Opini
Penyakit Antraknosa Pada Tanaman Cabai dan Tindakan Pengendaliannya
Published
1 tahun agoon

Cabai merupakan salah satu tanaman sayuran yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat indonesia sehingga kebutuhannya terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, oleh karena itu tanaman cabai termasuk komoditas hortikultura yang banyak dibudidayakan di Indonesia begitu juga di Nusa Tenggara Barat. Salah satu kendala usaha budidaya tanaman cabai yang perlu diwaspadai oleh petani adalah serangan berbagai penyakit yang dapat menurunkan kwalitas dan kuantitas hasil panen. Salah satunya adalah penyakit antraknosa pada cabai.
Penyakit antarknosa pada tanaman cabai disebabkan oleh jamur Colletotrichum spp. atau Colletotrichum capsici. Dilansir dari Plant Wise, Senin (18/03/2023), antraknosa merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh jamur paling serius dan merugikan pada cabai. Penyakit ini menyebabkan pembusukan buah sebelum dan sesudah panen. Dampak serangan penyakit antraknosa bisa sangat masif dan menyebabkan kerugian hasil panen hingga 65%. Tingkat serangan penyakit antraknosa pada suatu hamparan tanaman cabai tergantung dari pola pengendaliannya, mulai sejak upaya preventif atau pencegahan hingga kuratif. Apabila serangan antraknosa diantisipasi sejak dini maka upaya pengendalian secara kuratif selanjutnya akan lebih mudah dengan tingkat serangan yang rendah.
Gejala serangan penyakit antraknosa diawali oleh infeksi jamur patogen Colletotrichum spp pada tanaman cabai yang ditandai dengan gejala awal berupa bintik-bintik kecil yang berwarna kehitaman pada kulit buah. Selanjutnya mengakibatkan buah mengkerut, kering dan membusuk. Pada tahap awal infeksi konidia colletotrichum yang berada di permukaan kulit buah cabai akan berkecambah dan membentuk tabung perkecambahan. Setelah tabung perkecambahan penetrasi ke lapisan epidermis kulit buah cabai maka akan terbentuk jaringan hifa. Kemudian hifa intra dan interseluler menyebar ke seluruh jaringan dari buah cabai.
Inang antraknosa sebenarnya tidak hanya pada buah cabai tetapi juga terhadap tangkai, batang muda, dan percabangan baik pada fase vegetatif hingga generatif. Memang cukup jarang ditemukan serangan antraknosa pada saat fase vegetatif karena tanaman muda yang masih aktif tumbuh masih mampu mensintesis metabolit sekunder berupa zat-zat pertahanan alamiah. Zat pertahanan alami terbentuk sebagai respon tanaman ketika patogen berusaha menginfeksi sehingga dampak serangan tidak terlalu signifikan dan mudah diatasi. Meski demikian sangat mungkin sejak tanaman muda keberadaan spora-spora patogen ini sudah ada namun belum mendapatkan kondisi yang sesuai untuk berkembang pada tingkat serangan yang menimbulkan dampak. Pada lahan-lahan yang sebelumnya pernah terjangkit serangan antraknosa spora bisa terinvestasi dalam keadaan dorman di dalam tanah, sisa-sisa tanaman maupun pada tanaman-tanaman semak. Penyebaran spora antara lain melalui angin, tangan manusia, kaki-kaki serangga, gesekan antar tanaman, percikan air hujan hingga aliran air di permukaan tanaman.
Cara Mencegah dan Mengendalikan Penyakit Antraknosa Pada Tanaman Cabai
Beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk mecegah dan menangani tanaman cabai terserang penyakit antraknosa, antara lain sebagai berikut:
- Pencegahan Selama Persiapan Tanam
- Mempersiapkan sistem drainase sebaik mungkin yang tidak memungkinkan air menggenang dalam waktu lama di lahan.
- Panggunaan mulsa juga dapat mengurangi penguapan air tanah penyebab kelembaban tinggi.
- Sebelum mengolah tanah bersihkan lingkungan dari sisa-sisa tanaman dan semak-semak belukar, jika perlu sisa-sisa tanaman dibakar atau dibuat kompos di logasi yang terpidah dari lahan.
- Buat jarak tanam lebih lebar dengan pola zig-zag untuk menghindari kelembaban udara serta memberikan akses sinar matahari secara merata.
