HarianNusa.com, Lombok Barat – Kedatangan Presiden RI, Joko Widodo ke Lombok Barat beberapa waktu yang lalu tidak hanya menyulut kegembiraan, namun juga memunculkan harapan agar Pemerintah Pusat bisa memberi perhatian maksimal terhadap penanganan bencana gempa bumi di Pulau Lombok.
Sebelumnya Bupati Lombok Barat (Lobar) H. Fauzan Khalid menyuarakan harapannya agar kedatangan RI 1 itu bisa mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca gempa.
“Alhamdulillah beliau menyempatkan diri hadir di pos pengungsian di wilayah Lobar. Semoga dengan kehadiran beliau, seluruh program rehabilitasi dan rekonstruksi bisa dipercepat. Tentu tidak hanya rumah-rumah yang rusak, tapi juga fasilitas umum, sosial, terutama destinasi wisata kita yang terkena imbas,” ujar Fauzan sesaat menyambut kedatangan Jokowi di Pos Pengungsian Desa Kekait.
Namun kondisi nyata, oleh banyak pihak dirasakan masih lamban, terutama oleh warga di Kabupaten Lombok Barat (Lobar). Salah satu yang kerap bersuara keras adalah Wakil Ketua DPRD Lobar, H. Sulhan Mukhlis Ibrahim.
Politisi muda yang juga merupakan Ketua Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) Lobar itu menyuarakan beberpa hal terkait penanganan gempa.
“Sudah satu bulan lebih bencana gempa bumi melanda, masih banyak masyarakat yang belum mendapat perhatian dari Pemerintah Pusat,” ujarnya kritis.
Salah satunya, Sulhan menyoal data yang disampaikan pihak Pemkab Lobar yang tidak segera direspons Pemerintah Pusat.
Seperti diketahui kedatangan Presiden ke Lombok semenjak dilanda gempa untuk ke 3 kalinya kemarin adalah untuk melaunching bantuan rumah.
Namun disayangkan dengan data rumah rusak yang lebih dari 57 ribu, Lobar hanya kebagian 359 rumah. “Tindak lanjut (sisanya, red) kapan?,” tanya Sulhan dengan nada tinggi.
Bahkan menurutnya, skema dan besaran bantuan itu sendiri belum jelas sama sekali. Bagaimana proses verifikasinya, input datanya, dan skema penggunaan uangnya.
Sulhan mengaku pernah mengikuti Rapat Koordinasi tanggal 31 Agustus lalu antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi NTB.
“Dalam rapat tersebut, pemerintah pusat belum memahami skema dan jumlah bantuan ke korban atau ke pemerintah kabupaten,” tuturnya.
Bagi Sulhan, BNPB (selaku wakil Pemerintah Pusat, red) selaku pemangku kebijakan juga harus lebih adil dan lebih cepat merespons kebutuhan pengungsi.
Ia memberi contoh kasus wabah malaria yang melanda pengungsi. Saat ini jumlah pengungsi yang terjangkit malaria sudah lebih dari 40 orang di satu wilayah kerja Puskesmas Penimbung Gunung Sari.
“Apalagi kondisi sekarang mendekati musim hujan tentu kebutuhan masyarakat akan hunian sementara, tenda yang layak huni, maka BNPB harus segera meresponsnya untuk mengantisipasi dengan memberikan kelambu, selimut, penyediaan MCK, dan air bersih,” ujarnya.
Ia yakin tidak sendiri dalam pandangan semacam itu. Masih banyak lagi masyarakat Lobar yang berharap agar para korban dapat ditangani dengan segera dan cepat. Kedatangan Orang Nomor Satu di Indonesia itu mestinya kembali mendorong pihak berwenang untuk melakukan terobosan dan percepatan penanganan buat para korban.
“Termasuk membersihkan puing rumah mereka, memberi trauma healing, dan menyiapkan hunian sementara yang layak buat mereka (pengungsi korban gempa,red) pungkasnya. (f3)