-penelitian yang telah dilakukan masih sebatas memperkirakan suatu kawasan di mana gempa bakal terjadi namun belum sampai penentuan waktu secara presisi. Dengan kata lain tanggal berapa dan jam berapa tepatnya belum bisa dijawab. (2) Kekuatan gempa bumi susulan tidak sebesar gempa bumi utama. Perlu diketahui bahwa gempa bumi tektonik dibagi kedalam tiga tipe. Tipe pertama adalah gempa bumi utama (Mainshock) yang diawali dengan gempa bumi pendahuluan atau foreshock (kekuatannya lebih kecil). Tipe kedua adalah gempa bumi utama (mainshock) yang diikuti oleh gempabumi susulan (aftershock) yang kekuatannya lebih kecil. Keberlangsungan aftershock ini bisa terjadi tergantung pada kekuatan gempa bumi utama. Tipe ketiga adalah tipe swarm. Tipe ini tidak memiliki gempa bumi utama melainkan gempa bumi berkekuatan kecil yang terjadi terus-menerus dalam waktu lama. Jadi, bisa kita simpulkan bahwa gempa bumi utamalah (mainshock) yang memiliki kekuatan terbesar jika dibandingkan dengan gempa bumi pendahuluan (foreshock), gempa bumi susulan (aftershock) maupun swarm. Sehingga masyarakat diharapkan tidak akan panik lagi kalau ada informasi hoax bahwa akan terjadi gempa bumi susulan yang lebih besar lagi kekuatannya dibandingkan dengan gempa bumi utama. (3) Kritis terhadap SMS atau chat menyesatkan. Metode tersebut merupakan metode “ter-favorit” bagi mereka yang tidak bertanggung jawab. Namun untuk saat ini, masyarakat tidak perlu risau atau panik dan diharapkan jangan meneruskan SMS atau chat yang belum tentu kebenarannya. Masyarakat diimbau mendapatkan informasi yang valid pada website (www.bmkg.go.id) dan aplikasi smartphone “info bmkg” yang dapat diakses oleh pengguna Android maupun IOS. Selain itu, informasi tersebut terintegrasi pada Facebook dan Twitter. Oleh karena itu, masyarakat dengan sangat mudah untuk mendapatkan informasi gempa bumi dan tsunami yang terpercaya dan up-to-date.
Semoga hal ini dapat dijadikan pembelajaran bagi kita semua untuk memahami dan lebih bijaksana lagi terkait beredarnya informasi hoax di tengah-tengah masyarakat. Harapannya, masyarakat menyadari hidup di daerah rawan bencana tanpa meninggalkan rasa kesiapsiagaan terhadap bencana gempa bumi yang mungkin akan terjadi.
Baca Opini Lainnya:
- Opini TGB: Safari Silaturrahim ke Lasem Rembang
- Opini Prof. Galang: Dampak Money Politik dan Kampanye Hitam
- H. Lalu Anggawa Nuraksi: Pola Preemtif Polri dalam Penanggulangan Radikalisme
- Oryza Pneumatica Inderasari: Membangun Perdamaian yang Komprehensif
- Joko Jumadi: Sinergitas Bale Mediasi
- Nur Janah: Obituary, Menembus Batas Lokalitas