- Pilih varitas cabai yang tahan dan toleran terhadap antraknosa.
- Jika lahan bersebelahan dengan tanaman cabai tetangga yang sudah terserang antraknosa buatlah pagar pelindung dari plastik mulsa.
- Saat pembuatan bedengan tambahkan dolomit pada kedalaman yang sekiranya terjangkau oleh akar.
- Jika lahan yang akan ditanami punya sejarah serangan antraknosa, akan lebih baik jika ditambahkan agens hayati seperti trichoderma atau gliocladium.
- Antisipasi Di Pertanaman (Pengendalian Preventif)
- Antraknosa biasanya menyerang secara masif saat tanaman berbuah, maka disarankan untuk meningkatkan pemberian hara berupa kalsium dan fosfat di saat tanaman menjelang berbunga.
- Apabila turun hujan pada malam hari lakukan penyemprotan Partikel mineral teraktivasi sebagai pelapis permukaan tanaman untuk menghambat inkubasi fungsi patogen, menstabilkan pH pada permukaan tanaman, meningkatkan efikasi fungisida berbentuk WP serta melindungi tanaman dari cuaca terik. Salah satu nama dagang yang pelapis pelindung tanaman tersedia yaitu Koper WP.
- Hindari penggunaan pupuk daun yang bersifat asam selama tanaman berbuah. Untuk penggunaan pupuk daun fase generatif direkomendasikan menggunakan pupuk daun yang tidak bersifat asam.
- Aplikasi kalsium karbonat berbentuk partikel tepung tidak larut air, karena bentuk ini tidak meninggalkan lapisan asam pada permukaan buah.
- Gunakan fungisida protektif berbahan aktif tembaga hidroksida.
- Lakukan pengendalian serangga hama dengan baik karena seringkali spora jamur terbawa oleh kaki-kaki serangga dan berpindah dari tanaman sakit ke tanaman yang masih sehat.
- Pengendalian Kuratif
- Dilakukan apabila tanaman sudah terserang antraknosa, mungkin karena kurang dilakukannya pengendalian preventif sebelumnya.
- Aplikasi fungisida kontak dikombinasi dengan sistemik. Fungisida kontak yang direkomendasikan berbahan aktif tembaga hidroksida dengan dicampur pelapis pelindung tanaman seperti Koper WP. Sedangkan fungisida sistemik bisa yang berbahan aktif benomil, metil tiofanat, metalaksil, dimetomorf, difenokonazol, tebukonazol.
- Selama tindakan kuratif langkah-langkah seperti dalam pengendalian preventif tetap harus dilakukan untuk menangkal serangan yang berkelanjutan. Perlu diingat bahwa selama kita melakukan tindakan kuratif untuk membunuh jamur patogen, invasi spora jamur pendatang tetap berlangsung.
- Secara rutin bersihkan buah cabai yang sudah terinfeksi baik yang masih di pohon maupun yang sudah rontok, masukkan ke dalam kantong plastik dan bawa ke tempat yang jauh atau dibakar di lokasi yang terpisah dari lahan.
- Dalam melakukan penyemprotan fungisida kontak jangan hanya berfokus pada tanaman tetapi perlu juga menyemprot permukaan mulsa karena di permukaan mulsa juga terdapat serpihan-serpihan spora.
- Setiap aplikasi penyemprotan daun, usahakan tidak membuat tanaman basah kuyub tetapi membentuk lapisan tipis yang merata.
- Pemulihan
Setiap tanaman yang mengalami serangan hama dan penyakit tentu tidak mampu berproduksi secara normal. Sebagian organ telah rusak, dan metabolisme tanaman mengalami gangguan. Oleh karenanya selain upaya-upaya pengendalian hama dan penyakit harus disertai upaya pemulihan kondisi tanaman agar kembali tumbuh dan berkembang dengan baik. Pemulihan tanaman dilakukan dengan pemberian pupuk mikro melalui daun untuk menormalisasi kinerja enzim-enzim dan merangsang pembentukan hormon-hormon alamiah bagi pembentukan sel-sel baru secara lebih cepat.
