Ketua KONI Diperiksa Polda NTB Terkait Lombok Marathon

0
2232
Direktur Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Kristiaji, SIK. (satria/hariannusa.com)

HarianNusa.com, Mataram – Lombok Marathon 2018 yang digelar di Kota Mataram, Minggu (28/01) kemarin tidak berjalan mulus. Event tersebut justru berbuah protes peserta yang tidak kebagian medali. Padahal dijanjikan, semua peserta akan memperoleh medali ketika sampai di garis finish.

Puluhan peserta melakukan protes terhadap tingkah panitia yang dinilai berbohong soal medali tersebut. Acara tersebut diwarnai kericuhan, bahkan Wakil Gubernur NTB, Muhammad Amin yang berada di lokasi jadi sasaran protes peserta.

Menyikapi potensi konflik tersebut, Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda NTB memeriksa Ketua KONI NTB dan empat orang lainnya terkait kericuhan saat acara tersebut.

Direktur Reskrimum Polda NTB, Kombes Pol Kristiaji, SIK, mengatakan telah memeriksa lima orang untuk meminta klarifikasi terkait amburadulnya pergelaran acara Lombok Marathon tersebut.

“Dari KONI ada lima, Ketua KONI NTB sama koordinator teknis Pak Wibowo sama stafnya tiga orang dan EO namanya Fran Malonda sudah kita periksa semua,” ujarnya di Mapolda NTB, Senin (29/01).

Dia mengatakan permasalahan yang sebenarnya terjadi adalah keterlambatan datangnya medali yang dipesan dari Singapura, lantaran penyelenggara belum melunasi uang pembayaran.

“Sumber utama medali, ternyata dikirim dari Singapura, alasannya pelunasan medali itu tanggal 27 Januari sehingga baru dikirim (dari Singapura) tanggal 27 Januari,” bebernya.

Polda NTB tidak segan akan mengusut kasus tersebut jika terbukti ada unsur penipuan. Namun, ia mengaku mekanisme pendaftaran lomba marathon tersebut melalui website, sehingga akan berkoordinasi dengan Ditreskrimsus khususnya bidang cyber.

“Ini kan sistem pendaftarannya melalui online, bukan domain saya, tapi Krimsus, makanya kami akan koordinasi dulu untuk melihat sistem pendaftaran,” paparnya.

Dia mengatakan, yang terdaftar melalui situs berjumlah 1.300 orang, sehingga medali disiapkan berjumlah 2.000. Namun belakangan panitia justru menghadirkan undangan dari unsur TNI/Polri, PNS serta sejumlah sekolah, sehingga peserta membludak menjadi 5.000 peserta. Alhasil, medali yang disediakan tidak cukup untuk dibagikan pada peserta.

“Menurut keterangan EO yang terdaftar hanya 1.300, ternyata 5.000. Tidak dijelaskan undangan dapat medali, tapi dibilang peserta seluruhnya akan dapat medali,” ungkapnya.

“Sebetulnya medali itu disiapkan 2.000, tetapi oleh KONI NTB untuk meramaikan mengundang TNI/Polri, PNS dan sekolah-sekolah, nah itulah yang kapasitasnya menjadi berlebih,” sambungnya.

Menyiasati peserta yang lebih tersebut, panitia sebenarnya telah memiliki cara, terangnya. Cara tersebut di mana masing-masing kelas hanya dijatahkan 500 medali bagi 500 peserta yang datang atau finish lebih dulu. Namun justru peserta menjadi bercampur, ada peserta yang telah membayar dan dijanjikan mendapat medali, ada juga peserta undangan atau tanpa membayar melalui mekanisme pendaftaran di situs.

“Sementara setiap kelas masing-masing hanya dijatah 500 medali, sehingga mereka menggunakan sistem 500 yang datang (peserta) mendapat medali, sementara itu tercampur antara pendaftar (peserta) membayar dengan yang undangan. Itu lah masalah kekurangan medali,” pungkasnya.

Kini Polda NTB masih menunggu laporan masyarakat untuk mengusut kasus tersebut lebih lanjut. Yang disayangkan, event tersebut justru memperburuk NTB di mata dunia. (sat)