Minta Tambahan Waktu, Made Arthadana: Verifikasi Rumah Rusak Harus Valid

0
642
Kepala Dinas PUPR Lombok Barat, I Made Arthadana (istimewa)

HarianNusa.com, Lombok Barat – Sejak ditetapkannya Tanggap Darurat Bencana Gempa Bumi di Kabupaten Lombok Barat (Lobar), proses verifikasi rumah-rumah yang rusak tersebut terus berlangsung. Berdasarkan data kerusakan akibat gempa 7,0 Skala Richter yang terjadi 5 Agustus lalu, Pos Komando Utama Tanggap Darurat Lobar menghimpun data terakhir berupa 46 orang meninggal dunia, 258 orang luka berat, dan 701 orang luka ringan.

Menurut catatan pos Komando Utama Tanggap Darurat Lobar, setidaknya 266.691 warga terdampak akibat gempa tersebut yang membuat 178.377 orang di antaranya terpaksa mengungsi ke tenda-tenda yang tersebar di ribuan titik camp pengungsian.

Akibat gempa beruntun selama tiga minggu terakhir, gempa utama 6,9 SR pada tanggal 19 Agustus lalu, setidaknya mengakibatkan 57.614 rumah rusak yang terdiri atas 23.007 rumah rusak berat, 14.820 rumah rusak sedang, dan 19.787 rumah rusak ringan.

Rentetan gempa besar itu paling sedikit telah ikut merusak 461 tempat ibadah, 50 fasilitas kesehatan, 175 fasilitas pendidikan, 7 jembatan, dan 294 kios/ toko. Kerugian diperkirakan mencapai hampir 900 milyar rupiah. Untuk membantu warganya, Pemkab Lobar wajib melakukan verifikasi.

Sampai dengan hari ini (Jumat,24/08), sebanyak 8.255 rumah telah diverifikasi yang terdiri atas 3.850 rumah rusak ringan, 2.139 rusak sedang, dan 2.266 rusak berat.

Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PU-PR) I Made Arthadana optimis, pihaknya mampu menyelesaikan target proses verifikasi sekaligus validasi hasil verifikasi tersebut asalkan pihaknya diberikan tambahan waktu.

Jika merujuk pada target tanggal 22 Agustus (kemarin, red) secara komulatif, maka 2000 target rumah terverifikasi telah tercapai. Namun untuk target rusak berat lebih banyak dari itu, pihaknya membutuhkan tambahan waktu.

“Untuk seluruh rumah rusak berat, kita masih butuh alokasi waktu sampai tanggal 10 September ditambah validasi hasil butuh waktu sampai tanggal 25 September,” paparnya.

Pihaknya, aku Made, baru menerima kurang dari seribu rumah yang terverifikasi setiap hari. Mengingat tenaga verifikator yang berjumlah 309 orang, Made menduga, proses kerjanya yang kurang optimal.

“Berarti rata-rata hanya tiga rumah per orang per hari. Kan jauh dari asumsi awal yang mampu 30 rumah/ orang/ hari?,” ujar Made.

Melihat kondisi tersebut, Made tetap meminta Pemerintah bisa memberi tambahan waktu bagi pihaknya untuk melakukan verifikasi. Menurutnya verifikasi itu juga harus divalidasi lagi agar lebih akurat.

Senada dengan Made, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lobar, H. Baehaqi juga mengharuskan proses validasi. Menurutnya hal tersebut sangat penting dilakukan demi menghindari permasalahan dikemudian.

“Proses itu harus dilakukan betul-betul dengan cermat dan hati-hati. Jangan ada masalah di kemudian hari,” ujar Baehaqi.

Menanggapi hal itu, Kepala Subdit Perencanaan Darurat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Wing Prasetyo di tempat terpisah tetap mengharapkan Pemkab Lobar bisa menuntaskan verifikasi sampai tanggal 25 Agustus 2018 esok.

“Kita berharap tetap bisa diselesaikan disaat Tanggap Darurat ini. Jangan permasalahan di masa itu diteruskan di masa transisi biarpun masih memungkinkan,” ujar Wing.

Gempa yang terjadi tanggal 5 Agustus 2018 dengan kekuatan 7,0 Skala Richter telah menimbulkan kerusakan massif di empat kecamatan di Lobar, yaitu Kecamatan Batulayar, Gunung Sari, Lingsar, dan Narmada.

Secara komulatif di 10 kecamatan se-Lobar, hasil verifikasi yang diselesaikan sampai saat ini baru mencapai 14,34% dari total target rumah yang harus diverifikasi.

“Itu masih jauh dari target keseluruhan,” jelas Made sembari menyampaikan harapannya kepada seluruh tenaga verifikator agar lebih maksimal di dalam bekerja.

Diakui oleh salah seorang verifikator, Suhaemi, dirinya bersama rekan-rekannya telah berusaha maksimal.

Bersama 3 rekan setimnya, verifikator yang diperbantukan oleh Dinas Perumahan dan Pemukiman Provinsi NTB itu baru mampu memverifikasi belasan rumah dalam sehari.

“Walau kita ditarget, kita punya banyak hambatan dalam memverifikasi,” tutur tenaga yang sehari-harinya adalah fasilitator pada program rehab rumah tidak layak huni itu.

Diakui Suhaemi,salah satu kesulitannya adalah bekerja sama dalam memvalidasi kerusakan karena harus dibarengi dengan aparat pemerintah desa (kepala dusun, red). (f3)