Bagikan ini:
Info Lainnya
You may like
Opini
Hama Pengisap Polong Kedelai Riptortus Linearis dan Waktu yang Tepat Untuk Mengendalikannya
Published
1 tahun agoon
15/12/2023
Kedelai (Glycine max (L) Merr). Merupakan salah satu komoditas tanaman pangan strategis setelah padi dan jagung, sebagai sumber protein nabati, bahan baku aneka industri olahan pangan dan bahan baku industri pakan ternak. Selain itu, kandungan protein nabati kedelai sangat penting untuk peningkatan gizi masyarakat, karena selain aman juga relatif lebih murah jika dibandingkan dengan protein hewani. Kedelai juga merupakan bahan baku untuk produk makanan olahan seperti tahu, tempe, kecap, susu kedelai dan bahan campuran kue dan roti yang pemanfaatannya berdampak positif dalam meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat.
Dengan segudang manfaatnya, menurut data BPS yang dipublikasikan pada artikel yang berjudul Distribusi Perdagangan Komoditas Kedelai Indonesia Tahun 2023, menyatakan bahwa secara total kebutuhan konsumsi kedelai baik rumah tangga maupun non rumah tangga tahun 2022 mencapai 1.3 Juta ton sementara total produksi hanya sebesa 0,24 juta ton, sehingga pemerintah melakukan impor kedelai pada tahun 2022 untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Rendahnya produksi kedelai dalam negeri salah satunya disebabkan oleh adanya serangan hama pengisap polong Riptortus linearis yang menyebabkan biji kedelai menjadi rusak, berlubang dan kempes serta jika tidak dikendalikan dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 80% bahkan gagal panen (Marwoto, 2006).
Hama Pengisap Polong Kedelai Riptortus linearis
Hama pengisap polong kedelai R. linearis memiliki siklus hidup yang meliputi stadium telur, nimfa, dan imago. Telur R. linearis berbentuk bulat dengan bagian tengah agak cekung, rata rata berdiameter 1,20 mm, berwarna biru keabuan kemudian berubah menjadi cokelat. Setelah 6–7 hari, telur menetas dan membentuk nimfa instar I selama 3 hari. Pada stadium nimfa, R. linearis berganti kulit (moulting) lima kali. Setiap berganti kulit terlihat perbedaan bentuk, warna, ukuran, dan umur. Rata-rata panjang tubuh nimfa instar I adalah 2,60 mm, instar II 4,20 mm, instar III 6 mm, instar IV 7 mm, dan instar V 9,90 mm (Tengkano dan Dunuyaali 1976).
Imago R. linearis berbadan panjang dan berwarna kuning kecokelatan dengan garis putih kekuningan di sepanjang sisi badannya. Imago datang di pertanaman kedelai saat tanaman mulai berbunga dengan meletakkan telur satu per satu pada permukaan atas dan bawah daun. Seekor imago betina mampu bertelur hingga 70 butir selama 4 – 47 hari. Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari bentuk perutnya, yaitu imago jantan ramping dengan panjang 11 – 13 mm dan betina agak gemuk dengan panjang 13 – 14 mm (Afifah, 2010).
Waktu atau Fase Perkembangan Polong Kedelai yang Tepat Untuk Mengendalikan Hama Pengisap Polong Riptortus linearis
Nimfa maupun imago R. linearis mampu menyebabkan kerusakan pada polong kedelai dengan cara mengisap cairan biji di dalam polong dengan cara menusukkan stiletnya. Dampak serangan yang ditimbulkan akan berbeda sesuai dengan fase perkembangan polong kedelai. Serangan hama R. linearis pada fase pembentukan polong kedelai menyebabkan polong dan biji kedelai menjadi kempes, mengering dan akhirnya gugur, serangan pada fase pengisian biji menyebabkan biji berwarna hitam dan busuk, sedangkan pada fase pematangan polong mengakibatkan biji keriput (Ridwan, 2007).
Serangan hama R. linearis pada fase pembentukan dan pengisian calon biji polong kedelai, merupakan fase yang paling berdampak terhadap kerusakan polong. Hal ini disebabkan karena pada fase ini kulit polong kedelai masih lunak sehingga memudahkan stilet menusuk kulit polong serta lebih disukai sebagai tempat meletakkan telur untuk berkembang biak. Dan jika tidak dikendalikan maka imago akan berkembangbiak sehingga populasinya akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya umur tanaman.
