HarianNusa.com, Nasional – Gubernur baru DKI Jakarta, Anies Baswedan dilaporkan ke Mabes Polri. Anies dilaporkan terkait pidato perdananya oleh organisasi Gerakan Pancasila, Senin (17/10) kemarin.
Saat memberikan sambutan pada pidato pertamanya, Anies menggunakan istilah pribumi. Istilah ini dinilai banyak pihak bernada rasis dan membangkitkan sentimen permusuhan etnis.
Dalam pers rilis LBH Jakarta, penggunaan istilah “pribumi” merupakan suatu pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan. Di dalam Instuksi Presiden (Inpres) RI Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Non Pribumi oleh Presiden Habibie, termuat jelas larangan menggunakan istilah tersebut.
Inpres tersebut diterbitkan saat itu untuk mengakhiri polemik rasialisme terhadap kelompok Tionghoa di Indonesia pada masa itu.
Penggunaan istilah “pribumi” dalam pidato publik juga melanggar semangat penghapusan diskriminasi rasial dan etnis yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis dan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial sebagaimana telah diratifikasi berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1999. Pertimbangan UU Nomor 40 Tahun 2008 menyebutkan bahwa umat manusia berkedudukan sama di hadapan Tuhan Yang Maha Esa dan umat manusia dilahirkan dengan martabat dan hak-hak yang sama tanpa perbedaan apapun, baik ras maupun etnis.
Bila ditujukan untuk menyebar kebencian, menunjukkan ekspresi terkait diskriminasi ras dan etnis melalui gambar, tulisan, atau pernyataan publik melanggar Pasal 4 huruf b ke-1 dan 2 dan Pasal 16 UU Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis yang secara tegas mengatur sanksi pidana paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta Rupiah).
Oleh karena itu LBH Jakarta dengan tegas mengecam pidato perdana Anies. Menurut LBH Jakarta, Pernyataan Anies Baswedan selaras dengan narasi yang digunakan oleh salah satu kelompok pendukungnya kemarin (16/10) yang membentangkan spanduk “Kebangkitan Pribumi Muslim” di depan Balai Kota DKI Jakarta menjelang pelantikannya sebagai Gubernur DKI Jakarta.
LBH Jakarta mendorong Anies Baswedan agar mengingat kembali janji kampanyenya untuk menjadi pemersatu bagi warga DKI Jakarta yang beragam dengan tidak mengeluarkan sikap ataupun pernyataan politik yang berpotensi menyulut kebencian, mengingat politisasi isu identitas agama, ras, dan golongan semakin marak terjadi sejak ajang Pilkada DKI Jakarta beberapa waktu lalu.
Mempertahankan penggunaan istilah “pribumi” dalam lingkungan pemerintahan sama dengan mempromosikan terjadinya segregasi sosial antara suatu kelompok dengan kelompok yang lain dalam kehidupan bermasyarakat, padahal Pasal 27 dan 28D UUD 1945 telah menjamin bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum.
Perlu diketahui, semangat mengakhiri sentimen primordial juga diteruskan pada masa kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono yang menerbitkan Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera 28 Juni 1967 yang mewajibkan seluruh kegiatan penyelenggaraan pemerintahan menghentikan penggunaan istilah orang atau komunitas “Tjina/China/Cina” dan diubah menjadi “Tionghoa/Tiongkok”.
Sebagai penutup, LBH Jakarta berharap pidato Anies kemarin menjadi momentum bagi kita semua, terutama pejabat publik, termasuk presiden dan menterinya, untuk berhenti menggunakan istilah pribumi dan non pribumi sebagaimana telah diinstruksikan pada awal reformasi. (sat/rls)