Mekanisme infeksi Beauveria Bassiana: Biopestisida Ramah Lingkungan dan Efektif untuk Mengendalikan Hama dan Penyakit Tanaman

    0
    126
    Foto: https://www.peptechbio.com/beauveria-bassiana-an-effective-biocontrol-agent-against-devastating-whitefly-infestations/

    Proses infeksi B. bassiana pada serangga inang terjadi melalui empat tahapan yaitu: inokulasi, germinasi, penetrasi, diseminasi, dan kolonisasi (Dannon et al. 2020).

    1. Tahap pertama yaitu inokulasi adalah proses kontak antara organ infektif dengan integumen serangga inang. Organ infektif cendawan B. bassiana adalah konidia sehingga pada waktu aplikasi di lapangan, suspensi konidia yang diaplikasikan harus kontak dengan organ tubuh serangga khususnya lapisan integumen. Selanjutnya, konidia menempel pada integumen serangga, pada proses tersebut diperlukan bahan perekat agar konidia sebagai organ infektif melekat pada integumen. Bahan perekat dapat berfungsi untuk meningkatkan proses penempelan konidia karena faktor eksternal dari pengaruh lingkungan yang kurang mendukung, seperti angin, dan air hujan yang dapat menggagalkan proses inokulasi (Acheampong et al. 2020). Sedangkan, bahan pelindung berupa asam humat 10% dapat mempertahankan persistensi konidia B. bassiana di atas 87% setelah terpapa dengan sinar UV selama tujuh hari dan pelindung dari minyak wijen dapat mempertahankan konidia sebesar 73% (Kaiser et al. 2019).
    2. Tahap kedua adalah germinasi. Konidia membentuk tabung kecambah (germ tube) sehingga memerlukan kelembaban yang cukup tinggi hingga di atas 90%. Beberapa senyawa seperti protein, karbon, asam amino, dan fenol yang terdapat pada lapisan integumen diperlukan konidia sebagai stimulan untuk membentuk kecambah (Meena et al. 2015). Konidia yang berkecambah berkembang membentuk apresorium dan menghasilkan enzim protease, kitinase, dan lipase yang berfungsi sebagai pendegradasi lapisan integumen. Rentang waktu yang dibutuhkan konidia untuk berkecambah dan memproduksi enzim sangat tergantung pada faktor internal yang ditentukan isolat dan nutrisi media tumbuh pada waktu perbanyakan, sedangkan faktor eksternal terdiri dari temperatur, kelembaban, stadia serangga inang maupun pengaruh pestisida sintetik seperti indoxacarb, profenophos, dan methyldemonton berdampak negative terhadap pertumbuhan B. Bassiana (Wari et al. 2020).
    3. Tahap ketiga yaitu proses penetrasi. Pada saat tersebut cendawan membentuk blastospora pada ujung apresorium atau haustorium dan siap untuk menembus lapisan kutikula serangga yang selanjutnya terbentuk hifa primer di dalam tubuh serangga. Tahap selanjutnya adalah diseminasi, blastospora memproduksi berbagai jenis toksin antara lain: beauvericin, beaverolide, bassianin, bassianolide, bassiacridin, tenelin, dan cyclosporin yang beredar di dalam darah serangga (hemolymph) sehingga mengakibatkan terjadinya peningkatan pH darah serangga dan terganggunya sistem syaraf yang membuat serangga enggan bergerak maupun nafsu makan turun dan diakhiri dengan kematian (Altinok et al. 2019).

    Cendawan membentuk hifa sekunder yang digunakan untuk menyerang seluruh jaringan di dalam tubuh serangga. Kematian serangga umumnya terjadi sebelum hifa sekunder menyebar ke seluruh jaringan tubuh atau kurang lebih tiga sampai dengan empat hari setelah aplikasi.

    Periode waktu yang dibutuhkan cendawan entomopatogen untuk kematian serangga tergantung dari virulensi isolat, faktor serangga yang terdiri umur/stadia maupun proses ganti kulit (moulting), dan faktor lingkungan seperti temperatur, kelembaban, dan angin (Chandrasekharan dan Nataraju 2011). Temperatur dan kelembaban merupakan dua faktor yang cukup berperan dalam menentukan keberhasilan cendawan mengkolonisasi tubuh serangga inang.

    • Tahap terakhir adalah kolonisasi. Miselium cendawan mulai mengkolonisasi seluruh jaringan di dalam tubuh inang dan berakhir dengan pembentukan organ reproduksi yaitu konidia. Kolonisasi miselia cendawan dimulai pada saat sumber makanan (haemolymph) di dalam tubuh serangga telah habis diabsorbsi dan digunakan oleh cendawan, pada waktu tersebut miselium cendawan menembus ke luar integumen serangga. Miselium berkembang cepat dengan mengkolonisasi seluruh permukaan tubuh serangga selanjutnya permukaan tubuh serangga dipenuhi dengan miselia berwarna putih sehingga serangga berbentuk seperti mumi (mummification). Kolonisasi miselia B. bassiana pada permukaan tubuh serangga tersebut terdiri dari kumpulan miselium dan konidia cendawan. Kumpulan konidia pada permukaan tubuh serangga tersebut berfungsi sebagai inokulum potensial untuk infeksi ke serangga inang lain.


    Pustaka

    Acheampong MA, Hill MP, Moore SD, Coombes CA. 2020. UV sensitivity of Beauveria bassiana and Metarhizium anisopliae isolates under investigation as potential biological control agents in South African citrus orchards. Fungal Biology 124(5):304-31

    Altinok HH, Altinok MA, Koca AS. 2019. Modes of action of entomopathogenic fungi. Current Trends in Natural Sciences 8(16):117-124.

    Candrasekharan K, Nataraju B. 2011. Beauveria bassiana (Hyphomycetes: Moniliales) infection during ecdysis of silkworm Bombyx mori (Lepidoptera: Bombyxcidae). Munis Entomol Zoo 6(2011):312-316.

    Dannon HF, Dannon AE, Douro-Kpindou OK, Zinsou AV, Houndete AT, Toffa-Mehinto J, Elegbede IATM, Olou BD, Tamo M. 2020. Toward the efficient use of Beauveria bassiana in integrated cotton insect pest management. Journal of Cotton Research 3(1):1-21

    Kaiser D, Bacher S, Mène-Saffrané L, Grabenweger G. 2019. Efficiency of natural substances to protect Beauveria bassiana conidia from UV radiation. Pest Management Science 75(2): 556-563.

    Meena M, Prasad V, Zehra A, Gupta VK, Upadhyay RS. 2015. Manitol metabolism during pathogenic fungalhost interactions under stressed conditions. Frontiers in Microbiology 6(2015):1-12. Wari D, Okada R, Takagi M, Yaguchi M, Kashima T, Ogawara T. 2020. Augmentation and compatibility of Beauveria bassiana with pesticides against different growth stages of Bemisia tabaci (Gennadius): an in vitro and field approach. Pest Management Science 76(9):3226-3252