Dengan kemampuan merusak polong mulai dari pembentukan sampai pematangan biji yang mampu menurunkan kualitas maupun kuantitas biji kedelai yang dihasilkan, oleh karena itu tindakan pengendalian menjadi hal yang wajib dilakukan. Dalam upaya pengendalian umumnya petani kedelai masih banyak yang menggunakan pestisida kimia, penggunaan pestisida yang kurang tepat justru tidak efektif dan dapat merugikan secara ekonomi maupun hasil yang diperoleh tidak sesuai harapan. Oleh karena itu, perlu diperhatikan lima tepat penggunaan pestisida yaitu: Tepat sasaran, tepat jenis, tepat waktu, tepat dosis dan tepat cara.
Disamping itu, dalam upaya pengendalian hama pengisap polong kedelai R. linearis umur tanaman saat aplikasi juga sangat menentukan keberhasilan tindakan pengendalian. Hasil penelitian Tantawizal et al., (2021) dan Sarjan et al., (2021) menunjukkan bahwa populasi dan intensitas serangan R. linearis tertinggi terjadi pada fase pembentukan dan pengisian polong. Oleh karena itu, waktu yang paling tepat untuk mengendalikan hama pengisap polong kedelai R. linearis berdasarkan fase perkembangan polong kedelai yaitu pada fase pembentukan dan pengisian polong. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Amalia dan Mawan (2010), yang menyatakan bahwa nimfa maupun imago R. linearis menyerang polong kedelai dengan cara mengisap cairan biji dengan menusukkan stiletnya pada polong yang masih muda dan kulit polong yang masih lunak dan jika tidak dikendalikan maka menyebabkan kehilangan hasil tertinggi dibandingkan dengan tindakan pengendalian pada fase berbunga atau pematangan biji.
Bagikan ini:
Info Lainnya
Opini
BRIDA Provinsi NTB, Membangun Institusi Riset Dan Inovasi Guna Meningkatkan Daya Saing Daerah
Published
1 tahun agoon
11/12/2023
Pada Tahun 2021 Pemerintah telah menerbitkan Perpres 78 tahun 2021 yang menjadi dasar regulasi penyatuan seluruh unit-unit kelitbangan yang tersebar pada banyak institusi seperti LIPI, BPPT, LAPAN, BATAN dan juga unit-unit lainnya pada Kementerian / Lembaga menjadi satu unit yang terintegrasi dalam bentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Langkah ini menjadi tonggak yang penting dalam penggorganisiran riset inovasi dan potensi-potensi lainnya seperti anggaran, SDM dan insfrastruktur pendukungnya untuk mewujudkan institusi yang andal dan lebih produktif untuk kemajuan bangsa dan negara sesuai dengan visi BRIN “Terwujudnya Badan Riset dan Inovasi Nasional yang andal, profesional, inovatif, dan berintegritas dalam pelayanan kepada Presiden dan Wakil Presiden, untuk mewujudkan Visi dan Misi Presiden: “Indonesia Maju yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian berlandaskan Gotong Royong”.
Sejalan dengan tujuan tersebut sebagaimana juga diamanatkan dalam prepres 78 Tahun 2021 tersebut, Pemerintah daerah baik Provinsi dan Kabupaten/Kota diwajibkan membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) sebagai pusat pengorganisiran Riset dan Inovasi di Daerah. Tentu saja tujuan ini sama mulyanya dengan tujuan dibentuknya BRIN meskipun pada saat pengimplementasiannya tidak semudah yang diharapkan. Mengapa demikian? Jika melihat kondisi daerah masing-masing, banyak kendala yang dihadapi dalam pembentukan BRIDA di masing-masing daerah seperti anggaran, ketersediaan SDM dan infrastruktur pendukungnya yang masih memiliki banyak kekurangan. Dan tentu saja faktor yang utama juga bagaimana komitmen masing-masing Pimpinan Daerah dalam memandang bagaimana urgensi riset dan inovasi bagi kemajuan daerahnya.
BRIDA Sebagai Lokomotif Inovasi dan Riset mendorong kemajuan dan daya saing Dareah
Dari kacamata fiscal kemampuan keuangan daerah, Provinsi NTB salah satu provinsi dengan kemampuan fiscal yang tidak besar. APBD provinsi NTB dalam 5 tahun terakhir berada pada kisaran ±5,5 trilyun rupiah. Angka tersebut relatif kecil dibandingkan dengan urusan, program kegiatan yang menjadi kewajiban yang harus ditangani seperti Urusan Pemerintahan Wajib yang berkaitan dengan Pelayanan Dasar, antara lain pendidikan; kesehatan; pekerjaan umum dan penataan ruang; perumahan rakyat dan kawasan permukiman; serta Urusan Pemerintahan Wajib yang tidak berkaitan dengan Pelayanan Dasar, antara lain tenaga kerja; pemberdayaan perempuan dan pelindungan anak; pangan; pertanahan dan lain-lain. Kondisi ini mengharuskan pemerintah daerah untuk dapat mengalokasikan anggaran secara tepat dan efisien. Disilah Peran pentingnya Brida dibutuhkan di daerah untuk merumuskan kebijakan/program/Kegiatan berdasarkan kajian ilmiah dan mampu melahirkan inovasi di tengah keterbatasan agar setiap kebijakan yang dihasilkan tepat sasaran serta fokus pada program kegiatan yang memiliki daya ungkit yang besar untuk mempercepat pembangunan dan meningkatkan daya saing daerah.
Pengembangan Riset dan Inovasi di tingkat Pemerintah Daerah baik Provinsi dan Kabupaten/Kota memiliki peranan yang sangat vital guna mendorong pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kualitas hidup Masyarakat. Banyak masalah-masalah di masyarakat yang hanya dapat diselesaikan dengan pengkajian mendalam sampai pada akar masalah melalui riset dan menghasilkan rekomendasi yang bermuatan inovasi dalam penyelesaian masalah tersebut. Tentunya penyelesaikan masalah dengan mengoptimalkan dan memanfaatkan sebesar-besarnya potensi muatan lokal yang tersedia di daerah tersebut baik sumber daya alam, budaya lokal, dan kemampuan sumber daya manusia yang ada. Tanpa ada riset yang mendalam dan lahirnya inovasi dalam mencari solusi permasalahan tersebut akan sulit bagi pemerintah daerah untuk pendapatkan kebijakan penyelesaian yang tepat bagi setiap permasalahan yang dihadapi masyakat sehingga program yang timbul bisa jadi hanya program-program jangka pendek serta tidak tepat yang pada akhirnya menyebabkan penggunaan anggaran yang tidak efisien dan tidak tepat sasaran. Oleh karena itu semua BRIDA yang sudah terbentuk perlu diperkuat keberandaannya dengan dukungan dari Pimpinan Daerah serta penyediaan anggaran yang cukup, SDM yang handal dan sarana prasarana yang memadai.
Dukungan Infrastruktur diperlukan untuk mensuport kinerja Brida di daerah. Penyediaan infrastruktur yang memadai mutlak diperlukan seperti gedung kantor yang representative dangan dukungan laboratorium riset, pendirian pusat-pusat inovasi, dukungan akses internet cepat, dan fasilitas transportasi merupakan kebutuhan vital bagi pengembangan riset dan inovasi yang efektif di daerah, dll. Disamping itu diperlukan juga investasi yang cukup baik dari pemerintah, sektor swasta, maupun lembaga internasional menjadi dorongan penting dalam menggerakkan kegiatan riset dan inovasi di daerah. Inisiatif-inisiatif seperti dana riset, hibah untuk startup, dan insentif pajak dapat meningkatkan minat serta kemampuan untuk melakukan riset dan inovasi. Tidak hanya itu, diperlukan juga Kolaborasi yang erat antar berbagai stakeholder, kolaborasi Pentahelix multipihak dimana unsur akademisi, badan atau pelaku usaha, masyarakat atau komunitas, pemerintah dan media dapat menjadi kunci keberhasilan dalam menciptakan inovasi yang berkelanjutan. Kolaborasi mendorong lahirnya pertukaran ide dan pengetahuan antarstakeholder akan membantu menghadirkan solusi inovatif. Diperlukan juga penguatan SDM aparatur dengan fokus pada pelatihan dalam bidang-bidang inovatif akan menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas tinggi dan siap untuk berkontribusi dalam pengembangan riset dan inovasi.
Tantangan
Pembentukan institusi riset dan inovasi di daerah bukan tanpa kendala dan hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri untuk diatasi. Sebagai Perangkat Ddaerah yang baru tantangan umum yang dihadapi yaitu masih terbatasnya sarana prasarana, terbatasnya Sumber Daya Manusia yang memiliki kapasitas, terlebih lagi untuk membentuk Perangkat Daerah baru diperlukan anggaran yang tidak sedikit. Hal ini dapat menjadi penghambat dalam mengakselerasi kegiatan riset dan inovasi di daerah. Masalah lainnya seperti masih kurangnya kolaborasi dan jaringan antar stekholder dan antar lembaga: industri, universitas dan media serta pelibatan masyarakat dan pihak-pihak lainnya menghambat penumbuhan inovasi yang berkelanjutan. Tidak kalah pentingnya salah satu tantangan utama yang harus dihadapi yaitu, budaya yang kurang mendorong eksperimen dan gagasan inovatif karena terbiasa dalam melaksanakan business as usual menjadi penghalang utama dalam pengembangan riset dan inovasi di daerah.
Pengalaman Provinsi NTB
Pemerintah Provinsi NTB telah membentuk BRIDA melalui Perda 14 Tahun 2021 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat. BRIDA Provinsi NTB adalah yang ke-3 terbentuk setelah Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Bali. Bahkan setelah 2 tahun Prespres 78/2021 di undangkan masih banyak Provinsi dan Kabupaten Kota yang belum membentuk BRIDA. Adapun di Kabupaten/Kota se-Provinsi NTB baru 3 BRIDA yang terbentuk yaitu BRIDA Kota Mataram, BRIDA Kota Bima dan Brida Kabupaten Sumbawa Barat serta Kabupaten Lombok Tengah yang membentuk BAPPERIDA menggabungkan Bappeda dan BRIDA. Adapun 6 Kabupaten lainnya belum atau masih dalam proses pembentukan yaitu Lombok Timur, Lombok Barat, KLU, Sumbawa, Dompu dan Kabupaten Bima.
Dalam RPJMD 2018-2023, BRIDA Provinsi NTB mendukung pencapaian Visi NTB Gemilang Misi Ketiga: NTB SEHAT DAN CERDAS melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia sebagai pondasi daya saing daerah dan Misi kelima: NTB SEJAHTERA DAN MANDIRI melalui penanggulangan kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan pertumbuhan ekonomi inklusif bertumpu pada pertanian, pariwisata dan industrialisasi. Secara struktur organisasi BRIDA Provinsi NTB dibagi dalam Sekretariat dan 4 Bidang Teknis Yaitu: Bidang Penelitian Pengembangan Inovasi dan Teknologi, Bidang Kemitraan dan Inkubasi Bisnis, Bidang Pengembangan Sumber Daya Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Bidang Pemanfaatan Riset dan Inovasi. Masing-masing bidang mengampu program kegiatan yang mendukung kinerja BRIDA dalam mencapai Visi Misi Pimpinan Daerah Provinsi NTB.
Dalam 2 tahun terakahir, banyak prestasi yang telah dicapai BRIDA NTB dan hal ini cukup membanggakan. Diantaranya, Provinsi NTB telah berhasil mendapat anugerah Provinsi Terinovatif dalam ajang Innovatif Government Award (IGA) Kementerian Dalam Negeri selama 2 tahun berturut-turut tahun 2021 dan 2022, Dukungan dan fasilitasi kepada pihak yang berinovasi kepada IKM dengan pembinaan StartUp, Mitra/tenant serta fasilitasi beberapa IKM/Industri untuk berproduksi seperti produksi sepeda listrik, pyrolysis sampah menjadi bahan bakar, pengolahan plastik menjadi bata, produksi magot dari sampah organic, dan produksi kosmetik berbahan local disamping failitasi standarisasi permesinan dan sertifikasi kompentensi profesi. Dilaksanakan juga beberapa kajian/riset kelitbangan menjadi fokus Brida dengan melibatkan Dewan Riset Daerah (DED), Universitas dan stakeholder lainnya. Disamping itu BRIDA Provinsi NTB juga berhasil menggagas kerjasama dengan berbagai pihak baik dalam negeri dan luar negeri.
Dalam pengembangan kualitas SDM di Nusa Tenggara Barat, Pemerintah Provinsi NTB melalui BRIDA NTB melaksanakan Program Beasiswa NTB dengan mengirimkan putra putri terbaik NTB untuk melanjutkan Pendidikan baik S1/S2/S3 dan nongelar di Luar Negeri, disampimg juga membiayai biaya Pendidikan dalam bentuk subsidi biaya SPP dan penelitian di dalam negeri (Beasiswa BMB/BSK/BSU). Sejauh ini sampai tahun 2023 tercatat 796 orang penerima manfaat beasiswa luar negeri dan 4.500 orang lebih penerima manfaat beasiswa dalam negeri.
Kesimpulan
Pengembangan riset dan inovasi di tingkat Pemerintah Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota memerlukan komitmen yang kuat dari Pimpinan Daerah, pemerintah, stakeholder, dan masyarakat secara keseluruhan. Pembentukan Brida di Daerah selain memang sebagai suatu kewajiban menjalankan amanat perpres 78/2021 juga sebagai bentuk komitmen dalam menciptakan ekosistem riset dan inovasi dalam rangka menciptakan lingkungan yang mendukung, mengatasi tantangan, dan menerapkan strategi yang tepat agar Provinsi NTB dapat menjadi pusat inovasi yang berdaya saing tinggi, meningkatkan kuailtas SDM dan pada akhirnya dapat kesejahteraan masyarakat.
- UTS Gelar Kolaborasi Riset dengan Peneliti Luar Negeri Berbasis Edukasi
- Tingkatkan Daya Saing UMKM, BI NTB Kunjungi DPD IWAPI NTB
- Unram Bentuk Konsorsium Riset SDGs Nusa Tenggara
- Membuka Toko Online? Ketahui Tips Memilih Produk yang Tepat Untuk Dijual
- Tanggapi Setara Institute, Unram Bantah Terpapar Radikalisme
Bagikan ini:
Info Lainnya
Opini
Mimba Sebagai Pestisida Nabati untuk Mendukung Pertanian Ramah Lingkungan
Published
2 tahun agoon
17/10/2023
Penggunaan pestisida sintesis atau kimiawi yang berlebihan di seluruh dunia sejak digaungkannya revolusi hijau telah membuat hama tanaman menjadi resisten/tahan terhadap berbagai macam bahan aktif pestisida kimiawi yang digunakan termasuk di Indonesia. Penggunaan pestisida yang berlebihan ini juga telah berdampak pada lingkungan dan kesehatan manusia. Berkenaan dengan hal tersebut maka diperlukan adanya usaha untuk mendapatkan pestisida alternatif yang efektif untuk mengendalikan hama tanaman serta tidak menimbulkan efek negatif terhadap lingkungan dan manusia.
Pestisida nabati merupakan salah satu alternatif yang efektif untuk pengendalian hama dan relatif aman bagi lingkungan, salah satunya adalah pestisida yang berbahan dari tumbuhan mimba. Penggunaan pestisida nabati sebagai alternatif pengendalian hama tanaman tidak dimaksudkan untuk meninggalkan penggunaan pestisida kimiawi secara total, namun ditujukan untuk mengurangi penggunaan pestisida kimiawi yang banyak berdampak pada lingkungan dan kesehatan manusia sebagai konsumen.
Potensi Pemanfaatan Tumbuhan Mimba sebagai Pestisida Nabati
Tumbuhan mimba merupakan tumbuhan asli dari Afrika dan Asia. Di benua Asia, tumbuhan mimba banyak ditemukan di Negara India, Burma, China Selatan, dan Indonesia. Di Indonesia tumbuhan mimba banyak ditemukan di Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Dan di NTB tumbuhan mimba banyak tumbuh di lahan kering baik di Pulau Lombok maupun Pulau Sumbawa. Habitat terbaik untuk tumbuhan mimba adalah dataran rendah dan lahan kering dengan ketinggian 0 – 800 meter dari permukaan laut (mdpl).
Di Indonesia pemanfaatan tumbuhan mimba sebagai pestisida nabati telah lama dilakukan untuk mengendalikan organisme pengganggu tanaman (OPT) pada tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan, khususnya dalam pertanian organik. Bagian tumbuhan mimba yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan pestisida nabati adalah daun dan bijinya. Ekstrak daun dan biji mimba mengandung empat senyawa aktif yaitu senyawa azadirachtin (pengganggu pertumbuhan dan perkembangbiakan hama), senyawa salanin (penghambat makan hama), senyawa meliantriol (penolak dan pengusir hama akibat aroma dan rasa yang tidak disukai serangga hama), senyawa nimbin (penghambat perkembangan pathogen penyebab penyakit tanaman) (Subiyakto, 2009).
Beberapa jenis hama tanaman yang dapat dikendalikan menggunakan pestisida nabati ekstrak biji dan daun mimba seperti Helopelthis sp., ulat jengkal, Aphis sp., Nilaparvata sp., dan Sitophilus sp. (Syakir, 2011), kutu daun, penggerek polong tanaman kacang-kacangan, hama wereng coklat dan siput pada tada tanaman padi (Nova, 2015). Dengan potensi tersebut maka tumbuhan mimba dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif pengendalian hama yang ramah lingkungan dan berkelanjutan sehingga penggunaan pestisida kimia yang berbahaya bagi lingkungan dan manusia dapat dikurangi.
. Beberapa keunggulan pestisida nabati ekstrak mimba antara lain: a). Kandungan senyawa aktifnya mudah terurai dan kadar residunya relatif kecil, sehingga dapat digunakan sampai menjelang panen b). Peluang terbunuhnya serangga bukan sasaran rendah. c). Relatif aman terhadap vertebrata (manusia dan ternak), d). Memiliki senyawa aktif lebih dari satu jenis sehingga tidak mudah menimbulkan resistensi pada hama. Dengan beberapa keunggulan tersebut maka akan menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dan kelestraian lingkungan dapat terjaga. Sedangkan kelemahannya adalah persistensi pestisida nabati yang singkat sehingga diperlukan aplikasi yang berulang-ulang agar mencapai keefektifan pengendalian yang maksimal pada kondisi populasi hama yang tinggi.
Pembuatan Ekstrak Tumbuhan Mimba
Ekstrak biji dan daun mimba dapat dilakukan oleh petani secara sederhana, untuk ekstrak biji mimba dapat dibuat dengan cara mengeringkan biji mimba terlebih dahulu agar tidak berjamur. Kemudian digiling hingga halus dan disaring dengan ayakan. Selanjutnya dicampur air dengan takaran untuk 50 gr ekstrak biji mimba ditambahkan 1 liter air lalu direndam selama 12 jam, selanjutnya rendaman disaring dengan kain furing. Dan hasil penyaringan dapat dicampur dengan perekat dan siap diaplikasikan ke tanaman.
Sedangkan ekstrak daun mimba dapat dibuat dengan cara 50 gr daun mimba segar ditambahkan 1 liter air kemudian diblender sampai halus kemudian direndam selama 12 jam. Hasil rendaman selanjutnya disaring dengan kain furing dan ditambahkan perekat, cairan pun siap diaplikasikan pada tanaman.
DAFTAR PUSTAKA
Nova, L. W. (2015). Aplikasi ekstrak mimba dengan pelarut alkohol terhadap mortalitas wereng batang coklat. Prosiding seminar nasional perhimpunan entomologi Indonesia, Malang 1- 2 Oktober 2015.
Subiyakto. (2009). Ekstrak biji mimba sebagai pestisida nabati: potensi, kendala, dan strategi pengembangannya. Jurnal Perspektif, 8(2), 108-116.
Syakir, M. (2011). Status Penelitian Pestisida Nabati, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan. Prosiding Seminar Nasional Pestisida Nabati IV, Jakarta 15 Oktober 2011.
Bagikan ini:
Info Lainnya



BBPOM Mataram Gelar Pelatihan Kader Keamanan Pangan

Penataan Parkir untuk Tingkatkan PAD Wabup UNA: Tidak Boleh Ada “Raja-raja Kecil”

Lombok Barat Masuk Daftar Kabupaten Paling Maju, Wabup Hj. Nurul Adha Apresiasi OPD dan Dorong Inovasi
Populer
-
Headline7 tahun ago
Potensi Tsunami di Asia, NTB Diperingati Waspada
-
NTB6 tahun ago
Ini Cara Mitigasi saat Gempa Bumi
-
Headline7 tahun ago
Misteri Telapak Tangan yang Gegerkan Warga Lombok Terpecahkan
-
Headline8 tahun ago
Mengenang 40 Tahun Bencana Tsunami di Lombok dan Sumbawa
-
Headline8 tahun ago
Ssttt… Ini Lokasi Razia Zebra di Pulau Lombok Selama Dua Pekan
-
Hukum & Kriminal7 tahun ago
Tak Terima Diputusin, Pria di Lotim Sebar Foto Bugil Kekasihnya
-
NTB6 tahun ago
Ahli Geologi AS Peringatkan Bahaya Gempa di Selatan Lombok
-
NTB6 tahun ago
BMKG Ungkap Penyebab Cuaca Dingin di Lombok